Oleh: Minarsi ( anggota Majelis Cinta Islam)
Multaqo atau pertemuan ulama dan dai se-Asia Tenggara, Afrika, dan Eropa V ditutup dengan menghasilkan 10 poin rekomendasi. Sekretaris Rabithah ulama dan dai Asia Tenggara yang duta tim Steering Commite Multaqo ke-5, Jeje Zaenuddin mengatakan, Forum Ilmiah Internasional Ulama dan dai tersebut telah membahas berbagai hal seperti kondisi bangsa dan peran dakwah.
Adapun 10 poin rekomendasi itu, dikatakan Jeje, pertama adalah menekankan pentingnya rahmat dalam islam dan hidup berdampingan secara damai dan harmonis antara muslim dan non muslim dan juga cinta terhadap kebaikan antara sesama merupakan hal yang baik, maka seharusnya tidak menginginkan keburukan untuk dirinya sendiri dan orang lain.
Kedua, untuk mencapai persatuan dan kesatuan diantara umat, perlu berpegang teguh kepada Alquran dan As-sunnah dengan pemahaman yang komprehensif dan terintegrasi yang sejalan dengan kaidah-kaidah imiah dan praktis yang telah disusun oleh para ulama otoritatif dari masa ke masa.
Ketiga, pentingnya membangun kemitraan kerjasama antara lembaga-lembaga dakwah dengan berbagai lembaga-lembaga ilmiah dan pendidikan baik pemerintah atau swasta dalam rangka mencapai perdamaian, stabilitas, kemajaun, pembangunan dan kemakmuran dalam naungan Ridho Allah SWT. “Ujarnya di arena Multaqo, Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Jumat (06/07/2018).
Kemudian sambung Jeje, meningkatkan peran strategi lembaga-lembaga dakwah dan kontribusinya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia muslim di berbagai bidang dan disiplin ilmu dalam rangka mewujudkan misi “khairu ummah” dan “ummatun Wasatha”.
Kelima, memperkuat posisi keluarga sebagai institusi terkecil dan fondasi dasar bangsa dan negara, melalui pendidikan dan pengembangan karakter mulia yang sejalan dengan ajaran islam yang hanif.
Jeje menyebutkan, rekomendasi Multaqo kali ini mendorong para ulama dan dai untuk melakukan revolusi penyampaian dakwah yang cepat dengan memanfaatkan Teknologi Informasi (IT) dan media sosial sebagai media untuk menyampaikan dakwah islam yang berorientasi kepada budaya literasi.
Selanjutnya, terang Jeje, mengingat Indonesia adalah negara muslim terbesar dalam hal jumlah penduduknya, maka harus memainkan peran utama dalam menciptakan perdamaian dunia melalui dakwah dan pendidikan yang didukung oleh kebijakan pemerintah yang benar.
Untuk itu poin setelahnya, karena Jakarta sebagai Ibukota Negara memiliki berbagai keragaman, etnis, sosial, budaya, dan lain-lain. Maka setiap orang yang bekerja dibidang dakwah islam harus mengmabil metode dan strategi yang dapat membina dan mempertahankan kohesi sosial.
Kesembilan, memperkuat kedudukan kota Jakarta sebagai pusat peradaban berbasis dakwah dan pendidikan islam dikonteks nasional dan internasional, tandasnya.
Terakhir, tutup Jeje, akan dibentuk panitia khusus untuk merealisasikan seluruh keputusan Forum Multaqo ini dengan melibatkan semua unsur-unsur terkait. (Hidayatullah.com)
Sejak dulu, ulama memiliki peran yang sangat besar dalam berbagai peristiwa sejarah penting. Terutama sejarah perubahan masyarakat. Bahkan nyaris tidak ada satupun perubahan masyarakat di dunia ini yang tidak melibatkan ulama. Mereka jugalah oatang pertama yang menyebarkan kesadaran ini di tengah-tengah masyarakat hingga masyaraat memiliki kesadaran kolektif untuk melakukan perubahan.
Jika kesadaran terhadap kerusakan masyarakat belum tumbuh di tengah-tengah masyarakat, niscaya tidak akan tumbuh pula keinginan untuk berubah,apalagi upaya untuk melakukan perubahan. Dari sini bisa disimpulkan, bahwa ulama merupakan sumber inspirasi perubahan.
Sayangnya, seiring dengan kemunduran taraf berfikir umat islam, yang diimbuhi dengan proses sekularisasi di dunia islam, umat islam mulai kesulitan menemukan sosok ulama yang mampu menggerakkan perubahan, seperti yang pernah dilakukan Nabi SAW, yang kita dapati adaah ulama yang fakih dalam masalah agama, tetapi tidak memiliki visi politik dan negarawan yang handal.
