View Full Version
Kamis, 22 Mar 2018

Melawan Imperialisme Pemikiran Barat

Oleh: Ary H. (Pengelola FP Mudah Nulis)

Sedari awal kebangkitannya, sekulerisme telah menempatkan Islam sebagai musuh. Tentunya, yang dimaksud bukanlah sekedar Islam sebagai agama, namun Islam sebagai sebuah pandangan hidup berikut seperangkat aturan hidupnya yang terlahir darinya.

Oleh karena itu, penyebaran pemikiran sekulerisme tidak hanya dilakukan dengan penjajahan fisik. Akan tetapi dilakukan pula dengan penjajahan pemikiran. Tersebab kekuatan Islam yang utama terletak pada pemikirannya yang bersumber dari Al Quran dan Assunnah, serta keterikatan kaum muslim terhadapnya.

Apalagi pasca perang dingin. Setelah menumbangkan komunisme Uni Soviet, Sekulerisme yang saat ini dipimpin AS pun membidik Islam. Karena secara historis, Islam merupakan pandangan hidup yang pernah memimpin dunia terlebih dulu sebelum komunisme dan sekulerisme. Apatah lagi sebagai sebuah pandangan hidup, Islam tak begitu saja mudah dihilangkan dari hati dan pikiran kaum muslim.

Hal inilah yang mendasari adanya gerakan imperialisme pemikiran untuk menghambat gerakan kebangkitan Islam. Gerakan imperialisme pemikiran ala sekulerisme muncul dengan empat karakteristik, yakni:

Pertama, harakah at-tasykik (gerakan peragu-raguan). Berupa gerakan atau langkah-langkah untuk menimbulkan keragu-raguan kaum muslim terhadap ajaran Islam. Terkadang gerakan ini memanfaatkan adanya kebolehan berbeda pendapat di kalangan ulama kaum muslim. Karena kaum muslim memahami bahwa di dalam ajaran Islam terdapat perkara yang qath’i (pasti) dan ijtihadi.

Gerakan tasykik ini acapkali menyerang berbagai perkara yang sudah pasti di dalam Islam supaya menjadi samar. Berbagai hukum yang qath’i semisal kekharaman khamr, kewajiban menutup aurat, kewajiban pelaksanaan hukum dan sebagainya dibuat menjadi wilayah ijtihadi. Dampaknya, muncul sikap netral dan relatif dari kaum muslim ketika memandang seluruh ajarannya. Ketika ada sebagian kaum muslim yang berpegang teguh kepada ajarannya, maka label fanatik pun siap ditempelkan.

Sehingga tak aneh jika istilah fanatik dilabelkan kepada orang yang mewajibkan kerudung, menolak aktifitas pergaulan bebas, mengharamkan khamr dan sebagainya. Begitu pula istilah fundamentalis, radikalis, teroris dan yang semacamnya dilabelkan terhadap kaum muslim yang menyerukan penerapan syariah Islam secara kaffah.

Kedua, harakah at-tasywih (gerakan pencitraburukan). Yaitu menghilangkan rasa kebanggaan terhadap Islam dan ajarannya. Langkah-langkah ini dilakukan dengan mencitrakan Islam sebagai sesuatu yang buruk dan menakutkan. Berbagai tuduhan keji disematkan terhadap Islam. Rasa rendah diri yang akut mendera umat Islam. Islamophobia yang ditumbuhkan Barat pun menjalar ke kalangan kaum muslim.

Tak sedikit umat Islam yang lebih bangga membicarakan pemikiran Barat dibandingkan mendakwahkan Islam. Bahkan tak sedikit orang tua yang justru khawatir ketika anaknya tiba-tiba tak mau berpacaran, sering ikut pengajian dan kumpul-kumpul di masjid. Sebaliknya, mereka merasa tenang ketika anaknya pergi bersama pacarnya, atau nongkrong di jalanan bersama teman-temannya hingga larut malam.

Ketiga, harakah at-tadzwib (gerakan akulturasi). Gerakan ini dilakukan dengan pelarutan berbagai pemikiran Barat dengan Islam. Yang paling nampak dari gerakan ini adalah propaganda ide pluralisme, yakni wihdatul adyan (penyatuan agama), global teologi atau ide semua agama satu tuhan. Begitu pula dengan dialog peradaban yang lebih cenderung terkesan sebagai doktrinasi peradaban. Dengan gerakan akulturasi ini, diharapkan kaum muslim bisa mengadopsi berbagai pemikiran Barat sebagai pemikiran yang Islami.

Keempat, harakah at-taghrib (gerakan westernisasi atau pembaratan). Gerakan ini mungkin lebih tepat disebut sebagai westoxication (peracunan Barat). Tujuannya agar kaum muslim menjadikan Barat sebagai kiblat pemikiran dan tingkah lakunya seraya meninggalkan hukum syara’. Sehingga kehidupan ala Barat pun menjadi hal modern dan gaya yang harus diikuti.

Kita pun telah melihat bagaimana gaya hidup ini dipropagandakan melalui berbagai tayangan media, dari mulai televisi, internet dan sebagainya. Maraknya opini dan legalisasi perilaku kaum Sodom dan jual beli miras di negeri ini, membuktikan bahwa westoxication itu terus berjalan. Inilah empat karakter gerakan imperialisme pemikiran ala sekulerisme yang telah dan sedang berlangsung di negeri ini.

Oleh karena itu, kaum muslim harus memiliki benteng untuk menghadapinya. Karena Rasulullah Saw telah mengingatkan, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang membahayakan), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (THR. Imam Muslim dari Abu Sa’id Al Khudri r.a.)

Dan sudah merupakan kewajiban kita untuk melindungi diri dan keluarga, sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...” (TQS. At-Tahrim: 6)

Imperialisme pemikiran ini mesti dihadapi dengan beberapa langkah berikut. Satu, pembinaan pemikiran Islam secara intensif. Sehingga kaum muslim bisa memahami karakteristik pemikiran Islam yang sebenarnya. Umat Islam mesti memahami wilayah ajaran Islam yang qath’i atau ijtihadi. Sehingga umat Islam bisa membedakan dalam aspek manakah ia bisa mentolerir perbedaan.

Selain itu, umat Islam pun harus dapat membedakan antara sains teknologi dan jalan hidup. Karena sains teknologi bersifat bebas nilai, sedangkan jalan hidup terlahir secara khas dari pandangan hidup tertentu.

Kedua, penanaman kesadaran politik. Umat Islam harus disadarkan akan adanya imperialisme pemikiran yang sedang terjadi, sekaligus membongkar berbagai kepalsuan yang melingkupinya. Jangan sampai kaum muslim malah terjebak dan subjek imperialisme pemikiran tersebut.

Ketiga, membangun kekuatan politik Islam. Selama ini, imperialisme pemikiran Barat diemban oleh berbagai negara, sedangkan pertahanan kaum muslim hanya berbasis individu dan gerakan Islam. Pertarungan yang tidak seimbang ini hanya bisa diakhiri dengan memunculkan kekuatan politik Islam sebenarnya.

Sebagaimana ketika Rasulullah Saw membangun kekuatan politik bersama kaum Aus dan Khajraz di Madinah. Selain membaiat Rasulullah Saw sebagai pemimpin, para ahlul quwwah (pemilik kekuatan) Madinah pun menjadikan Islam sebagai sistem yang diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version