Oleh : Risnawati
Sekian banyak masalah yang dihadapi negeri ini, salah satunya adalah privatisasi aset publik atau negara. Maka banyak aset publik dan negara jatuh ke tangan individu, baik asing maupun lokal. Sebut saja, jatuhnya Indosat ke tangan Singapura, tambang emas di Papua ke tangan Freeport McMoran, dan masih banyak yang lainnya.
Seperti dilansir dalam Kompas.com bahwa rencana pembentukan induk usaha (holding) pertambangan memasuki babak baru. Ini ditandai rencana penghapusan status persero pada tiga BUMN pertambangan.
Ketiga BUMN tersebut adalah PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk. Rencana tersebut akan dibahas pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Rabu, 29 November 2017 mendatang.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyebutkan, perubahan status tiga BUMN itu menjadi nonpersero merupakan upaya swastanisasi pemerintah terhadap perusahaan milik negara. Agus mendesak pemerintah mengevaluasi ulang wacana penghapusan status persero pada 3 BUMN itu.
"Ini upaya oknum negara bisa bebas jual saham tanpa izin DPR. Saya sudah berupaya mencegahnya dengan mengajukan judicial review ke MA bersama Pak Mahfud MD, tapi kalah," kata Agus dalam pernyataannya, Selasa (14/11/2017).
Sebagai informasi, pemerintah menjadikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2016 sebagai landasan dalam menghapus status Persero pada Antam, Bukit Asam dan Timah. Padahal, menurut Agus implementasi rencana holding BUMN sendiri bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Sebuah ironi perusahaan super sehat dipaksa melebur dan merger dengan perusahaan yang belum Tbk. Dimana-mana yang terjadi perusahaan yang sudah listed biasanya yang menjadi lead, ini justru tiga perusahaan listed harus menjadi anak perusahaan-perusahaan yang belum listed. Siapa yang diuntungkan? Lalu apakah Antam, Timah dan Bukit Asam tak lagi jadi BUMN?
...privatisasi aset publik dan negara ini hukumnya haram, karena kepemilikan terhadap masing-masing aset ini telah ditetapkan oleh Allah; kepemilikan umum sebagai hak publik, dan kepemilikan negara sebagai hak negara...
Bagaimana Pandangan Islam?
Dengan menggunakan kaidah status hukum industri mengikuti apa yang diproduksinya, maka jenis kepemilikan BUMN yang bergerak di bidang industri (PT Aneka Tambang, PT Tambang Timah, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam, PT Semen Gresik dan PT Krakatau Steel) dapat ditentukan. Apabila barang barang yang diproduksi industri (pekerjaan mengubah bahan baku menjadi bahan jadi) tersebut adalah termasuk dalam kategori kepemilikan individu, maka industri tersebut bisa digolongkan ke dalam jenis kepemilikan individu (al-milkiyyat al-fardiyyah/private property). Apabila industri tersebut memproduksi barang-barang yang termasuk dalam kepemilikan umum, maka berdasar kaidah di atas, industri itu tergolong dalam jenis kepemilikan umum (al-milkiyyah al-'ammah/ public property) meskipun industri ini adalah milik negara (al-milkiyyat al-dawlah/state property).
Berdasarkan hal itu maka, semua BUMN yang bergerak dalam bidang industri pertambangan dan energi (PT Aneka Tambang, PT Tambang Timah, PT Tambang Bukit Asam) mutlak dan wajib tidak boleh untuk diprtivatisasikan. Hal ini bisa kita qiyas-kan dengan kategori "api" yang telah ditetapkan dalam hadith nabi "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api..." Sebab yang dimaksud dengan "api" adalah bahan bakar dan apa saja yang terkait dengannya sehingga minyak, gas alam, timah dan batu bara beserta seluruh alat eksplorasinya adalah termasuk dalam kepemilikan umum (al-milkiyyat al-'ammah/ public property).
Selain itu, negara tidak hanya dilarang untuk melakukan privatisasi BUMN saja, tetapi juga wajib mencabut izin pengelolaan barang tambang yang telah terlanjur diberikan kepada pihak swasta, termasuk di dalamnya adalah perusahaan-perusahaan tambang dan perusahaan minyak asing raksasa seperti Exxon (melalui Caltex) dan PT Freeport Indonesia di Papua yang mengelola tambang emas.
Dengan demikian privatisasi aset publik dan negara ini hukumnya haram, karena kepemilikan terhadap masing-masing aset ini telah ditetapkan oleh Allah; kepemilikan umum sebagai hak publik, dan kepemilikan negara sebagai hak negara. Kepemilikan ini tidak boleh diubah, kecuali dengan izin yang diberikan oleh hukum syara’. Selain itu, keharaman privatisasi ini juga datang dari aspek, bahwa penguasaan asing terhadap aset ekonomi suatu negeri, khususnya negeri Muslim, bertujuan untuk mengokohkan penguasaan mereka terhadap negeri tersebut. Ini sama dengan membuka pintu bagi kaum kafir untuk menguasai kaum Muslim. Ini jelas haram (QS an-Nisa’ [04]: 141).
Karena itu, seluruh bentuk kebijakan seperti ini, dalam Islam, akan dinyatakan batal demi hukum. Meski, kebijakan ini melibatkan individu atau negara lain. Karena kebijakan ini jelas telah melanggar hukum syara’. Selain itu, syarat-syarat yang ditetapkan dalam berbagai perjanjian ini merupakan syarat-syarat yang menyalahi hukum Islam. Dalam hal ini, dengan tegas Nabi SAW bersabda: “Bagaimana mungkin suatu kaum membuat syarat, yang tidak ada dalam kitabullah. Tiap syarat yang tidak ada dalam kitabullah, maka batal, meski berisi seratus syarat. Keputusan Allah lebih haq, dan syarat Allah lebih kuat.” (Lihat, al-Hindi, Kanz al-‘Ummal, hadits no. 29615)
Walhasil, dibatalkannya kebijakan privatisasi ini, maka konsekuensinya, perusahaan publik atau negara yang dikuasai oleh individu, akan ditata ulang oleh Negara berdasarkan hukum syara’. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak harus dibubarkan, tetapi cukup diubah akadnya. Dengan demikian, statusnya pun pasti berubah, dari milik privat menjadi milik publik dan negara. Selain bentuknya menggunakan perseroan saham (PT terbuka), yang jelas diharamkan, dan harus diubah, juga aspek kepemilikan sahamnya akan dikembalikan kepada masing-masing individu yang berhak. Karena akad ini batil, maka mereka hanya berhak mendapatkan harta pokoknya saja. Sedangkan keuntungannya haram menjadi hak mereka. Wallahu a’lam. (rf/voa-islam.com)
*Staf Dinas Tanaman Pangan & Hortikultura Kolaka
Ilustrasi: Google