Oleh: Arista Indriani
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Airlangga)
Narkoba menjadi istilah yang cukup akrab di telinga setiap orang saat ini. Namun, tidak banyak yang memahaminya secara mendetil. Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Istilah lain yaitu Napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif).
Narkoba bisa berupa zat, bahan sintetis maupun alami yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Narkoba pada intinya berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Pengaturan penggunaan narkoba di Indonesia termuat dalam UU No.22 Tahun 1997. Sedangkan penyalahgunaannya berupa pemakaian di luar ketentuan serta peredaran secara ilegal dikategorikan sebagai pelanggaran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pelanggaran atas undang-undang ini berakibat sanksi hukum minimal 5 tahun penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. Untuk obat keras, melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan sanksi pidana kurungan paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Menurut Suryani S.Kp., M.H.Sc. dalam tulisannya “Permasalahan Narkoba di Indonesia”, saat ini penyalahguna narkoba di Indonesia sudah mencapai 1,5% penduduk Indonesia atau sekitar 3,3 juta orang. Sebanyak 80% diantaranya adalah pemuda, dan 3% dari jumlah tersebut telah mengalami ketergantungan pada berbagai jenis narkoba. Bahkan menurut Kalakhar BNN, Drs. I Made Mangku Pastika, setiap hari 40 orang meninggal dunia di negeri ini akibat over dosis narkoba. Angka ini pun tidak menunjukkan jumlah yang sebenarnya dari penyalahguna narkoba. Menurut Dr. Dadang Hawari dalam tulisannya Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA (Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002), angka sebenarnya mungkin jauh lebih besar.
Peredaran narkoba juga sudah merambah semua lapisan masyarakat, mulai dari tingkat menengah ke bawah sampai tingkat menegah ke atas, mulai dari anak SD sampai orang tua. Pada tahun 2011 terdapat 959 siswa SD yang mengonsumsi narkoba, meningkat dari tahun 2010 yang berjumlah 897 kasus. Sementara di kalangan SMP mencapai 1.345 kasus dan siswa SMU sebanyak 3.187 pelajar (Republika, 27/5/2012).
Semakin hari kasus narkoba semakin menjadi-jadi dan semakin banyak dan beragam cara yang dilakukan dalam peredarannya. Temuan narkoba dalam pipa kontruksi yang dikirim dari Cina pada tahun lalu misalnya. Atau penyelundupan narkoba sebanyak 1 ton di pantai Anyer dengan modus dibuang dulu ke laut hingga situasi aman untuk diambil kembali yang berhasil digagalkan pada Juli lalu. Pada bulan Agustus kemarin, dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke-72, dilakukan pemusnahan narkoba serentak di Polda Jatim dan Polres Jajaran.
Direktur Narkoba Polda Jatim Kombes Pol Gagas Nugraha di sela pemusnahan mengatakan, barang bukti narkoba yang dimusnahkan didapat dari pengungkapan 3.306 kasus dan pihaknya berhasil mengamankan 4.057 tersangka. Ini sebagai wujud komitmen dalam memberantas narkoba. “Di Jatim masih banyak peredaran, dan kita harapkan peran aktif dari masyrakat," kata Gagas.
Adapun bb yang dimunahkan adalah ganja seberat 58 kilogram dan 203,39 gram, narkotika bentuk tanaman 43 pot, sabu-sabu sebanyak 55 kilogram dan 530,43 gram, pil ekstasi 25.164 butir, obat keras daftar “G" 1.773.042 butir, okerbaya 17.894 buah. Selain itu ada pula kosmetik tanpa izin 14.940 buah berbagai merek, jamu 25 tong, 15 dos, dan 15.136 botol serta alat produksi jamu dan minuman keras sebanyak 54.874 botol. "Bb tersebut ditaksir bernilai Rp 114.891.849.000 dan dengan pemusnahan ini berarti menyelamatkan 993.279 jiwa," kata dia.
