View Full Version
Jum'at, 21 Jul 2017

Menyelamatkan Indonesia, Despacito ala Puerto Rico atau....?

Oleh: Ahmad Fahrur Rozi

3 Mei 2017, Gubernur Ricardo Rosello, mendeklarasikan bahwa Puerto Rico, negara pulau dibawah naungan persemakmuran Amerika Serikat (AS), berstatus bangkrut atau pailit. Status ini disebabkan oleh utang sebesar US$ 70 milyar (sekitar Rp 931 triliun).

Kolumnis harian The New York Times, Mary Walsh menyebutnya sebagai kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS. Mengalahkan kasus kebangkrutan negara bagian Detroit pada 2013 lalu.

Kondisi perekonomian Puerto Rico memang sedang carut marut. Selain utang yang menggunung, angka pengangguran terbilang tinggi mencapai 12%. Kekacauan perekonomian juga menyebabkan terjadinya eksodus (migrasi besar-besaran ke luar negeri). Tak kurang 350.000 orang eksodus dalam 10 tahun terakhir. (http://nytimes.com)

Selang beberapa pekan setelah pengumuman kebangkrutan, sebuah lagu karya penyanyi Puerto Rico, Luis Fonsi dan Daddy Yankee, bertajuk Despacito (berasal dari kosakata bahasa Spanyol, yang berarti pelan-pelan), melesat naik dalam chart lagu global. Bersamaan dengan melejitnya lagu ini, prosentase pengunjung pariwisata di negara semenanjung Karibia itu terdongkrak hingga 45 persen.

Popularitas Despacito, sampai tulisan in dibuat telah ditonton 2,6 milyar kali dikanal Youtube, bagaikan oase di tengah padang pasir bagi Puerto Rico. Beberapa tempat yang terdapat pada video klip lagu mampu menumbuhkan rasa penasaran pada pemirsanya. Seperti La Factoria Klub di San Juan dan La Perla, sebuah distrik pesisir pantai. Karena itu Puerto Rico mendapat peningkatan kunjungan wisatawan yang signifikan.

Despacito bisa disebut telah menyelamatkan Puerto Rico. Yah, walaupun untuk sementara. Ibarat orang yang terperosok di tepi jurang sambil berpegang pada akar pohon yang rapuh.

Terlebih lagi lagu Despacito kental dengan lirik erotis yang tidak pantas. Menceritakan tentang hubungan seksual meski tak menggunakan kata-kata vulgar.

...Despacito bisa disebut telah menyelamatkan Puerto Rico. Yah, walaupun untuk sementara. Ibarat orang yang terperosok di tepi jurang sambil berpegang pada akar pohon yang rapuh...

+++
Kondisi negeri kita tercinta Indonesia, sejatinya tidak jauh berbeda dengan Puerto Rico. Utang kita bahkan 5 kali lebih besar. Menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) utang Indonesia pada 2016 pernah mencapai Rp 4.278 triliun. Belum lagi angka pengangguran, yang menurut Kementerian Perindustrian, jumlahnya sekitar 20 juta orang. 5 kali lipat jumlah penduduk Puerto Rico yang hanya 3,5 juta orang.

Pelan tapi pasti Indonesia sedang menuju kebangkrutan. Lebih buruk lagi, negeri ini sedang dalam proses menghancurkan dirinya sendiri (self destructive). Kelakuan para pejabat negara (eksekutif) misalnya, bukannya mengurusi rakyat, mereka malah sibuk berpolemik dengan rakyat (memblokir media sosial dan membredel ormas Islam melalui Perpu).

Lembaga legislatif (DPR) setali tiga uang, bahkan ketuanya, Setya Novanto, terlibat belasan kasus korupsi diantaranya korupsi e-KTP Rp 2,3 triliun. Pun juga Hakim yudikatif tak mau kalah. Banyak diantaranya aktif merekayasa kasus dan menerima suap. Inilah fakta sistem demokrasi Trias Politika Koruptia.

Penguasa negara sibuk saling berebut uang dan kekuasaan, korupsi dan memburu kursi; disaat banyak sekali bencana alam dan sosial melanda Indonesia: 
- 5,9 juta anak bangsa terjerat narkoba (data Kepala BNN 2016);
- kejahatan terjadi tiap 92 detik (laporan Bareskrim Polri 2015);
- 62% rakyat terjebak kemiskinan (mengacu data Bank Dunia);
- 62,7% remaja melakukan sex bebas (survei KPAI-Kemenkes 2013);
- 2.726 kasus pedofilia per tahun (data KPAI 2014);
- 40.000 kasus bunuh diri (estimasi WHO 2016);
- 1,5 juta korban pelecehan seksual per tahun (survei BPS-Unicef 2014);
- dan banyak lagi "petaka-petaka" lainnya.

Tentu tidak mungkin kita berharap seperti Puerto Rico yang diselamatkan oleh single lagu "sampah". Ketika demokrasi-kapitalistik secara faktual telah gagal, satu-satunya harapan yang tersisa adalah menyelamatkan Indonesia dengan aturan "Syariah".

Namun mengapa Syariah dan Khilafah yang notabene solusi Islam justru dimusuhi? Ah, jangan-jangan pemerintah kita 'genre'nya bukan Islam melainkan Despacito.


latestnews

View Full Version