Oleh : Shela Rahmadhani
(Pengajar di Sekolah Tahfidzul Qur'an Khoiru Ummah Sleman Yogyakarta)
Ulama memiliki peran yang sangat strategis dalam kebangkitan umat. Dimasa penjajahan, masyarakat Indonesia terpuruk. Rakyat berhasil bangkit dan meraih hidup yang lebih bermartabat atas peran ulama.
Sebut saja, pangeran Diponegoro ulama di tanah Jawa, pangeran Pattimura di Maluku, Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat menunjukkan peran besar ulama membangkitkan umat melawan penjajah dan meraih kemerdekaan.
Saat ini, umat masih dalam kondisi yang terpuruk dalam seluruh aspek kehidupan akibat kubangan sistem sekuler kapitalis. Kapitalisme sekuler ini menjauhkan umat dari prinsip-prinsip beragama yang merupakan kunci kebangkitan umat islam.
Kebangkitan umat sangat ditentukan oleh kebangkitan dan persatuan para ulama. Untuk itu, Pertemuan Ulama dan Dai Internasional ke-5 di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Jumat (6/7) pagi menjadi sebuah sorotan penting bagi masyarakat. Ulama diharapkan menjadi garda terdepan untuk mencerdaskan umat dengan Islam kaffah.
Ulama Pewaris Para Nabi
Ulama diberi gelar oleh Rasulullah SAW sebagai warosatul anbiya' yang artinya pewaris para nabi. Rasulullah Saw bersabda:
“Ulama adalah pewaris para nabi “. (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu).
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan para ulama sebagai pewaris perbendaharaan ilmu agama sehingga syariat terus terpelihara kemurniannya sebagaimana awalnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, katanya: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673).
Ulama lah yang membimbing umat untuk memegang prinsip-prinsip Islam sehingga tetap berada dalam aturan yang benar (syariat islam) dan menjadi umat yang bangkit .
Kebangkitan umat hanya akan dapat diraih dengan kebangkitan pemikiran bukan teknologi, ilmu pengetahuan atau aspek spiritual semata. Pemikiran yang dimaksud adalah pemikiran Islam kaffah atau komprehensif.
Bahkan islam tidak boleh disampaikan dan diamalkan secara sebagian-sebagian. Allah SWT mencela perbuatan demikian dalam surah Al-Baqarah (2): 85.
“Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”
Jadi, Islam kaffah adalah wajib. Dilihat dari dimensi hukum Islam, maka syar'iat terbagi menjadi tiga dimensi yaitu hablu minallahu, hablu binafsihi, dan hablu minannas.
Hablu minallahu adalah pengaturan Islam dalam hal spritual seperti akidah dan ibadah. Hablu binafsihi adalah pengaturan Islam dalam hal yang berkaitan dengan diri sendiri seperti pakaian dan akhlak. Hablu minannas adalah pengaturan Islam dalam hal hubungan manusia dengan manusia lainnya seperti politik, ekonomi, muamalah dan uqubat.
Jika berkaca dari sirah Rasulullah SAW akan terlihat bahwa syariat ditegakkan dalam seluruh dimensi tersebut tanpa terkecuali (kaffah).
Ulama adalah orang yang paling mengetahui terkait penerapan syariah islam di masa Rasulullah SAW. Dari lisan para ulama umat mengetahui bagaimana Rasulullah menerapkan islam kaffah di Madinah. Ulama mewariskan risalah nabi berupa Al Qur'an dan As Sunnah untuk diterapkan masyarakat secara kaffah juga.
Demikian lah ulama dikatakan sebagai pewaris para nabi.
Peran Ulama dalam Kebangkitan.
Setiap kegemilangan dan kebangkitan islam tidak terlepas dari peran ulama. Jika membuka ulang sejarah, ketika Palestina ditawan oleh tentara Salib, maka ulama lah yang membangkitkan semangat para syuhada untuk membebaskan Palestina.
Pada tahun 1909 M Palestina ditawan oleh tentara salib dan berhasil dibebaskan oleh Salahuddin Al Ayyubi pada tahun 1187 M. Salahuddin memiliki guru yang senantiasa mengajarnya tentang Islam dan mendidiknya menjadi seorang penakluk.
Daintaranya adalah Nuruddin Zanki yang merupakan murid dari para murid Imam Al Ghazali.
Al Hafidz Ibnu Asakir merupakan penasehat Shalahuddin Al Ayyubi. Shalahuddin selalu mengundangnya untuk hadir di setiap pertemuannya dengan para pejabatnya untuk memberikan nasihat (Ar Rauhdatain fi Akhbar Ad Daulatain, 1/13).
