Oleh: Tine Hardian (Mahasiswi Prodi Akuntansi Syariah SEBI)
Zakat merupakan kewajiban setiap individu bagi umat Islam. Bahkan kata zakat diulang beberapa kali dalam Al-Quran. Zakat berperan penting dalam kehidupan sosial, karena fungsi zakat sendiri adalah distribusi kekayaan agar perekonomian masyarakat lebih merata. Dengan begitu kemiskinan akan tuntas karena ekonomi masyarakat yang meningkat sehingga masyarakat menjadi sejahtera.
Di Indonesia telah banyak didirikan lembaga yang mengelola dana zakat agar lebih mudah membayarnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, dijelaskan bahwa terdapat dua organisasi pengelola zakat di Indonesia yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Baznas sendiri terdiri atas Baznas Pusat, Provinsi dan Kota.
Isi dari UU tersebut juga mengatur tentang pelaksanaan pengelolaan zakat mulai dari perencanaan hingga pada tahap penyaluran dan penggunaannya. Dalam pengelolaan tersebut harus diterapkan prinsip Good Organization Governance yang mencangkup tiga aspek yaitu amanah, professional dan transparan, dengan begitu masyarakat luas akan percaya terhadap lembaga zakat.
Tetapi faktanya pelaksanaan pengumpulan zakat di Indonesia masih dianggap kurang optimal jika melihat potensi yang ada yaitu Rp 200 triliun setiap tahunnya (Satrio dan Siswantoro, 2016). Disisi lain justeru subjek pajak muslim yang ada di Indonesia hampir mencapai angka 90% dari total penduduk. Hal yang membuat tidak optimal tersebut bermacam-macam yaitu masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa mereka tidak wajib atau bahkan tidak tahu bahwa mereka harus membayar zakat atas penghasilan yang telah didapatkan.
Kebanyakan masyarakat hanya mengetahui bahwa zakat hanyalah pada bulan puasa yaitu zakat fitrah. Bahkan ada masyarakat juga yang beranggapan bahwa harta yang mereka dapatkan adalah harta hasil jerih payah sendiri sehingga mereka enggan untuk mengeluarkan zakat. Sebagian dari mereka juga ada yang tidak percaya pada pengelolaan lembaga amil zakat yang telah ada.
Sehingga ada hal menarik mengenai zakat terkait minat seseorang berzakat di Lembaga Amil Zakat (LAZ). Satrio dan Siswantoro (2016) melakukan penelitian terkait hal tersebut. Ternyata hasil yang didapatkan yaitu; pertama, faktor pendapatan berpengaruh positif terhadap minat masyarakat membayar zakat melalui Lembaga Amil Zakat. Masyarakat mempertimbagkan besar-kecilnya pengahasilan mereka untuk membayar zakat pada Lembaga Amil Zakat. Sehingga semakin besar pendapatan yang mereka peroleh maka akan semakin besar pula peluang untuk membayar zakat pada Lembaga Amil Zakat.
Hal ini bisa disebabkan oleh masih banyaknya masyarakat yang lebih memilih untuk membayar zakat tidak melalui LAZ karena faktor besarnya proporsi zakat yang harus mereka tanggung, karena zakat saat ini masih dianggap sebagai kewajiban ganda disamping pajak penghasilan yang hanya berfungsi sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak. Maka dari itu masih banyak dari masyarakat yang lebih memilih untuk menyalurkan zakatnya tidak melalui LAZ, karena benefit yang diperoleh yaitu pengurang pajaknya sendiri dianggap tidak seberapa.
Kedua, faktor kepercayaan juga bepengaruh positif terhadap minat masyarakat untuk membayar zakat melalui LAZ. Hal ini menunjukan keputusan muzzaki membayar zakat melalui LAZ ditentukan oleh kredibilitas LAZ itu sendiri dalam meyakinkan muzzaki tentang kinerja mereka sebagai pengelola zakat. Hal ini dapat diperkuat dengan sosialisasi dari Lembaga Amil Zakat kepada masyarakat tentang pentingnya berzakat dan keutamaannya dibandingkan berzakat tidak melalui Lembaga Amil Zakat yang resmi.
Ketiga, faktor ini adalah faktor yang paling menarik karena ternyata religiusitas berpengaruh positif terhadap minat masyarakat dalam membayar zakat melalui Lembaga Amil Zakat. Dapat disimpulkan bahwa kereligiusan seseorang atau muzzaki menentukan pembayaran zakat melalui Lembaga Amil Zakat. Dalam arti semakin religius seseorang maka akan semakin berminat membayar zakat melalui Lembaga Amil Zakat.
Hal ini menunjukan bahwa keputusan muzzaki membayar zakat melalui Lembaga Amil Zakat ditentukan oleh tingkat religiusitas masyarakat itu sendiri, yaitu pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya berzakat yang merupakan salah satu dari rukun Islam yang harus ditaati. Faktor ini berkaitan erat dengan tingkat pendidikan seseorang, terutama terkait pendidikan agama.
Dengan demikian, diperlukan peran aktif dari pemerintah dalam pembentukan kurikulum agar pentingnya berzakat bisa lebih ditanamkan seawal mungkin dalam pendidikan. [syahid/voa-islam.com]