View Full Version
Kamis, 12 Apr 2018

Standar Ganda Abu Janda

Oleh:

Yons Achmad*

KETIKA menonton ILC, dan Rocky Gerung bilang kitab suci itu fiksi, saya agak kaget. Tapi, saya dengarkan penjelasannya. Lumayan masuk akal. Tapi, saya tetap belum berani meyakini kalau kitab suci itu fiksi. Sampai kemudian saya sadar, Rocky punya logika sendiri. Saya tak ikut-ikutan mengamini. Dalam soal agama, saya tak mau terlalu gambling dalam berlogika. Bisa gawat urusannya. Atas ungkapan itu, akhirnya Rocky dilaporkan polisi atas dugaan penistaan agama.

Yang membuat saya kaget lagi, yang melaporkan ternyata Si Abu Janda. Waduh. Saya tak habis pikir, kenapa tokoh itu mendadak peduli terhadap seseorang yang menista agama? Lihatlah bagaimana sikapnya terhadap Ahok, Sukmawati? Kita tahu, sang tokoh “dagelan” ini malah membela habis-habisan kedua tokoh itu. Tapi ya sudahlah. Biarkan dia terus memainkan standar ganda.

Saya sangat yakin, Rocky dilaporkan ke polisi bukan karena ucapannya yang bilang kitab suci fiksi. Tapi, lebih karena dia suka mengkritik Jokowi. Seperti beberapa kali dalam diskusi ILC, ketika Rocky tampil, diberikan kesempatan untuk berbicara, semua terpukau, seolah tak ada yang bisa membantahnya. Kalaupun ada, dipastikan dangkal argumennya, hasilnya wacana yang ditawarkan Rocky pun menang tak tertandingi. Jelas, ini bikin repot penguasa.

Tapi, kemudian, saya juga punya pandangan agak negatif. Kadang orang melaporkan seseorang, bukan atas dasar benar tidaknya suatu kasus, tapi karena memang seseorang perlu dikambinghitamkan atau karena memang dalam politik, berseberangan dan harus dibumi hanguskan. Kisah Saracen sebagai bukti ketakutan negara pada hoax, yang akhirnya Saracen jadi kambing hitam, walau pada akhirnya tak terbukti di pengadilan. Sementara, bagi yang berseberangan dengan penguasa, sudah banyak yang dipenjarakan. Rocky adalah target berikutnya.

Tapi saya yakin, mereka yang suka menerapkan standar ganda, kelak akan kena batunya. Akan memukul balik pelapor. Orang-orang yang suka menjilat penguasa, mungkin bisa bergaya ketika kekuasaan itu masih jaya. Tapi lihatlah, kelak ketika kekuasaan itu lenyap, mereka akan seperti anjing liar yang kembali menggonggong dijalanan karena kelaparan.
Dalam urusan politik, pada akhirnya, kita akan menyaksikan mana orang-orang yang tulus dalam perjuangan, membela agamanya, membela Pancasila, membela NKRI.

Mereka adalah orang-orang yang konsisten atas ucapannya. Tak melakukan standar ganda. Negeri ini memerlukan orang-orang yang semacam itu. Tak hanya sekadar bisa pura-pura membela agama, tapi sebenarnya hanya demi nafsu bejat kepentingan politik semata.*Kolumnis, tinggal di Depok, Jawa Barat


latestnews

View Full Version