View Full Version
Rabu, 08 Nov 2017

Menyelamatkan Indonesia Secara Obyektif

Oleh: Salis Fathu Rohmah (Mahasiswi Universitas Airlangga)

Pertemuan pimpinan perguruan tinggi se-Indonesia September lalu di Bali menghasilkan kesepakatan untuk menggelar aksi kebangsaan perguruan tinggi melawan radikalisme secara serentak di Indonesia. Sebagai tindak lanjut sejumlah PTN maupun PTS mengadakan kuliah akbar dan deklarasi kebangsaan bersamaan dengan momentum Hari Sumpah Pemuda.

Kegiatan tersebut diklaim bertujuan untuk membangunkan kembali semangat kebangsaan yang mulai luntur serta upaya pencegahan meluasnya radikalisme di kalangan kampusyang dikhawatirkan oleh banyak pihak. Kuliah akbar tersebut memberikan pengajaran kepada mahasiswa dan civitas akademika yang lain untuk menghidupkan kembali nilai-nilai luhur Pancasila untuk menjaga keutuhan NKRI dan melawan radikalisme.

Kurang lebih dalam setahun terakhir pemerintah begitu masifnya mendorong pihak kampus untuk menggelar kegiatan yang semacam di atas dengan mengatasnamakan upaya deradikalisasi. Hal tersebut dikarenakan terdapat anggapan bahwa kampus adalah sarang penyebaran paham yang berbahaya ini yang dapat meracuni pemikiran pemuda dan menghilangkan semangat kebangsaannya untuk menjaga NKRI.

Radikalisme digambarkan sebagai momok yang begitu berbahaya yang bisa mencederai kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Lalu muncul pertanyaan, bagaimanakah wujud radikalisme itu dan seberapa berbahayanya hingga pemerintah beserta pihak kampus bersegera dan berupaya banyak dalam hal ini?

Banyak literatur menyebutkan bahwa radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan sosial maupun politik dengan cara kekerasan. Namun anehnya radikalisme kerap kali diarahkan kepada terorisme yang ujung-ujungnya selalu menyudutkan islam. Bagaimana tidak? Media dari tulisan sampai film selalu menggambarkan teroris adalah penganut Islam yang taat dan bersedia mati untuk Islam. Tidak heran jika sampai menimbulkan apa yang sering disebut Islamophobia.

Anehnya lagi tindakan kekerasan terhadap orang Islam kerap terjadi akibat pengarusan isu tersebut di berbagai tempat terutama di Negara Barat tapi justru tidak pernah disebut sebagai tindakan teror.Padahal jika menyandingkan Islam dengan radikalisme secara obyektif, pastinya kedua hal tersebut sangat bertentangan. Karena Islam tidak pernah mengajarkan perubahan masyarakat dengan cara kekerasan. Memang salah jikaada muslim yang melakukan tindakan teror seperti yang banyak diberitakan. Namun satu hal tersebut seolah menjadi bahan ampuh untuk menghabisi dan mengubah image Islam secara keseluruhan menjadi menakutkan.

Inilah yang juga dihembuskan kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim hingga membuat phobia dengan agamanya sendiri. Begitu juga yang diaruskan di kalangan pemuda, dikatakan bahwa kelompok Islam yang menginginkan tegaknya syariat Islam justru dianggap bagian dari radikalisme yang dijadikan sebagai musuh bersama karena memecah belah NKRI.

Dalam tema yang diambil pada kuliah kebangsaan tersebut dikatakan bahwa upaya deradikalisasi diwujudkan dengan menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila. Pertanyaannya, sejauh mana aplikasi nilai luhur Pancasila ini diterapkan hingga dapat menjaga negara ini? Apakah cukup dengan deklarasi diri bahwa pemuda adalah abdi setia pada Pancasila bisa memperbaiki negara? Namun terakhir kali justru beberapa kelompok masyarakat dan pemuda yang kritis terhadap pemerintah dibubarkan secara sepihak.

Upaya pemuda bangsa yang mencita-citakan perbaikan negeri ini dengan mengkritisi kebijakan, seperti pada aksi BEM SI, justru dipenjarakan dan disebut berseberangan dengan pemerintah. Upaya nyata tersebut justru dibungkam dan dihabisi dengan solusi pragmatis untuk negeri ini. Kemudian Islam sebagai solusi hakiki untuk menjadikan baik negeri ini jusru tidak diambil bahkan dimusuhi.Padahal Islam adalah serangkaian aturan yang datangnya dari Allah Yang Maha Baik.

Justru dengan Islamlah nilai-nilai luhur yang dimaksud dalam Pancasila dapat diterapkan senyata-nyatanya dalam kehidupan. Sudah terlalu banyak fakta menjelaskan bahwa kita tidak dapat berharap pada kapitalisme yang justru terus menggerogoti negeri ini. Sistem yang menuhankan uang dengan segala bentuk keserakahan dan penjajahannya inilah yang telah membuatseluruh tatanan kehidupan menjadi buruk termasuk dinegeri ini.

Maka jika benar cinta kepada negeri ini seharusnya pemuda muslim kembali ke identitas muslimnya untuk berjuang menegakkan sistem Islam dan membuang jauh-jauh kapitalisme yang menyengsarakan. Itulah yang dapat menyelamatkan negeri ini dari kehancuran realita hidup bangsa ini. [syahid/voa-islam.com]

 


latestnews

View Full Version