Selain Al Hafidz Ibnu Asakir, ada pula Al Hafidz As Silafi, ulama Iskandariyah yang sering diminta fatwa oleh Shalahuddin yang juga merupakan guru hadits bagi Shalahuddin Al Ayyubi. As Silafi, merupakan murid dari As Sulami yang berguru berguru kepada Syeikh Ahmad saudara Imam Al Ghazali yang meringkas Ihya’ Ulumiddin dan keduanya menjalin hubungan yang cukup baik (Thabaqat Asy Syafi’iyah Al Kubra, 6/60).
Di sekitar Shalahuddin, adapula ulama yang bernama Najmuddin Al Khubusyani, ulama penasihat Shalahuddin yang memiliki peran besar dalam menumbangkan dinasti Fathimiyah. Najmuddin merupakan murid dari Ahmad bin Yahya yang juga merupakan murid dari Al Ghazali. (Husn Al Muhadharah fi Tarikh Al Mishr wa Al Qahirah, 1/406).
Adapun Ibnu Syaddad qadhi militer yang juga penasihat Shalahuddin sekaligus guru Shalahuddin di bidang fiqih dan hadits. Ibnu Syaddad adalah murid dari Najmuddin Abu Manshur Muhammad Ath Thusi, seorang ulama yang merupakan murid Imam Al Ghazali. Ibnu Syaddad sendiri telah menulis untuk Shalahuddin kitab Al Jihad, baik Shalahuddin dan anak-anaknya mempelajari kitab ini dengan baik (lihat, An Nawadir As Sulthaniyah, hal. 51, Siyar A’lam An Nubala, 20/540).
Ada pula ulama yang menuliskan sebuah kitab tentang aqidah untuk Shalahuddin Al Ayyubi. Penulis kitab itu tidak lain adalah Quthbuddin An Naisaburi, adalah murid dari Umar bin Sahl dan Ahmad bin Yahya yang keduanya merupakan murid Imam Al Ghazali (Lihat, Al Bidayah wa An Nihayah, 12/383, Tarikh Ibnu Al Wardi, 2/310).
Salahuddin pun akhirnya tumbuh menjadi kesatria yang luar biasa, memiliki semangat jihad yang didorong oleh kepahamannya terkait syariat.
Demikian juga, Muhammad Al Fatih yang berhasil membawa umat Islam ke puncak kegemilangan dengan takluknya Konstantinopel pada 29 Mei 1453 M. Penaklukan tersebut tidak lepas dari peran ulama yang mendidik Al Fatih.
Dua ulama besar berhasil menundukkan Muhammad kecil saat itu adalah Syeikh Aaq Samsuddin dan Muhammad Ismail Al-Qurani. Ditangan sang guru Al-Fatih belajar banyak hal, berhasil menghafal al quran dan menguasai ilmu lainnya. Diusianya yang 14 Tahun Muhamad Al Fatih menjadi pemuda yang cerdas dan taat beragama.
Muhammad Al Fatih berkata tentang gurunya itu:
“Penghormatanku kepada Syeikh mulia ini tanpa aku sadari. Aku bisa menjadi emosional dihadapannya. Aku bergetar dihadapannya. Adapun para syeikh yang lain, ketika mereka datang menghadapku. Justru mereka yang bergetar dihadapanku.”
Syeikh Aaq Syamsuddin selalu mendidik Muhammad Al Fatih dengan keimanan, keislaman dan keihsanan. Syeikh selalu memotivasi Al Fatih dengan hadits: “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah penakluk dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.” (HR. Ahmad).
Akhirnya Muhammad Al Fatih pun berhasil menaklukkan konstantinopel dan membawa umat mencapai puncak kebangkitan. Dari sini, jelas sudah bahwa kebangkitan dan kemenangan umat islam tidak lepas dari peran ulama. Bahkan, di Indonesia peran ulama sangat besar dalam membangkitkan umat melawan dan mengusir penjajah Belanda.
Ulama harus bangkit dan mengambil perannya sebagai penyampai risalah para nabi. Sedangkan masyarakat menyambut dengan antusias. Dengan begitu gelombang kebangkitan akan muncul.
Umat yang dibimbing para ulama menegakkan kalimatul haqq, menghapus penjajahan kapitalis sekuler, dan mengokohkan persaudaraan diantara muslim yang saat ini tercerai berai dengan tali agama Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran (3): 103.
"Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai-berai".
Terkait ukhuwah ini, dalam resolusi pertemuan Ulama dan Dai Internasional ke-5 juga disebutkan pada poin ke-2.
Oleh karena itu, ulama terus membimbing umat islam untuk merapatkan barisan, mengokohkan persaudaraan, mewujudkan islam rahmatan lil aa'laamiin dengan islam kaffah. Dengan begitu umat Islam akan bangkit bersinar memimpin dunia dengan bangkitnya para ulama. [syahid/voa-islam.com]