Oleh: Ahmad Fahrur Rozi
Asa Firda Inayah (18) alias Afi Nihaya Faradisa, Siswi SMAN 1 Gambiran, Banyuwangi, Kamis lalu (5/7/2017) mengunggah video Live Streaming via Facebook berisi curhatan terkait Bullying (perundungan) yang dialaminya. Bahkan sampai terucap kata-kata kasar dan niatan untuk bunuh diri. Walaupun isinya terkesan tidak alami, menonton itu saya sedih. Kasihan.
Poin ulasan ini bukan pada videonya, status-status Afi yang di-viralisasi atau plagiasi dan bullying yang menyertainya. Semua viral pasti meredup setelah habis masanya. Namun efek psikologis (depresi) kulminatif yang jika tidak diatasi bisa memantik (stimulan) keinginan bunuh diri (suicide/harakiri/intihar).
Terlepas adanya ekspose dan eksploitasi oleh media, para liberalis, bahkan juga Presiden yang secara khusus mengundangnya ke Istana, Afi hanyalah remaja 18 tahun, yang menurut Psikolog Prof Zakiyah Darajat, adalah masa-masa paling labil (critical period).
Saya punya tanggungan anak yatim seumuran Afi, jadi saya memahami situasinya. Pada konteks ini saya khawatir. Moga saja Afi, juga jutaan remaja lainnya, mendapat bimbingan Islami yang memadai sehingga rentetan stress dan stressor (pemicu stress) tidak perlu terjadi lagi.
Saya jadi teringat cerita keluarga Santoso (45) di Kediri, Jawa Tengah. Santoso, istri dan anaknya ditemukan tewas bunuh diri karena himpitan ekonomi. Juga cerita Nanda (23), lulusan sarjana ekonomi di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, yang bunuh diri karena tak kunjung dapat pekerjaan. Juga cerita Yana (10), anak SD di Bengkulu yang nekat mengakhiri hidup karena tak tahan di bully.
Cerita-cerita diatas hanya sepenggal dari sekitar 5.000 kasus bunuh diri di Indonesia (2010), kemudian naik 2x lipat menjadi sekitar 10.000 kasus (2012), dan diprediksi meningkat tajam menjadi 40.000 kasus (2016). (mengacu data WHO sebagaimana dilansir http://detik,com)
...Sebuah gambaran gelapnya kehidupan sekular-liberal saat ini. Ketika agama dijauhi dan "dilecehkan" bahkan pembela agama dianggap Ndeso...
Saking banyaknya kasus, pemerintah daerah Gunung Kidul, Yogyakarta sampai membentuk Satuan Tugas (Satgas) "Berani Hidup" yang mempunyai anggaran rutin dan program kerja tahunan guna meminimalisir angka bunuh diri.
Itulah cerita puluhan ribu anak bangsa yang kehilangan arah. Yang lebih 'mencintai' mati daripada hidup. Jika hanya satu atau dua kasus tentu mudah disimpulkan penyebabnya semata-mata karena gangguan jiwa. Namun jika kasusnya puluhan ribu, maka sepertinya ada yang salah dengan sistem dan gaya hidup kita saat ini.
Sebuah gambaran gelapnya kehidupan sekular-liberal saat ini. Ketika agama dijauhi dan "dilecehkan" bahkan pembela agama dianggap Ndeso. Situasi yang semakin membuat kita rindu kehidupan islami dibawah naungan Khilafah.
+++
Saya juga teringat drama produksi Hollywood (Netflix) berjudul "13 Reasons Why". Satu-satunya genre serial drama yang menembus Box Office.
Cerita tentang bunuh diri seorang siswi SMA. Sebuah cerita "dark" tapi kok bisa digemari? Menurut saya karena drama tersebut bercerita tentang bunuh diri yang dilakukan dengan kreatif dan perencanaan sistematis. Bahkan penuh optimisme. Sebuah Cerita unik bagaimana hukum alam (liberal) bekerja: Korban bully yang kemudian menjadi pelaku bully. Karena itu drama tersebut begitu kuat dan penayanganya banyak diboikot.
Saya sih tidak menyarankan anda menonton, terkecuali telah memenuhi 3 syarat:
1. Berwudhu terlebih dahulu
2. Jangan Streaming. Baiknya punya filenya supaya bisa "skip". Jika tidak begitu anda akan pusing ketika menontonnya.
3. Jangan rame-ramean, supaya bisa dicerna secara mendalam. Jadi film ini sangat tidak cocok bagi orang-orang yang sekedar mencari hiburan.
13 Reasons Why merupakan iIlustrasi gelapnya kehidupan barat yang liberal dan sakit. Kondisi ekonomi krisis; kondisi sosial kritis. Anehnya gaya kehidupan barat tersebut justru dicontek pemerintah kita, ditiru "banyak" orang tua dan remaja. Sebaliknya, mereka malah mengkerdilkan ajaran agamanya sendiri (Islam), mengaitkannya dengan teroris, bahkan sampai melarang pengajian.
+++
Semoga mereka tersadarkan bahwa hanya Sistem Islam yang bisa "memelihara" dan "memuliakan" kehidupan. Bagi yang sudah sadar, moga makin giat berjuang. Amiin. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google