Akhirnya mereka mudah dimanfaatkan oleh musuh-musuh islam. Adapula ulama yan memisahkan diri dari kekuasaan dan politik dengan alasan politik itu kotor dan najis.
Akibatnya mereka tidak mampu memberikan kontribusi bagi perubahan masyarakat dan negaranya. Mereka asyik dengan ibadah-ibadah ritual yang sejatinya justru memberangus predikatnya sebagai pewaris Nabi. Adapula ulama yang sadar atau tidak terkooptasi oleh pemerintah kufur dan antek-anteknya mereka rela menjual agamanya untuk kepentingan dunia.
Jahatnya lagi, mereka bahkan rela menyerahkan saudara-saudara muslimnya untuk memenuhi keinginan kaum kafir. Adapula yang bertingkah bak seorang artis yang hanya mengejar popularitas belaka. Lantas apa fungsi dan peran ulama sesungguhnya?
Peran dan Fungsi Para Ulama
Peran dan fungsi strategis ulama dapat diringkas sebagai berikut. Pertama : pewaris para Nabi. Tentu, yang dimaksud dengan pewaris Nabi adalah memelihara dan menjaga warisan para Nabi. Yakni wahyu atau risalah, dalam kontek ini adalah Alquran dan Sunnah. Dengan kata lain peran utama ulama sebagai pewaris Nabi adalah menjaga agama Allah SWT. dari kebengkokan dan penyimpangan. Hanya saja para ulama bukan hanya sekedar menguasai khazanah pemikiran islam, baik yang menyangkut masalah akidah maupun syariah, tetapi juga bersama umat berupaya menerapkan, memperjuangkan, serta menyebarluaskan risalah islam.
Dalam konteks saat ini, ulama bukanlah orang yang sekedar memahami dalil-dalil syariah, kaidah-kaidah istinbath(penggalian), dan ilmu-ilmu Allah lainnya. Akan tetapi, ia juga terlibat dalam perjuangan untuk mengubah realitas rusak yang bertentangan dengan Warisan Nabi SAW.
Kedua : pembimbing, pembina dan penjaga umat. Pada dasarnya, ulama bertugas dan membimbing uamt agar selalu berjalan di atas jalan lurus. Ulama juga bertugas menjaga mereka dari tindak kejahatan, kebodohan dan penyesatan yang dilakukan oleh kaum kafir dan antek-anteknya. Melalui gagasan, keyakinan dan sistem hukum yang bertentangan dengan islam.
Semua tugas ini mengharuskan ulama untuk selalu menjaga kesucian agamanya dari semua kotoran. Ulama juga harus mampu menjelaskan kerusakan dan kebatilan semua pemikiran dan sistem kufur kepada umat islam. Ia juga bisa mengungkap tendensi-tendensi jahat di balik semua aspek terjang kaum kafir dan antek-anteknya. Ini tujuannya agar umat terjauh dari kejahatan musuh-musuh islam.
Ketiga: pengontrol penguasa. Peran dan fungsi ini hanya bisa berjalan jika ulama mampu memahami konstelasi politik global dan regional. Ia juga mampu menyingkap makr dan permusuhan kaum kafir dalam memerangi islam dan kaum muslim. Dengan ungkapan lain, seorang ulama harus memiliki visi politik ideologis yang kuat. Hingga fatwa-fatwa yang ia keluarkan tidak hanya beranjak dari tinjauna normatif belaka, tetapi juga bertumpu pada konteks ideologis-politis. Dengan demikian, fatwa-fatwanya mampu menjaga umat islam dari kebinasaan dan kehancuran, bukan malah menjadi sebab malapetaka bagi kaum muslim.
Keempat: sumber ilmu. Ulama adalah orang yang fakih dalam masalah halal haram. Ia adalah rujukan dan tempat membina ilmu sekaligus guru yang bertugas membina umat agar selalu berjalan di atas tuntutan Allah dan RasulNya. Dalam konteks ini, peran sentralnya adalah pendidik umat dengan akidah dan syariah islam. Dengan begitu, uamt memiliki kepribadian islam yang kuat, mereka juga berani mengoreksi penyimpangan masyarakat dan penguasa.
Inilah peran dan fungsi sentral ulama di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja sekularisasi dan demokratisasi telah memberangus funsi dan peran ulama di atas sekaligus meminggirkan mereka dari urusan negara dan mansyarakat.