Telah banyak upaya yang dilakukan dalam rangka menanggulangi masalah narkoba. Baik dari aparat maupun Lembaga Sosial Masyarakat (LSM). Bahkan beberapa kali hukuman mati dijatuhkan kepada pengedar narkoba dan beberapa pun telah dieksekusi. Namun, kasus narkoba seolah tak pernah berhenti. Indonesia seolah mewujud surga bagi peredaran narkoba terutama dari Cina dan beberapa negara lainnya. Pengakuan Freddy Budiman, terdakwa pengedar narkoba yang kini telah dieksekusi mati, terkait keterlibatan aparat pada peredaran narkoba semakin menambah keraguan akan penyelesaian tuntas kasus narkoba.
Padahal narkoba tidak hanya mengancam dari sisi kesehatan. Ia pun menjadi biang kerok bagi tumbuh suburnya kriminalitas akibat kecanduan narkoba. Tak terhitung dampak buruknya dalam merusak generasi. Ketiadaan solusi tuntas untuk menyelesaikan kasus narkoba sama dengan membiarkan negara ini menuju kehancuran. Karena Narkoba jauh lebih ganas daripada kanker. ia tidak hanya membunuh individu, namun membunuh masyarakat dan generasi. Ini merupakan masalah sosial sistemik.
Seperti yang diungkapkan Talcott Parsons, dalam berbagai bukunya, ia menyatakan bahwa untuk dapat memahami suatu gejala sosial (seperti juga penyalahgunaan narkoba), harus diperhatikan sistem yang memfasilitasi timbulnya gejala yang bersangkutan.
Richard Munch (dalam tulisannya: “Theory of Action: Towards a New Synthesis Going Beyond Parsons”, London, Routledge,1987) menyatakan bahwa hubungan antar sub-sistem dalam sistem tindakan sosial bersifat amat dinamik. Kondisi ini saling mempengaruhi satu sama lain.
Lebih jauh Richard menyampaikan, penyalahgunaan narkoba itu, secara individual mempunyai sistem pengetahuan sendiri (yang diperolehnya sejak masih bayi sampai dewasa) untuk menghadapi dan beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan yang dihadapi pada saat tertentu. Secara sosial, para penyalahguna narkoba juga mempunyai serangkaian pengetahuan bersama yang digunakan untuk menghadapi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Inilah kenapa permasalahan narkoba dikatakan sebagai permasalahan sosial sistemik. Hal ini sudah menjadi kajian secara internasional. Sehingga untuk menyelesaikannya juga harus dengan cara sistemik. Penangkapan pelaku pelanggaran semata tidak akan menyelesaikan problem narkoba hingga tuntas. Apalagi jejaring peredaran narkoba telah mewujud jaringan mafia internasional yang bersifat profesional.Pelaku pengedar yang tertangkap selama ini seringkali adalah pengedar kelas teri, sementara jaringan pengedar utamanya nyaris tak tersentuh. Korban utama adalah generasi negeri ini.
Islam menyebut narkotika dan obat-obatan terlarang, seperti ganja, heroin, dan lainnya dengan istilah mukhaddirat. Hukum mengonsumsi benda-benda ini, apa pun bentuknya, telah disepakati keharamannya oleh para ulama. Tidak ada satu pun ulama yang menyelisihkan keharaman mukhaddirat tersebut.
Para ulama mengqiyaskan hukum mukhaddirat pada hukum khamr. Mereka berdalil dengan hadis yang dikemukakan Umar bin Khattab RA, "Khamr adalah segala sesuatu yang menutup akal." (HR Bukhari Muslim).
Imam Abu Daud meriwayatkan dari Ummu Salamah mengatakan, "Rasulullah SAW melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan (menjadikan lemah)." (HR Abu Daud).
