View Full Version
Rabu, 05 Sep 2018

Do'a Untuk Milad Habib Rizieq Shihab (Singa Allah Dari Negeri Timur)

Oleh: Tatang Hidayat

(Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia)

Mencintai para ulama dan habaib bukanlah lahir dari suatu paksaan, tetapi cinta yang romantis tersebut diwariskan oleh para leluhur secara turun temurun, dari kakek ke ayah, dari ayah ke anak, dan seluruh sanak keluarga. Begitupun dengan mencintaimu, perasaan cinta agung ini bukanlah karena paksaan atau ikut-ikutan, tetapi rasa cinta ini terlahir dari hati nurani dan sudah menjadi budaya dalam keluarga kami.

Sungguh mencintaimu merupakan suatu kehormatan bagi diriku, karena dengan mencintaimu aku berharap bisa mendapat syafa’at dari kakekmu. Meskipun engkau tidak pernah berhenti dicaci, dimaki, difitnah, dikriminalisasi, dibully, dan dizalimi itu tak akan pernah membuat pudar cintaku padamu. Wahai Singa Allah dari Negeri Timur, cucu kandung Baginda Nabi Agung Rasulullah Muhammad SAW, Habib Dr. Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS.

Mulai mengenalmu sejak aku berada pada bangku sekolah dasar, melalui ayah dan para kiai-lah yang mengenalkanmu kepadaku. Dulu engkau selalu rutin datang ke daerahku dalam setiap agenda dakwah.

Bahkan, dalam salah satu agenda dakwah di satu pesantren, aku rela menunggumu sampai larut malam, demi bertemu dan mengambil untaian mutiara hikmah dari dirimu. Setelah sekian lama aku tunggu, akhirnya engkau yang dinantikan segera tiba, lantunan sholawat yang diiringi rebana para santri menyambut kedatangan sosok yang selama ini dinanti.

Sontak semua jama’ah berdiri untuk memberikan penghormatan kepada sosok yang sangat dicintai, meskipun aku tau, sebenarnya dirimu tidak mau diperlakukan seperti itu, karena ketinggian akhlak dan ketawadhuan yang ada dalam dirimu.

Dari kejauhan aku lihat seorang sosok berjubah putih lengkap dengan imamah khasmu, datang ke atas panggung dengan mendapat kawalan para laskar, dari setiap jalan yang kau lewati, para jama’ah begitu berebut sekedar berjabat tangan denganmu, karena begitulah kami diajarkan adab dalam menyambut Ulama dan Habaib.

Namun saat itu, aku tidak sempat bertemu dan mengambil mutiara hikmah secara lengkap dari dirimu, saat waktu yang bersamaan aku mendapatkan berita dari rumah untuk segera pulang karena ada sebuah musibah yang melanda rumahku.

Saat aku pulang dan harus melewati kerumunan para jama’ah, aku masih mendengar suaramu melalui sound system yang sangat menggelegar, nampak ciri khas takbir dan semangat dakwahmu seolah mengobati hati yang gundah karena tidak tahu apa yang terjadi di rumah.

Setelah peristiwa itu, waktu terus bergulir, perasaan cinta dan rindu tetaplah tidak hilang dalam hatiku, meskipun aku belum pernah berjabat tangan denganmu secara langsung. Saat jenjang Sekolah Menengah Kejuruan, aku tetap menjadikan tulisan-tulisan dan ceramahmu sebagai rujukan, begitupun saat aku di pesantren, ceramah-ceramahmu sering aku putar setiap hari Jum’at yang disambungkan ke speaker yang ada di seluruh asrama putra dan putri.

Saat masuk perguruan tinggi, kecintaan kepadamu tetap tidak pernah pudar, meskipun karena kecintaan ini, terkadang aku juga harus kena bully, fitnah, cacian, dan makian. Apalagi kalau bukan tuduhan radikal karena mencintaimu, tetapi jika dengan menjalankan kecintaan kepadamu sebagai cucu kandung Baginda Nabi Agung Rasulullah SAW aku harus kena bully, fitnah, cacian, makian dan tuduhan radikal, maka ketahuilah aku bangga menjadi radikal.

Ketahuilah wahai Habib, setiap bulan Ramadhan berlangsung, aku sudah berniat akan mengikuti program pesantren di Markaz Syariah bersamamu, namun karena studiku di kampus, niat tersebut belum terealisasikan. Tetapi aku yakin, suatu saat bisa menjadi santrimu dan duduk berada di sampingmu untuk mengambil untaian mutiara hikmah dari dirimu.

