Oleh: Shafayasmin Salsabila
"Wahai manusia, sungguh Allah 'Azza wa Jalla berfirman : Perintahkanlah kemakrufan dan laranglah kemungkaran sebelum kalian berdoa kepada-Ku dan tidak Aku beri, serta sebelum kalian meminta pertolongan-Ku dan kalian tidak aku tolong." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi, Ishaq ibnu Rahawaih dan Ath-Thabrani).
Hadits mulia di atas berisi tentang akibat mengabaikan amar makruf nahi mungkar, atau yang kita kenal dengan istilah 'dakwah'. Ancaman tertolaknya doa serta terhentinya pertolongan Allah, mengindikasikan wajibnya dakwah.
Di dalam perkara dakwah, setiap umat muslim yang sudah baligh baik lelaki ataupun wanita terkena pembebanan hukumnya. Dengan kata lain, menggencarkan dakwah ditengah-tengah umat menjadi hal yang sangat penting. Jika tidak, akan terciprati dosa, kerugian pun siap menimpa. Bahkan rusak atau kondusifnya kondisi suatu masyarakat bisa mengindikasikan mati atau hidupnya dakwah di tempat tersebut.
Penggerak Dakwah
Membicarakan dakwah, maka tidak akan terlepas dengan peran ulama di dalamnya. Ulama yang dinobatkan sebagai pewaris Nabi, merupakan corong dakwah, energi bagi meluasnya dakwah. Dari para ulama atau para mubalig lah ilmu islam sampai kepada umat. Ulama ibarat sumber mata air keilmuan dimana umat meneguk kedalaman khasanah Islam. Seperti bintang yang cahayanya menerangi langit yang gelap.
Syiar Islam semakim menyebar setelah setiap individu dari umat muslim kembali menyebarkan apa yang telah disampaikan oleh ulama. Alquran dan As-sunah menjadi rujukan ulama saat memahamkan umat tentang perkara agama. Bagaimana manusia menjalani kehidupannya, apa yang menjadi standar perbuatan manusia, disamping perkara surga dan neraka. Islam didakwahkan secara menyeluruh dari A sampai Z. Sehingga manusia menjadi paham hakikat hidupnya serta tujuan dari penciptaannya. Ulama tanpa kenal lelah menjadikan dakwah sebagai poros hidupnya. Maka di tangan ulama lah dakwah islam kian gencar. Ulama menggerakkan dakwah hingga tak ada titik gelap yang tersisa.
Ulama Dibidik
Saat dakwah menjadi masif, terutama dakwah yang mengarah kepada Islam Kaffah, benturan sangat mungkin terjadi. Maraknya maksiat di negeri ini menjadi sasaran empuk bagi dakwah. Meluruskan yang bengkok. Menyadarkan kebiasaan yang salah. Menjadikan syariat Islam sebagai solusi kehidupan, sangat rentan mermutasi menjadi ancaman bagi pihak-pihak yang sudah terbiasa dalam kegelapan. Kegelapan yang dihasilkan tersebab jauhnya mereka dari pemahaman Islam.
Sudah fitrahnya Islam membawa kedamaian. Menebar rahmat serta menghapus kezaliman. Inilah yang akhirnya menjadi anak panah yang diarahkan kepada ulama. Ulama dibidik. Bahkan dikotak-kotak. Timbulah benih-benih konflik serta retaknya kesatuan. Ulama terpecah, saling tuduh, klaim serta stigmatisasi pun menjadi tak terelakan. Ulama dikelompokkan dan dilabeli. Ulama radikal yang ekstrim dan ulama moderat yang toleran.
Semakin memperparah keadaan saat Kementerian Agama merilis rekomendasi 200 nama mubalig atau penceramah Islam.
“Selama ini, Kementerian Agama sering dimintai rekomendasi mubalig oleh masyarakat. Belakangan, permintaan itu semakin meningkat, sehingga kami merasa perlu untuk merilis daftar nama mubalig” kata Lukman Hakim Saifuddin dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 Mei 2018 (TEMPO.CO).
Menurut Menag, pada tahap awal, Kementerian Agama merilis 200 daftar nama mubalig yang memenuhi tiga kriteria, yaitu: mempunyai kompetensi keilmuan agama yang mumpuni, reputasi yang baik, dan berkomitmen kebangsaan yang tinggi. (https://kemenag.go.id)
Tidak berapa lama, pernyataan tersebut menuai kritik dan menjadi polemik.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melihat jumlah data mubalig atau penceramah yang dirilis Kementerian Agama tidak sebanding dengan jumlah umat Islam yang ada di Indonesia. Kemenag telah merilis 200 nama penceramah yang direkomendasikan di tengah masyarakat.
“Jelas tidak sejalan dengan kebutuhan umat Islam Indonesia,” kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan saat dihubungi Tempo pada Ahad, 20 Mei 2018.
Hal yang senada disampaikan pula oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, dimana beliau menilai keputusan Kementerian Agama (Kemenag) keliru dalam menerbitkan daftar 200 penceramah yang direkomendasikan. Ia menyarankan agar Kemenag segera menganulir kebijakan tersebut.
"Saran saya ke Kementerian Agama tidak perlu ragu, tidak perlu juga malu-dengan keputusan yang saya anggap keliru itu, anulir saja keputusan itu, list itu, dan tidak perlu ditambah daftarnya karena tidak baik untuk kehidupan berbangsa dan bernegara kita dan kehidupan keumatan kita," kata Dahnil. (detik.com)
Dakwah Tanpa Tebang Pilih
Telah lama negeri ini ditimpa banyak sekali masalah. Krisis multidimensi seperti penyakit kronis yang menjangkiti Ibu Pertiwi. Butuh segera diselamatkan. Risalah Islam yang dibawa oleh Nabi Saw, sejatinya adalah penyembuh yang selama ini dicari. Islam adalah solusi segala permasalahan yang menjerat negeri yang kita cintai ini.
Allah, Sang Pencipta, sesungguhnya paling memahami karakter manusia sebagai salah satu makhluk-Nya. Untuk menjaga manusia agar tidak rusak dan binasa, Allah telah siapkan seperangkat aturan yang dengannya manusia menjalani kehidupannya. Bukan hanya mengatur cara peribadatan, namun bagaimana manusia memperlakukan dirinya sendiri, terlebih lagi terkait tata cara bermasyarakat.
Dalam QS. Al Maidah : 3, Allah telah menegaskan tentang kesempurnaan Islam.
"... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu".
Kesempurnaan Islam dalam fungsinya sebagai pemecah problematika kehidupan, tidak akan mampu dipahami oleh umat tanpa didakwahkan. Maka di sinilah, ulama atau para Mubalig memiliki peran penting yang tidak boleh dihalangi oleh siapapun. Ajaran Islam wajib untuk disampaikan dan diamalkan tanpa memilah dan memilih. Syariat Allah harus diambil secara keseluruhan, bukan hanya sebagian.
Allah telah berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah : 208)
Karenanya menjadi satu hal yang perlu dikoreksi atau bahkan dikaji ulang saat ada upaya pengotakan ulama. Jangan sampai masyarakat menilainya sebagai upaya untuk menjegal dakwah Islam Kaffah. Memilih dan memilah ulama juga akan membawa perpecahan serta kemurkaan Allah. Karena apa yang diserukan oleh ulama yang mukhlis, sejatinya bersumber dari Firman Allah. Apakah firman Allah berani dipersalahkan? Wallahu a'lam bish-shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google