View Full Version
Selasa, 26 Sep 2017

Pakistan dalam Bayang-Bayang AS dan Cina

Oleh: Umar Syarifudin

Penguasa Pakistan masih mengadopsi kebijakan bahwa kekuatan Pakistan bisa optimal jika ‘bergantung’ dengan kekuatan asing. Padahal Pakistan cukup menderita di bawah tekanan AS dan aliansi yang dibangunnya. Intelijen AS melakukan kekacauan di Pakistan dengan berbagai operasi bendera palsu, pemboman dan pembunuhan untuk mencapai tujuan regional AS. AS masih melakukan eksploitasi angkatan bersenjata Pakistan dalam operasi untuk mengamankan tentara AS dari perlawanan pemberontak Taliban Afghanistan.

Aliansi yang terjalin antara Pakistan dengan AS yang telah berlangsung puluhan tahun hanya melemahkan Pakistan. AS sebagai negara kolonialis yang tidak dapat dipercaya, yang memiliki organisasi menakutkan terbesar dan paling didanai di dunia, CIA. Operasi Intelijen digunakan AS dalam mengamankan penyelesaian politik di Afghanistan untuk memberikan perlindungan bagi kehadiran AS yang terus berlanjut. Dan hubungan ‘kemitraan’ dengan AS telah menyebabkan Pakistan mengamankan keberadaan AS di Afghanistan, di saat yang sama AS memaksimalkan peran India di Afghanistan dan mendukung agresi brutal terhadap kaum Muslim pendudukan Kashmir.

Rezim Pakistan bersekutu dengan kekuatan asing selain AS untuk menemukan solusi alternatif, tentunya ini bukan merupakan solusi. Cina masih memusuhi kaum muslim Turkistan Timur, mencegah mereka menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, memasuki Masjid dan memelihara jenggo, bahkan memberi nama Islami. Cina secara politis mendukung proyek-proyek kolonialis dengan kekuatan-kekuatan besar lainnya di seluruh Dunia Muslim.

Secara politik, ekonomi dan militer Cina masih menjadi pendukung rezim Myanmar termasuk saat membantai Muslim Rohingya. Sedangkan China-Pakistan Economic Corridor (CPEC) telah menenggelamkan Pakistan dengan utang luar biasa berbasis bunga, menambah hutangnya yang besar kepada kekuatan dan institusi kolonial yang baru selain AS. CPEC telah menetapkan kepemilikan sumber daya utama China, melalui CPEC, rezim Pakistan mengalami ketergantungan pada impor dan tenaga kerja China, yang selanjutnya melumpuhkan pertanian dan industri pertanian.

...Penguasa Pakistan masih mengadopsi kebijakan bahwa kekuatan Pakistan bisa optimal jika ‘bergantung’ dengan kekuatan asing. Padahal Pakistan cukup menderita di bawah tekanan AS dan aliansi yang dibangunnya...

Kesepakatan CPEC tidak lebih dari sekedar ambil untung dan rencana eksploitasi di mana China dalam slogan "Win-Win cooperation" benar-benar akan mengkonsumsi sumber daya Pakistan untuk membangun ekonomi domestiknya sendiri. Dividen untuk ekonomi Pakistan sendiri terlalu kecil dibandingkan dengan biaya politik dan ekonomi. Yang lebih penting lagi, penting untuk dipahami bahwa keseluruhan kerangka kapitalis, tolok ukur dan barometer untuk mengukur ekonomi cacat. Kebijakan penjajahan yang destruktif adalah ciri konstan dari Undang-Undang sekuler pemerintahan di Pakistan. Karena demokrasi di Pakistan sebagai pelicin untuk kolonialisme AS maupun dominasi ekonomi Cina akan membuat kesengsaraan masyarakat.

Adapun genosida muslim Rohingya di tangan rezim Myanmar yang brutal dan kecaman publik yang kuat di Pakistan telah membuka perdebatan tentang apakah isu budaya ataukah ideologis dalam menentukan kebijakan luar negeri Pakistan terhadap muslim Rohingnya. Jika rezim Pakistan mendukung kebijakan Cina di Myanmar karena investasi Cina di Pakistan terkait dengan CPEC, berarti Rezim Pakistan gagal merespon sentimen publik Pakistan yang menuntut penyelesaian secara ideologis yang berdasarkan solusi Islami atas nasib muslim Rohingya dan berdampak kemarahan public dan meningkatkan sentimen anti pemerintah Cina.

Ketegangan antara sentimen publik dengan penguasa Pakistan saat ini hanya akan dipecahkan jika mereka mampu mewujudkan kepemimpinan yang adil dengan landasan Islami. Sudah saatnya kaum Muslim menolak kepemimpinan yang gagal ini dan bekerja untuk proyek yang akan mengakhiri era ketergantungan ketergantungan pada kekuatan asing ini.

Kaum Muslim Pakistan layak mendapatkan kepemimpinan yang berusaha memperkuat kaum Muslim. Pemimpin ini akan membangun transportasi, komunikasi dan swasembada pangan dan energi, menolak tergantung teknologi dan investasi asing. Penguasa adil yang kokoh dalam membangun industri berat yang kuat, termasuk pembuatan mesin, mesin berat dan senjata, sehingga ekonomi dibangun di atas pijakan yang kuat, memberikannya kapasitas.

Siapa lagi yang bisa memimpin muslim Pakistan sebagaimana gambaran di atas? Tentunya sosok pemimpin yang berlandaskan syariah Islam, bukan kepemimpinan korup yang mengekor pada asing. Jika ini terjadi, pasti pemimpin seperti ini mampu menghantarkan Pakistan menjadi negara adidaya di dunia. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version