Oleh: Umar Syarifudin
Dikutip New York Times, Sabtu (25/11/2017) terjadi bom bunuh diri di masjid Al-Rawda, Sinai, Mesir, serangan mengerikan menewaskan 235 orang dan 109 orang lainnya terluka. Serangan bom dan penembakan terjadi usai salat Jumat.
Abdel Fattah al-Sisi, Presiden Mesir mengatakan bahwa tentara Mesir akan menanggapi tragedi serangan bom di masjid itu dengan kekerasan. Beberapa jam kemudian militer Mesir meluncurkan serangan udara dengan sejumlah pesawat jet tempur di dekat Bir al-Abed. Militer mengklaim, serangan balas dendam ini menewaskan sejumlah teroris dan fasiltas senjatanya.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan cepat mengecam serangan di masjid tersebut dan mencelanya sebagai ”serangan mengerikan dan pengecut”.
Sorotan Kritis
Aksi terorisme sangat tidak bisa ditolerir.Tragedi ‘Bom Mesir’ ini membuat kita marah, hilangnya nyawa yang tak bersalah adalah tragedi besar, dan Islam membenci pembunuhan orang-orang yang tidak bersalah, siapa pun mereka. Tidak seperti rezim Amerika dan sekutunya yang mengabaikan hilangnya nyawa yang tidak bersalah di banyak negeri-negeri muslim, sebagaimana sikap Bashar al-Assad yang mengambil dua ratus ribu nyawa rakyatnya.
Tragedi ini terjadi di tengah realitas rezim Mesir yang mengalami kegagalan ekonomi neoliberal Mesir, sebagai akibat dari al Sisiyang menjadi subordinasi terhadap keputusan Amerika Serikat (AS) dan rekomendasi dari Bank Dunia. Kepentingan utama AS di Mesir adalah mencegah desain konstitusi Islam yang kaffah yang melahirkan model transformasi dan kepemimpinan yang dapat melawan hegemoni AS di Timur Tengah.
Sayangnya, kita melihat politisi dari berbagai spektrum dan beberapa di media Mesir dan barat yang menggunakan momentum pembunuhan atas orang-orang yang tidak bersalah ini atas tujuan politik mereka sendiri. Mereka mengekspos prasangka mereka kepada sekelompok kaum muslim, dan menggunakan serangan ini untuk menciptakan iklim ketakutan umum dalam skala yang lebih luas. Seolah-olah rezim ini ingin menciptakan lebih banyak ketakutan baru kepada umat Islam.
Kita jelas mengutuk standar ganda AS dan Mesir yang memanfaatkan tragedi Bom Mesir ini didorong faktor politis,liputan media yang terus-menerus dan ambisius untuk memerangi terorisme dalam ‘perspektif AS’. Standar ganda yang jelas adalah Israel dilindungi, tapi pengabaianbahkan dukungan dari antek Barat ketika menyangkut kematian dan penderitaan masyarakat di Dunia Muslim atas pembantaian AS dan sekutunya.
Tak pelak lagi tragedi ini akan dipelintir dengan seksama untuk mencapai tujuan kebijakan Mesir dan AS secara khusus, melegitimasi penyerangan lebih lanjut dan membesar-besarkan ancaman yang dihadapi Mesir.
Jenazah-jenazah yang bergelimpangandari korban akan menjadi batu loncatan bagi sekutu Amerika untuk meluncurkan serangan untuk mencapai kemajuan proyek lebih lanjut terhadap lawan-lawan yang akan disingkirkannya.
Kita juga mengkalkulasi bahwa Mesir akan mengeksploitasi gelombang emosi dan simpati dalam negeri. Kepedihan dan emosi publik akan dimanipulasi untuk mencapai tujuan yang dikalkulasi. Situasi ini dapat memungkinkan ‘proyek baru’ yang diluncurkan atau mendorong perubahan strategis tertentu di Mesir maupun skala luas atas nama ‘Global war on Terrorism’. Bergilirnya waktu akan menjawabfakta riil dibalik pemboman Mesir ini. Namun, sejarah memberikan kompas yang cukup akurat, memungkinkan kita untuk menganalisissikaprezim kolonialis dan anteknya yang tidak tulus untuk membela kaum muslim.
Walhasil, masyarakat harus mengutuk keras setiap aksi teror, sertamenolak agar insiden berdarah initidak digunakan sebagai alasan bagi rezim untuk menyalahkan Islam dan komunitas umat Islam yang kritis terhadap penguasa. Kaum muslim juga mewaspadai agar tragedi ini tidak dimanfaatkan untuk melanjutkan proyek domestik seperti mencegah penerapkan oleh Alquran dan Sunnah secara kaffah, lalu dihardik dengan tudingansemakin anda semakin Islami, maka semakin berpotensi menjadi ancaman negara.
Tragedi ini tidak mengubah kewajiban umat untuk mengekspos agresi barat terhadap umat Islam. Demikian pula, kita seharusnya tidak membiarkan Islam dan ulama tetap dituduh oleh pembenci penerapan hukum Syariah. Umat Islam yang kini makin melek politik perlu mengartikulasikan pesan Islam kepada masyarakat luas, menunjukkan bagaimana Islam adalah solusi bagi ekonomi, politik dan kemanusiaan.
Kaum muslim Mesir secara khusus, tidak boleh berhenti mengekspos ideologi palsu kapitalisme yang melanggengkan kesengsaraan di Mesir, karena ideologi ini kunci eksploitasi dan penjajahan umat Islam. Selanjutnya umat Islam waspada setiap maneuver dan strategi oleh Amerika atau proxynya untuk mengeluarkan kebijakan melawan kaum Muslim di bawah kedok memerangi terorisme yang menggunakan simpati publik yang dibuat setelah terjadinya pemboman di Mesir. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google