Oleh: Heni Yuliana S. Pd
Orang Indonesia itu, belum makan namanya kalau belum bertemu nasi. Itulah ungkapan yang sering kita dengar. Ini tidak berlebihan, karena memang begitu lah adanya. Nasi menjadi makanan pokok mayoritas penduduk negeri ini. Sehingga beraspun menjadi komoditi strategis.
Kita tergantung sekali pada tanaman Oryza sativa (padi) ini. Sehingga ketika panen raya tiba semua bergembira. Itu artinya pasokan pangan kita melimpah. Terlebih lagi bagi para petani. Akan terbayar jerih payah menanam selama musim tanam. Itulah yang ada di benak petani tatkala melihat padinya mulai menguning.
Hal ini tidak terjadi di panen raya besok. Petani dipaksa menelan pil pahit kekecewaan. ikhwalnya ialah rencana Kementerian Perdagangan yang akan membuka keran impor beras pada akhir Januari ini. Impor 500.000 ton beras itu berasal dari Thailand dan Vietnam.
Ini menjadi pukulan telak bagi para petani. Seperti yang kita ketahui Februari-Maret mendatang akan ada panen raya di beberapa wilayah di Indonesia. Jadi dengan adanya impor beras akhir januari ini akan menjatuhkan harga gabah petani.
Kekhawatiran ini disampaikan oleh Jenderal (Purn) TNI Moeldoko. Beliau menilai pemerintah harus berhati-hati dalam memutuskan impor. Jangan sampai keputusan impor ini membuat resah masyarakat dan petani. Sehingga harga gabah anjlok saat panen raya sebentar lagi. (Liputan6.com)
Sebenarnya dengan tidak membuka keran impor pun petani tidak untung banyak. Modal yang mereka keluarkan tatkala mengelola lahan juga tidak sedikit. Pasalnya harga bibit, obat-obatan dan pupuk tidak lagi bersahabat. Walhasil dengan adanya impor bikin petani makin tekor.
Kebijakan impor ini seharusnya tak diambil oleh pemerintah. Negeri ini mempunyai lahan panen mencapai 1.638.391 hektar. Jadi ada yang salah ketika impor beras ini sampai dilakukan.
Aroma galang dana
Tercium aroma galang dana dalam kebijakan ini. Pasalnya dalam memutuskan impor kementrian Perdagangan tetlebih dahulu melakukan koordinasi dengan para pengusaha bukan dengan lembaga terkait yaitu Kementrian Pertanian.(rilis.id)
Seperti yang kita ketahui Indonesia akan menggelar pemilu pada tahun 2019 mendatang. Dan sudah menjadi rahasia umum jika pesta rakyat ala Demokrasi ini membutuhkan budget yang besar. Sehingga siapa pun yang ingin berlaga di pentas ini harus merogoh kocek dalam-dalam.
Dan dana yang besar ini tak mungkin bisa ditanggung oleh perseorangan. Mereka harus menggaet pengusaha kelas kakap untuk dijadikan sponsor. sehingga terjadilah kongkalikong antara penguasa dan mafia pangan. Kembali rakyat ditumbalkan.
Penguasa bermental neolib seperti ini lumrah dalam sistem Demokrasi kapitalis. Mereka mengabdi pada kepentingan korporasi bukan untuk rakyat. Rakyat yang semestinya diri'ayah/diurusi malah diperas demi kepentingan diri dan kelompoknya.
Solusi pangan dalam Islam
Dalam Islam, ketika sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat akan di utamakan oleh negara. Islam memiliki konsep visi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpiannya. Termasuk masalah pangan. Dosa besar jika ada rakyat nya yang kelaparan sementara ia kenyang.
Dalam meningkatkan produktivitas tanah Islam pun mengaturnya.
Rasulullah bersabda,"Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya"(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
Tidak akan ada tanah yang mubadzir. Jika dalam waktu 3 tahun berturut-turut tidak dihidupkan maka negara akan mengambil alih.
Negara memberikan kemudahan dalam mengelola lahan. Bibit, pupuk dan obat-obatan akan disupport penuh dengan subsidi yang besar dari negara. Sehingga tidak akan ditemui petani yang tak mampu mengelola lahannya karena tak punya modal.
Selanjutnya dalam mekanisme pasar negara akan mendorong terciptaanya kesimbangan. Dengan menggunakan mekanisme supply and demmand (permintaan dan penawaran) bukan dengan kebijakan pematokan harga. Tindakan curang seperti monopoli pasar, penimbunan, riba dan penipuan akan ditindak tegas. Jadi tidak ada yang bisa memainkan harga semaunya.
Dengan ini kerahmatan Islam akan tercipta. Tidak ada yang merasa didzolimi. Terlebih para petani yang punya andil besar dalam pemenuhan masalah pangan. Semua ini bisa tercapai ketika negeri ini mengadopsi seluruh aturan islam secara kaffah dalam bingkai daulah khilafah. Wallahu'alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google