View Full Version
Kamis, 20 Jul 2017

Mengukur Obyektifitas Pembubaran Ormas HTI

Oleh Muhamad Akbar Ali*

DI TENGAH kegentingan utang negara dalam suasana melambung dan di perparah stabilitas ekonomi yang monoton bahkan cenderung merosot, negeri ini dihebohkan oleh Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Rabu, 19 Juli 2017 pemerintah resmi mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Artinya organisasi HTI resmi dibubarkan. Dalam konferensi pers 8 Mei 2017, Menkopolhukam Wiranto mengatakan bahwa landasan utama pembubaran HTI ada tiga poin. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.

Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

 

Tidak Obyektif

Sangat menarik untuk dicermati alasan pemerintah membubarkan HTI. Penulis akan mencoba menganalisis satu persatu. Pertama, bahwa HTI tidak berperan positif dalam pembangunan Nasional. Perlu diketahui bahwa HTI adalah Partai politik yang menjadikan Islam sebagai Ideologi atau asas gerakanya.

Kedudukanya sama dengan partai-partai lainya yang ada di Indonesia. HTI bukan lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan atau yang sejenisnya. Lebih dari itu, HTI dalam aktivitasnya adalah dakwah pemikiran tanpa kekerasan.

Dan selama ini banyak kita menemukan HTI sangat gencar melancarkan kritik tanpa pandang bulu terutama kepada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat atau dominan yang bertentangan dengan Islam. Kritik cerdas yakni bukan hanya menunjukan kesalahan atau kekeliruan pemerintah dalam mengambil kebijakan tetapi di ikuti pula dengan solusi yang solutif.

HTI juga secara berkala mengsosialisasikan bahaya laten yang mengancam Indonesia. Dan setiap kegiatan HTI selalu berjalan tertib dan tidak pernah menimbulkan keributan di tengah-tengah masyarakat. HTI pula tidak ketinggalam ikut andil dalam musibah yang menimpa negeri ini seperti bencana alam, gempa bumi, banjir dan lain-lain.

Dengan demikian sangat tidak logis dan tidak relevan ketika ada oknum yang mengatakan bahwa HTI tidak ikut andil positif dalam pembangunan Indonesia. Ini salah besar. Dan sangat disayangkan pernyataan tersebut keluar dari pemerintah sebagai pengayom rakyat. Seharusnya pemerintah mendukung gerakan HTI.

Karena pengaruh keberadaanya sangat positif dan ikut andil dalam mengotrol suasana pemerintah dalam ancaman-ancaman penjajah. Kedua, HTI dinilai bertentangan dengan pancasila UUD 1945. Pernyataan ini patut kita cermati lebih mendalam dan menyeluruh. Mengapa demikian? Karena HTI adalah organisasi yang berasaskan Islam. Dimana kita pahami bersama, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahwa negara ini mengakui akan adanya Tuhan atau berdiri atas dasar rahmat Tuhan Yang Maha Esa.

Dan apa yang dilakukan oleh HTI adalah upaya implementasi sila pertama, yakni menjalankan ajaran agama Islam. Mengajak kaum muslimin Indonesia untuk beragama dengan sempurna, baik dari segi individu, sosial, maupun negara.

Ucapan pemerintah, HTI bertentangan dengan Pancasila sangat tidak berdasar. Pernyataan yang sangat keliru dan tidak obyektif. Pemerintah seharusnya tahu diri, selama ini banyak kebijakan mereka yang bertentangan dengan Pancasila. Sebut saja misalnya saat negara menggadaikan aset-aset negara kepada asing, draft undang-undang pesanan asing, OPM yang tumbuh subur di papua, SDA yang diserahkan kepada asing dan banyak gelagat pemerintah yang bertentangan dengan Pancasila.

Patut dicurigai agenda untuk membubarkan HTI adalah bagian konspirasi invisible hand dengan memperalat pemerintah untuk tujuan jahat mereka. Ketiga, menurut Wiranto sebagai menkopolhukam, HTI telah menimbulkan benturan di tengah-tengah masyarakat, dan mengancam NKRI.

Alasan ini tidak tepat dan jauh dari fakta. Aktivitas HTI tidak pernah ditemui menimbulkan keresahan apalah lagi sampai pada kericuhan. Dan jika membaca kitab-kitab HTI tidak pernah ada ajaran untuk melakukan kekerasan atau tindakan terorisme.

Bahkan seruan HTI mengajak pada kedamaian. Mengajak untuk bersama menyelamatkan negeri Indonesia dari ancaman penjajah, neoliberalisme maupun neoimperialisme. Jadi lagi-lagi pemerintah salah kaprah dalam menilai HTI. Sikap membubarkan HTI tersebut jika ditelisik menyeluruh menunjukan bahwa pemerintah sangat anti Islam.

Hal ini berangkat dari fenomena sebelumnya sampai pada hari ini oleh pemerintah. Sebut saja pada kasus kriminalisasi ulana, perda miras, perda syariah, kasus ahok, khutbah dimesjid, dan masih banyak sikap pemerintah yang kontra terhadap Islam. Perihal ini tidak boleh di biarkan.

Umat Islam adalah bagian dari negeri ini yang berjuang tanpa pamrih saat mengusir penjajah. Maka sudah saatnya Umat Islam bersatu padu memegang konsisten pemikiran Islam. Dan melawan para komprador yang merongrong persatuan umat Islam untuk menegakan agamanya. Lebih dari itu, perihal ini sebagai konsekuensi keimana kepada Allah SWT. Allahu Akbar. *Penulis adalah Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara


latestnews

View Full Version