Sebab-sebab Ketidakberdayaan Umat
ada beberapa faktor dominan yang menyebabkan ketidakberdayaan ulama, diantaranya :
Pertama : kurangnya kesadaran ideologis-politis pada diri mereka. Kebanyakan ulama sekarang ini hanya fakih dalam masalah fikih, tafsur ulumul quran, hadist, dan ilmu-ilmu keislaman yang lain. Namun visi politis-ideologis amat lemah, akibantnya mereka sangat gampang dipolitisi dan dimanfaatkan oleh politikus sekuler.
Kedua: depolitisasi peran ulama dalam sistem pemeritahan demokratik-sekuler, adanya depolitisasi ulama merupakan sebuah keniscayaan. Sebab agama tidak boleh turut campur dalam urusan negara dan publik. Akibatnya, figur ulama tidak lagi memiiki peran politis di level masyarakat dan negara. Ironisnya lagi masyarakat umum telah terlanjur beranggapan, bahwa agama harus steril dari masalah politik dan negara. Agam harus dibersihkan dan di jauhkan dari politik dan pengaturan urusan politik.
Akibatnya, ulama tidak lagi memiliki peran signifikan di dalam masyarakat dan negara. Terutama untuk mempengaruhi kebijakan dan aturan-aturan publik. Walaupun masih ada pengaruh yang tersisa hanyalah keberadaan dirinya sebagai tokoh spiritual belaka.
Ketiga: ada upaya sengaja yang ditunjukkan untuk memarginalisasi peran ulama dari ranah politik dan negara. Cara kaum sekuler untuk memarginalisasi peran ulam disini cukup banyak, diantaranya menutup akses ulama yang menyerukan syariat islam. Dalam kehidupan negara dan masyarakat. Dalam hadist dikatakan yang artinya “ Ulama adalah Pewaris Para Nabi.” (HR.At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda ra.)
Bagaimana Solusi Islam Dalam Memberdayakan Peran dan Fungsi Ulama
Solusi untuk memberdayakan peran dan fungsi ulama untuk kebangkitan umat islam adalah sebagai berikut:
1). Membangun dan meningkatkan kesadaran ideologis pada diri ulama. Kesadaran ini bisa ditumbuhkan dengan cara selalu memantau peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian politik internasional maupun regional, yang kemudian di amalisis berdasarkan sudut pandang akidah dan syariah islam. Lebih dari itu ulama juga harus memperhatikan konteks ideologis-politis yang melatar belakangi peristiwa tersebut.
2). Mendorong ulama untuk berperan lebih aktif dalam urusan-urusan kemasyarakatan dan kenegaraan. Dengan kata lain, ulama harus di dorong untuk melakukan peran politis-ideologis. Peran ini juga bisa di wujudkan oleh ulama dalam bentuk membina umat dengan ajaran islam yang utuh. Ulama juga harus didorong untuk berperan aktif dalam melakukan koreksi dan kontrol terhadap penguasa yang memyimpang dari akidah islam, untuk itu ulama harus ditopang dan didukung sepenuhnay oleh seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali, agar apa yang mereka lakukan benar-benar berpengaruh di tengah-tengah masyarakat.
3). Harus ada upaya serius yang ditunjukkan untuk menyatukan kembali para ulama dalam satu visi dan misi. Yang dimaksud menyatukan disini bukanlah penyatuan ualam dalam sebuah organisasi tertentu tetapi lebih kearah membangun visi pemikiran minus konflik dan permusuhan.
Artinya harus ditanamkan pada diri ulama pemikiran-pemikiran yang inklusif dan terbuka tetapi, dalam koridor syariah serta menyatukan umat islam, sebab keragamaan danperbedaan pendapat didalam islam bukanlah sesuatu yang tercela selama berada dalam koridor syariah islam. Begitupula keragamaan organisasi dan kelompok, hal ini juga bukan perkara tercela didalam islam selama tetap dalam koridor syariah.
Begitu juga tatkala masing-masing kelompok menganggap pendapatnya yang terkuat dan benar ini juga bukan perkara yang tercela. Yang tercela adalah sikap tidak ingin bersatu dan tidak toleran dengan saudaranya dalam hal-hal yang memang boleh berbeda. Oleh karena itu para ulama haruslah lebih menfokuskan diri pada masalah-masalah yang urgen, yakni kesatuan dan persatuan kaum muslim.
4). Sesungguhnya peran dan fungsi ualam bisa diwujudkan secara sempurna, dalam kondisi seperti ini ulama sebagai pihak yang paling mengerti risalah islam akan memegang peran yang sangat besar dalam membina umat dan aparat negara.
Sekaligus meluruskan penyimpangan rakyat dan penguasa serta melindungi kesucian agama islam. Wallahu’alam bi shawab. [syahid/voa-islam.com]