View Full Version
Selasa, 20 Mar 2018

Wanita dalam Rotasi Peradaban, dari Jahiliyah hingga Islam

Oleh : Shafayasmin Salsabila*  

Dunia tidak pernah senyap dari perbincangan seputar wanita. Zaman silih berganti, apakah wanita sudah berada dalam kondisi layak dan sejahtera? Coba kita simak 'perjalanan' wanita dari masa ke masa.

Wanita di Zaman Jahiliyah

Menaiki mesin waktu. Pada masa peradaban Yunani kuno, wanita seperti barang dagangan yang diperjual belikan. Posisinya tidak lebih dari sekedar pemuas nafsu lelaki semata. Dihargai untuk dinikmati. Tidak memiliki hak sipil dan juga hak waris.

Keyakinan Yunani Kuno kepada para dewa tertuang pada buku-buku sejarah. Bagaimana kegemaran dewa-dewa mereka berselingkuh dan berbuat mesum. Jika sekelas dewa saja melakukan hal curang seperti itu, apalagi manusia yang mengikutinya. Maka pelacuran menjadi hal lumrah, menjadi bagian dari kehidupan sosial di Yunani Kuno. Wanita sering pula dikorbankan demi kepentingan politik suaminya. Istri dijadikan umpan.

Melompat kepada peradaban 'rival' nya. Peradaban Romawi tidak jauh lebih baik dalam memperlakukan wanita. Bahkan lebih sadis. Selain dieksploitasi tubuhnya, kedudukan wanita direndahkan dan dipandang sebelah mata.

Seorang lelaki dianggap tidak bersalah jika membunuh istri dan anaknya bila ia tidak suka dengan perbuatan istri dan anaknya. Dalam kehidupan rumah tangga, istri dilarang menyelisihi suaminya dan dilarang meminta pisah. Lelaki Romawi memegang prinsip 'Nunquam Exvitus Muliedrus' yakni ikatan yang diberikan kepada wanita (istri) selamanya tidak boleh dilepaskan.

Kaum wanita ditindas bahkan oleh pasangannya sendiri. No freewill, tidak memiliki kehendak.

Berpindah pada peradaban yang terdapat di India. Nasib wanita lebih mengerikan lagi. Sati, sebagai tradisi Hindu memasung hak hidup seorang wanita. Seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, wajib melaksanakan prosesi membakar diri. Tapi tidak berlaku bagi lelaki. Wanita India diperlakukan tidak adil.

Menyambangi peradaban Cina Kuno. Wanita harus berpuas diri menjadi warga kelas dua. Sebatas melayani. Tidak mendapat hak untuk belajar apalagi sampai kepada gelar bangsawan.

Cikal Bakal Perjuangan Wanita Dimulai

Dari catatan kelam tentang wanita tersebut, pemikiran tentang hak asasi manusia (HAM) mulai bangkit. Gerakan emansipasi mulai menggeliat sebagai wujud protes wanita atas ketidakpastian dan ketidakjelasan nasib mereka selama berabad-abad.

Teriakan 'Genderisme' dan kesetaraan menyeruak kian lantang. Gemanya kembali menyapa jalanan, menuntut untuk mendapatkan hak yang sama dengan lelaki. Menghapus diskriminasi dan menggugat norma dan agama yang dirasa menekan dan memenjarakan mereka.

Padahal mereka melupakan satu hal. Sebuah sejarah tentang peradaban gemilang berusaha disembunyikan. Beberapa pihak takut kemilaunya akan kembali dan memikat banyak mata.

Peradaban Memulian Wanita itu Bernama Islam

Sebuah peradaban yang dibangun selama 13 abad. Berawal dari tanah arab, meluas hingga 2/3 wilayah dunia. Dialah peradaban Islam yang telah menghantarkan wanita pada kemuliaannya dan mengembalikannya kepada fitrah. Jika saja wanita Yunani ataupun Romawi mencicipi sedikit saja manisnya, niscaya mereka akan bergembira tiada tara. Sesuatu yang direnggut, diberikan secara cuma-cuma dan sempurna oleh Islam.

Peradaban Islam, menempatkan wanita dalam sebuah posisi yang mulia dan terjaga. Cerminan seorang wanita muslim adalah dipenuhi dengan kesucian, harga diri, terhormat dan cerdas.

Islam menempatkan wanita dan laki-laki setara, pada aspek kesempatan untuk mendapatkan pahala, untuk meraih keridhoan Allah Ta'ala. Bagi orang-orang yang beriman, ridho Allah adalah alasan kebahagiaan.

"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain." (Ali ‘Imran: 195)

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Al Ahzab : 35)

Tidak seperti peradaban yang lain, Islam memberikan peluang untuk belajar, bahkan diwajibkan bagi seluruh muslim dan muslimah untuk menuntut ilmu.

"Menuntut ilmu itu adalah wajib atas seluruh kaum muslimin dan muslimat". (HR. Muslim)

Maka munculah sosok bunda Aisyah ra., sebagai sosok wanita pendamping hidup Rasul, yang amat cerdas. Aisyah berperan besar dalam menyampaikan hadits-hadits Rasul kepada generasi umat Islam. Beliaulah sang pelopor yang memiliki peran besar dalam memajukan keilmuan umat Islam. Aisyah berkiprah dalam ranah publik, menyampaikan gagasan-gagasannya kepada para penguasa dalam urusan kenegaraan dan dihadirkan dalam rapat-rapat kenegaraan.

Islam menempatkan wanita dalam posisi yang terhormat. Sejak kelahirannya, bayi perempuan mendapatkan keistimewaan. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasul Saw bersabda : "Barang siapa diamanahi Allah seorang putri, bila ia mati tidak ditangisi dan bila hidup dididik secara baik, dia dapat jaminan surga". (HR Abu Daud dan Hakim).

Saat seorang wanita menjadi ibu, ia pun diberikan penghargaan yang sangat bergengsi. Dalam sebuah hadits, Rasul mengulang tiga kali 'ibu' saat muncul pertanyaan tentang siapa orang yang harus diperlakukan dengan baik. Artinya Rasul menegaskan bahwa kehormatan dan kemuliaan ibu sebagai pembimbing, pendamping dan pendidik utama anaknya, yang keutamaannya melebihi ayah sebanyak tiga kali.

Begitu indah Islam memperlakukan wanita. Suara sumbang tentang tuntutan kesetaraan dan keadilan gender, tidak pernah ada sepanjang sejarah Islam. Jika sekarang mulai terdengar kembali di telinga, itu disebabkan peradaban Islam yang agung telah tiada. Maka wajar jika penindasan dan pelecehan kembali marak, seakan peradaban di zaman kuno kembali di masa kini.

Jika kita mau sedikit belajar dari sejarah, tentunya bukan peradaban bengis dan rusak yang ingin kita ambil melainkan peradaban Islam yang dahulu pernah terbukti menjadi 'rumah' yang ramah bagi wanita. Maka kenapa kita tidak bersegera untuk kembali berotasi menuju peradaban gemilang di tangan para wanita yang dimuliakan? 

Wallahu a'lam bish-shawab.

*Komunitas Revowriter, Founder Ikatan Sahabat Hijrah Indramayu dan Pemerhati Perempuan


latestnews

View Full Version