Sementara itu, kecintaan kepadamu ternyata mengalir juga dalam urat nadi adikku. Saat engkau mengadakan dakwah ke kampung Mahmud Kabupaten Bandung, ternyata adikku bersama teman-temannya kabur dari pesantren sekedar hanya ingin bertemu dan mendengarkan ceramahmu. Padahal semua tahu, bahwa pesantren dimana tempat belajar adikku merupakan pesantren pondok alumni Gontor yang terkenal sangat mengedepankan disiplin pondok.

Namun semua itu, tidak menjadi hambatan bagi mereka untuk kabur dari pesantren karena kerinduan dan kecintaan kepadamu. Aku pun sebagai kakaknya mengapreasiasi apa yang dilakukan adikku, meskipun aku tetap menyampaikan harus berani mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan. Begitulah kami dididik oleh para ulama, untuk berani mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan meskipun itu salah.

Masa-masa yang sangat indah dan tak akan pernah terlupakan bersamamu adalah saat terjadi Aksi Bela Islam pada 4 November 2016 (411). Saat itu, setelah shalat Jum’at, di Masjid Istiqlal Jakarta nampak suara engkau memberikan arahan supaya aksi berjalan tertib, saat itu juga engkau memimpin melantunkan Mars Aksi Bela Islam yang semakin menambah semangat peserta aksi..

Suasana aksi 411 yang damai tersebut berubah setelah waktu Isya. Dikarenakan ada sekelompok kecil massa yang melakukan provokasi, luar biasanya ternyata para laskar dari Front Pembela Islam pasang badan membuat barisan untuk melindungi blokade polisi. Engkau yang berada di mobil komando terus memberikan intruksi untuk tetap tenang dan jangan terpancing emosi.

Sungguh Habib, ketahuilah aku selalu meneteskan air mata ketika melihat tayangan brutalnya aparat dalam membubarkan peserta aksi, apalagi saat gas air mata itu diarahkan tepat ke mobil komando dimana engkau tepat berdiri, terutama aku sangat mengkhawatirkan keselamatan engkau, wahai cucu kandung Baginda Nabi Agung Rasulullah Muhammad SAW.

Sungguh aku sangat kagum khususnya kepada keberanianmu dalam memimpin aksi saat itu, Ghirah Islamiyyah dan Ruhul Jihad mu mampu membangkitkan semangat umat dalam membela agama. Seandainya bukan karenamu, siapa yang akan memimpin selama Aksi Bela Islam ?

Wahai Habib, studimu di Malaysia menginspirasiku untuk pergi ke negeri Jiran, saat akhir bulan Maret 2018 kemarin, salah satu organisasi mengadakan program studi komparatif ke Malaysia, Singapura dan Thailand.

Ketahuilah wahai Habib, aku mengikuti program tersebut karena ada nama University of Malaya, rencana kampus yang akan diselenggarakan International Class, tempat dimana engkau menyelesaikan program S2 dengan predikat Cum Luade.

Kusambangi negeri Jiran, tempat dimana engkau melakukan studi, aku pun ingin berkunjung ke semua kampus tempat dimana engkau pernah studi di negeri Jiran. Universitas Antar Bangsa Malaysia, Universitas Islam Internasional Malaysia, Universitas Malaysia, dan Universitas Sains Islam Malaysia adalah nama-nama kampus dimana engkau pernah menimba ilmu.

Perjalanan hidupmu sungguh sangat romantis dengan lika-liku perjuangan, diawali dengan lahirnya bintang kejora di tanah Laskar Si Pitung pada 24 Agustus 1965. Engkau terlahir dari nasab yang sangat mulia, Habib Husein Shihab nama ayahmu, seorang aktivis sekaligus ‘pemberontak’ yang nekat terhadap penjajah pada zamannya. Sementara ibumu, Syarifah Sidah Al-Aththas, putri Habib Alwi Al-Atthas, seorang penegak Amar Ma’ruf Nahi Munkar berjuluk Macan Petamburan.

Mengawali masa kecil dengan maniak mengaji, mulai tampil beda dan semakin berbeda saat menginjak masa remaja, berdebat dengan gurumu sendiri seorang pendeta saat usiamu 10 tahun. Saat beranjak dewasa engkau pelajari silat sebagai tradisi kewajiban ulama dan jawara. Engkau yang mewarisi genetik tokoh dunia, cucu pitung, cucu Habib Alwi Al-Atthas, Putra Habib Husein bin Shihab, cucu sayyidina Husein RA, cucu Sayyidina Ali bin Abi Thalib KW, dan tentunya cucu kandung Baginda Nabi Agung Rasulullah Muhammad SAW.

Engkau yang pernah merantau ke Sumatera untuk bekerja, engkau yang mendapatkan beasiswa untuk belajar di King Saud University, engkau yang pernah sambangi tokoh ulama dunia Abuya Prof. Dr. Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, engkau yang selalu menyibukkan aktivitas dengan menuntut ilmu dan tumpukkan kitab, hingga akhirnya engkau melepas masa lajang saat usiamu 22 tahun.