Dr. Yusuf Qardhawi menerangkan, kalau barang-barang mukhaddirat tersebut tidak dimasukkan dalam kategori khamr atau memabukkan, ia tetap haram dari segi melemahkan (menjadikan loyo). Banyak orang yang memang tidak mabuk mengonsumsi narkoba. Namun, tubuh mereka akan menjadi lemah dan memiliki efek halusinasi.
Dunia saat ini mencari cara efektif untuk menyelesaikan masalah pemberantasan narkoba. Dengan berbagai teori yang disampaikan oleh para pakar dalam bidangnya masing-masing, terutama terkait kondisi sosial masyarakat, namun belum mampu menjadi penyelesai. Islam sebagai agama yang paripurna, kita meyakini mampu memberikan solusi. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan ketaqwaan dari level individu, masyarakat, hingga pejabat negara.
Negeri kita adalah mayoritas muslim, sangat disayangkan jika ternyata jutaan warganya yang muslim mengkonsumsi barang yang telah diharamkan Allah SWT. Pencegahan penyalahgunaan narkoba secara individu dapat diwujudkan dengan membangun ketaqwaan disertai rasa kesadaran akan hubungannya dengan Allah SWT bahwa Allah akan selalu melihat segala yang diperbuat. Disertai pemahaman agama bahwa menggunakaan barang haram -narkoba dan segala yang memabukkan-, akan mendapatkan balasan yang pedih di sisi Allah SWT di akhirat kelak. Adanya kewajiban amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat akan mewujudkan ketaqwaan di level masyarakat.
Selain ketaqwaan yang terus ditanamkan, syariat islam terkait pidana juga harus diterapkan. Mengapa? Karena hakikatnya pidana dalam Islam mengandung hukuman yang berat yang mendatangkan efek jera dan penebus dosa. Pengguna narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada qadhi. Jika pengguna saja dihukum sedemikian berat, apalagi yang mengedarkan atau bahkan memproduksinya. Mereka bisa dijatuhi hukuman mati sesuai dengan keputusan hakim.
Penerapan pidana Islam harus didukung dengan penerapan sistem kehidupan lainnya. Harus diwujudkan pendidikan Islam yang bertujuan untuk membentuk pribadi yang bertaqwa. Ekonomi Islam menjamin kesejahteraan yang berbasis aqidah, menolak pengadaan rizki dari jalan yang haram semisal dengan mengedarkan narkoba. Politik Islam akan mengkaji hubungan luar negeri dengan negara-negara yang terbukti membawa mudharat dan bahaya bagi negara semisal Cina yang secara masif mengirim barang haram narkoba. Begitupun sistem-sistem kehidupan lainnya harus dilandaskan kepada syariat Islam sehingga terwujud Islam yang menjadi rahmat bagi semesta alam.
Namun, sayangnya kehidupan negara saat ini dibangun dengan landasan sekulerisme. Agama tidak dibiarkan mengatur kehidupan kecuali pada sebagian kecilnya seperti pada pernikahan dan hukum waris. Sebaliknya, negara justru mengadopsi aturan-aturan yang bersumber dari pemikiran manusia yang telah diketahui jelas memiliki banyak kelemahan dan kekurangan. Hasilnya, aturan yang dibuat pun tak pernah tuntas menyelesaikan problem di tengah-tengah masyarakat.
Pertanyaannya sekarang, sampai kapan kondisi ini dibiarkan terus terjadi? Penjagaan secara personal mungkin dapat dilakukan. Tapi siapa yang akan menjamin keterjagaan itu di masa yang akan datang? Bahkan dengan adanya perkembangan teknologi, saat ini sudah ada narkoba berupa aplikasi android yang bisa didownload oleh siapa saja. Jikapun selamat di dunia, bagaimana menjamin keselamatan saat pertemuan dengan Allah di pengadilan-Nya?
Sungguh, jika kita berdiam diri dan tidak memperjuangkan penerapan syariat Islam yang akan menyelesaikan problem narkoba hingga tuntas, maka patut kita merasa takut atas penghisabanNya. [syahid/voa-islam.com]