View Full Version
Jum'at, 13 Jul 2018

Pemerataan Pendidikan Berkualitas via Sistem Zonasi, Mungkinkah?

Oleh: Mariyah Zawawi

 

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah dimulai. Seperti tahun 2017, pelaksanaan PPDB ini mengacu pada peraturan terbaru tentang PPDB, yaitu Permendikbud Nomer 14 tahun 2018. Sistem zonasi ini mewajibkan sekolah-sekolah negeri untuk menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah. Kuota peserta didik yang diterima minimal 90 persen dari total peserta didik yang diterima. Penetapan radius zona terdekat dilakukan oleh pemerintah daerah setempat, sesuai dengan kondisi, jumlah calon peserta didik serta daya tampung sekolah (Kompas.com, 05/06/18).

Tujuan diterapkannya sistem zonasi dalam PPDB ini adalah untuk meratakan pendidikan yang berkualitas. Yakni, agar tidak ada lagi istilah sekolah favorit dan tidak favorit. Dengan kata lain, pemerintah ingin semua peserta didik mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Memang, tujuan ini bagus. Namun, apakah sistem ini merupakan cara yang tepat untuk itu? Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai masih ada kelemahan dalam Permendikbud tersebut sehingga berdampak pada penerapan sistem zonasi. Misalnya, terkait radius atau domisili peserta didik dengan sekolah.  

 

Sistem Zonasi, Fakta di Lapangan

Penetapan radius atau domisili peserta didik dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan pada alamat yang tercantum pada Kartu Keluarga (KK). Pada prakteknya, penerapan aturan ini tidaklah mudah. Kasus yang terjadi di Tangerang, misalnya. Dalam PPDB tahun ini, kota Tangerang telah menetapkan sistem zonasi berdasarkan RW. SMPN 23 berada di RW 05 yang berbatasan langsung dengan RW 04. Karena anak-anak mereka tidak bisa masuk ke SMPN 23, puluhan warga RW 04 tidak bisa menerima keputusan itu. Karena itulah, mereka menahan Kepals Dinas Pendidikan Tangerang, Abduh Surahman, usai dilakukannya mediasi (katakota.com, 09/07/18).

Kelemahan lainnya adalah tidak seimbangnya daya tampung sekolah dengan jumlah pendaftar, sehingga menimbulkan praktik kecurangan. Misalnya, muncul PPDB jalur mandiri di Lampung, jalur SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) di Jawa Tengah, jalur masyarakat prasejahtera di Jawa Barat, dan lain-lain. Karena itulah, FSGI, menurut Sekretaris Jenderalnya, Heru Purnomo, menyarakan dilakukannya revisi terhadap peraturan tersebut (Pikiran Rakyat.com, 10/07/18).

Jika sistem zonasi ini telah dibenahi dan bisa dijalankan dengan baik, apakah tujuan pemerataan pendidikan ini otomatis akan tercapai? Belum pasti juga. Mengapa? Karena masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Misalnya, tersedianya sarana dan prasarana yang baik di semua sekolah, baik di desa maupun di kota. Sarana ini meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, dan sumber belajar lainnya.

Sedangkan prasarana meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, bengkel kerja, unit produksi, kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan sebagainya (bsnp-indonesia.org).

Faktanya, masih banyak sekolah yang sarana dan prasarananya yang kurang memadai. Misalnya, data dari Kemendikbud tahun 2017/2018 menunjukkan bahwa jumlah ruang kelas yang rusak total di jenjang SD, SMP, dan SMA tercatat sebanyak 151.509 ruang kelas. Sedangkan yang rusak sedang sebanyak 118.599 ruang kelas (www.pressreader.com, 22/05/18).

Disamping sarana dan prasarana, kualitas pendidikan juga ditentukan oleh kualitas guru. Untuk meningkatkan kualitas guru, pemerintah telah melakukan program sertifikasi guru. Sertifikasi guru ini bertujuan untuk memberikan sertifikat pendidik sebagai salah satu syarat menjadi guru profesional. Menurut Satriwan Salim, Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, pemerintah telah menjalankan 3 program untuk sertifikasi guru. Tiga program itu adalah: portofolio, PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru), serta PPG (Pendidikan Profesi Guru).

Portofolio dan PLPG dianggap gagal, sehingga tidak dijalankan lagi. Saat ini, tinggal program PPG yang dijalankan oleh pemerintah. Meskipun sertifikasi guru sudah dijalankan, hal ini belum berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas guru. Data dari Kemendikbud, jumlah guru yang telah tersertifikasi adalah 2.294.191. Sedangkan yang belum, berjumlah 721.124. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia, tidak ada perbedaan antara guru yang telah tersertifikasi dengan yang belum (Republika.co.id, 26/11/18).

Masihkah Sistem Zonasi Dibutuhkan?

Sebenarnya, jika semua sarana dan prasarana pendidikan telah terpenuhi di semua daerah, ditambah dengan guru yang berkualitas, pemerataan pendidikan yang berkualitas akan lebih mudah dilakukan. Jika hal itu teraih, sistem zonasi tidak dibutuhkan lagi. Mengapa? Karena tidak akan terjadi perebutan bangku sekolah oleh para calon peserta didik. Di mana pun mereke bersekolah, mereka akan mendapatkan pendidikan yang baik dengan biaya yang murah, atau bahkan tanpa biaya alias gratis.

Tetapi, mungkinkah hal ini tercapai? Jawabannya adalah sangat bisa. Yaitu, saat pemerintah memahami bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan warga negaranya. Dan pemerintah memahami kewajibannya untuk memenuhi hak warganya. Sebagaimana dulu Rasulullah dan para khalifah yang menggantikannya telah menerapkannya. Misalnya, Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada para tawanan Perang Badar untuk mengajarkan baca tulis kepada anak-anak penduduk Madinah.

Para pengganti Beliau pun sangat memperhatikan urusan ini. Sehingga, banyak perguruan tinggi ternama yang kita kenal hingga saat ini. Misalnya, perguruan tinggi al Azhar. Banyak pula ilmuwan muslim yang karya-karya mereka dijadikan rujukan hingga sekarang. Seperti al Khawarizmi, Ibnu Firnas, Ibnu Sina, Ibnu Batuta, dan sebagainya. Karena itu, jika kita menghendaki generasi kita menjadi generasi emas, maka satu-satunya jalan adalah dengan menapaki jalan yang dulu telah dilalui oleh Rasulullah SAW dan para penggantinya. Wallaahu a'lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version