Engkau lewati masa hidupmu dengan sederhana, atap bambu menjadi saksi perjuangan rumah tanggamu, ketujuh putrimu lahir dan tumbuh dalam sebuah kondisi perjuangan dan pengorbanan cukup berat. Engkau yang pernah menjadi kepala sekolah Aliyah Jami’at Khaer yang berlokasi di KH. Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Asa Bundamu di Markaz Syariah akan menjadi monumen sejarah perjuanganmu, berbagai kegiatan sosial telah engkau lalui, saat Aceh dilanda Tsunami Desember 2004, engkau tinggalkan istri dan anakmu untuk mengangkat puluhan ribu mayat, begitupun dengan bencana yang terjadi di daerah lainnya, engkau selalu berkontribusi untuk membantu.

Engkau yang memiliki sederet guru dan bertaburan ilmu, rajanya buku dari petamburan, seorang Mufti Besar Sulu Philipina, sehingga dibelakang namamu tertera gelar DPMSS (Datuk Paduka Maulana Syar’i Sulu). Engkau yang pernah ditembak sniper saat perjalanan dakwah di jalan S Parman, Jakarta Barat.

Engkau yang pernah menyongsong maut di atas sampan saat perjalanan dakwah, engkau yang pernah masuk penjara pada tahun 2002, engkau yang pernah masuk penjara ke 2 pada 2003, dan engkau yang pernah masuk penjara ke 3 kalinya pada 2008, seolah namamu berada didalam barisan para ulama dunia yang pernah masuk penjara juga.

Engkau yang selalu bilang bahwa dalam perjuangan pasti ada resikonya, namun engkau selalu menguatkan para laskarmu, karena bagimu di fitnah merupakan sesuatu yang biasa, jika di bunuh mudah-mudahan syahid, jika di penjara niatkan ‘uzlah, dan jika di buang anggap saja tamasya.

Saat keluar dari penjara, ternyata urat takutmu laksana putus, engkau tetap melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Engkau yang telah melahirkan karya spektakuler dengan mendirikan Front Pembela Islam (FPI) yang dideklarasikan pada 17 Agustus 1998, meskipun ormasmu banyak mendapat tuduhan, tetapi engkau buktikan dengan karya lahirkan beribu jasa.

Engkau tidak kenal lelah untuk persatukan umat dan bangsa, engkau usir preman Ketapang, engkau pun gadai nyawa di Ambon dan Poso, engkau usap duka di Aceh, engkau tenggelamkan majalah playboy, engkau juga sadarkan beberapa jama’ah Ahmadiyah, ormasmu FPI selalu siaga bencana, ormasmu lakukan kegiatan bedah kampung dan program Go Green.

Aksi Bela Islam I, II (411), dan III (212) menjadi aksi terbesar di dunia, dan aksi super damai tersebut menjadi sejarah dalam tinta emas peradaban manusia, sehingga umat tidak berlebihan memberikan gelar kepadamu sebagai Imam Besar Umat Islam Indonesia. Namun, meskipun karyamu begitu banyak untuk umat dan bangsa ini, tetap saja engkau tidak luput dari mega fitnah dan bully.

Pada 24 Agustus 2018 mungkin umurmu tidak muda lagi, tetapi semangatmu dalam membangkitkan ruhul jihad umat tidak pernah padam, ditanganmu panji-panji Islam berkibar dengan perkasa di bawah langit ibu pertiwi.

Melalui tulisan ini aku hanya ingin menyapa keadaan dirimu, dalam momentum miladmu kali ini mungkin aku belum bisa memberikan sesuatu yang lebih untukmu, aku hanya ingin menitipkan tulisan sederhana ini semoga sampai kepadamu yang sedang berada di tanah suci Makkah al-Mukaromah.

Pesan yang ditulis dengan penuh kerinduan, cinta dan keta’dhiman ini mungkin bisa mewakili sekian juta orang yang ada di bumi pertiwi, yang merindukan saat-saat indah bersamamu. Wahai Habib, semoga engkau diberikan kesehatan selalu, panjang umur, keberkahan rezeki dan dimudahkan dalam segala perjuangan dan urusanmu.

Mabruuk Alfa Mabruuk, ‘Alaika Mabruuk, Mabruuk Alfa Mabruuk, Yawm Miiladik (Habib Rizieq Shihab Mabruuk. Selamat hari Milad, semoga dapat rahmat, dari Allahu Ahad hingga hidup selamat. Selamat ulang tahun, semoga berkah turun, dari Allah pengampun hingga hidup rukun. Salam Ta’dhim. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version