Sahabat VOA-Islam...
Berbicara mengenai politik, banyak orang berpendapat politik itu kotor, politik itu ujung-ujungnya korupsi, perebutan kekuasaan, birokrasi yang berbelit, cuma bicara atas nama rakyat, nyatanya nol besar. Betul atau betul?
Hal tersebut jelas menjadi pemahaman yang sudah terpatri di tengah umat, karena memang itulah kenyataan yang kita lihat, dengar, dan rasakan. Bahkan politik demokrasi yang saat ini diagungkan menjadi ketakutan tersendiri bagi sebagian orang. Bagaimana tidak merasa takut, alih-alih umat menginginkan kesejahteraan karena slogannya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, nyatanya saat ini umat makin sengsara dengan berbagai kebijakan yang tidak merakyat dikeluarkan oleh pemerintah. Meskipun begitu, pemerintah tetap berupaya melanggengkan sistem ini, bagaimanapun reaksi rakyatnya. Seolah buta, bisu, dan tuli terhadap penderitaan rakyat.
Lain halnya dengan politik dalam Islam yang berarti pengurusan urusan umat, tentunya pengurusan ini tidak terkecuali pada hal-hal tertentu, tapi seluruh urusan dan kebutuhan umat menjadi kewajiban yang ditunaikan oleh penguasa. Dan politik ini haruslah dijalankan oleh negara yang memegang teguh Islam itu sendiri, agar tercipta kesejahteraan, yaitu pemerintahan Islam dalam bingkai khilafah.
Tidak dipungkiri, saat ini kesadaran dan pemahaman umat tentang politik, tentang khilafah semakin positif. Aksi bela Islam dua tahun kebelakang menjadi momentum bangkitnya kesadaran umat akan pengurusan urusannya yang salah dijalankan oleh penguasa, dan mereka mulai menyuarakan sistem Islam untuk diterapkan. Perasaan umat yang tercabik ketika kitab sucinya dihinakan, ulamanya dinistakan, agamanya dilecehkan membuncah menginginkan perubahan.
Tak terkecuali ini juga adalah peran para pengemban dakwah Islam dan penyuara penegakan kembali khilafah, sistem pemerintahan Islam yang hakiki. Perubahan niscaya diinginkan oleh umat, dan Islam menawarkan solusi fundamental atas segala permasalahan yang ada, semuanya, politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan, hukum, dsb.
Namun sayangnya, perwujudan perubahan revolusioner dengan ide khilafah ini mendapat pertentangan nyata dari para penguasa dzalim di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Beberapa waktu lalu, sebuah ormas Islam, yaitu Hizbut Tahrir Indonesia menjadi sasaran ketakutan rezim akan kebangkitan umat dan tegaknya khilafah. Karena kekonsistenannya dalam menyuarakan penerapan syariah dalam naungan khilafah. Pemerintah membubarkan secara sepihak ormas tersebut, tanpa melalui persidangan yang ditentukan oleh perundangan karya mereka sendiri.
Tuduhan kelompok radikal, pemecah belah umat, pengkhianatan terhadap Pancasila, demokrasi, dan NKRI yang notabene harga mati menjadi beberapa alasan pembubarannya. Hingga dalam prosesnya, ormas tersebut mengajukan hal itu ke PTUN. Langkah-langkah pun dilakukan penguasa untuk membungkamnya.
Pemerintah berupaya untuk membuktikan bahwa khilafah bukan bagian dari Islam, bahwa khilafah adalah sebuah ideologi yang bertentangan dengan ideologi Pancasila, bahkan gugatan sang ormas di PTUN pun dihadapi begitu rupa dengan meminta masukan berbagai pihak. Miris ketika pendapat bersebrangan malah keluar dari pihak-pihak yang notabene ahli dalam ilmu agama dan beberapa bidang ilmu lainnya. Kata-kata semacam ideologi, khilafah, bendera Rasulullah Liwa dan panjinya Rayyah, menjadi semacam racun yang siap membawa kematian demokrasi Pancasila. Padahal semua itu karena semata ketidakpahaman akan hal-hal tersebut.
Ketakutan rezim atas tegaknya khilafah diwujudkan dengan mengkriminalisasi ide khilafah itu sendiri juga para pengemban dakwah Islam kaffah. Mempidanakan para ulama, habaib, dan orang-orang yang lantang menyuarakan kebenaran. Membendung suara-suara berbagai pihak yang menentang ide khilafah. Tengok saja perlakuan hukum pada Ust. Habib Rizieq Shihab, atau perselisihan yang diterima Ust. Felix Siaw, Ust. Abdul Somad dll hanya karena ingin menyampaikan kebenaran, meluruskan pemahaman umat tentang aqidahnya, membantu memberikan solusi masalah kehidupan. Tak peduli pada umat yang sudah haus akan ilmu Islam dan solusi hakiki dari masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
Sejatinya khilafah adalah bagian dari ajaran Islam, sebuah sistem pemerintahan yang berdasar pada kitabullah dan sunnah Rasulullah, dan tegas khilafah memang bukan sebuah ideologi. Sebagaimana Pancasila yang mereka klaim sebagai sebuah ideologi. Karena nyatanya ideologi di dunia itu hanya ada tiga, yaitu Sosialis Komunis, Kapitalisme, dan Islam.
Ideologi adalah sebuah aqidah yang diperoleh dengan cara berfikir (aqliyah) yang darinya terpancar peraturan-peraturan kehidupan. Namun ideologi yang shahih hanyalah Islam, karena aqidahnya shahih yaitu aqidah Islamiyyah. Berbeda dengan kedua ideologi yang lain yaitu Sosialis komunis dan kapitalis yang beraqidah batil. Kapitalis yang saat ini diemban dan diterapkan oleh negara-negara di dunia mengesampingkan peran agama dari kehidupan (sekuler), maka jelaslah ketika agama disuarakan maka pengaturan kehidupan yang serba bebas saat ini merasa terancam, takut akan kejatuhannya.
Islam adalah satu-satunya ideologi yang benar karena menyandarkan semua pada pengaturan Allah, bukan hanya pengaturan ritual agama, atau nilai-nilai ruhiah saja. Tapi pengaturan seluruh aspek kehidupan. Kembalilah pada penerapan ideologi Islam dalam bingkai negara Khilafah Islamiyyah, tidak hanya diposisikan sebagai sebuah agama, tapi sebuah ideologi yang tidak ada yang perlu ditakutkan dalam pengaturannya, karena Islam hadir sebagai Rahmat bagi seluruh alam.
Keyakinan kita pada Allah sebagai pencipta dan pengatur senantiasa dihadirkan dalam berpolitik sekalipun, karena politik Islam adalah pengurusan total urusan umat, segala bidang. Wallahu'alam bi ashshawab. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Ratih ummu Rafa - Komunitas Belajar Nulis