View Full Version
Rabu, 19 Dec 2018

Penindasan Muslim Uighur, Dimana Para Pembela HAM?

Oleh: Nurhayati, S.ST

Masih tergiang di telinga kita atas sikap keji Israel terhadap Suriah, kini kaum Muslimin dirundung pilu yaitu kekejaman rezim China terhadap etnis muslim Uighur. Lebih dari 1 juta tahanan yang kebanyakan etnis Uighur terus ditahan di tempat yang oleh China disebut  “Kamp Pendidikan Ulang’ di China Barat (hidayatullah.com,18/10/2018).

Di kamp itu tahanan diperlakukan tidak manusiawi sebagai bagian “menindak terorisme, ekstremisme agama, dan separatisme’ di negara itu. Partai Komunis China telah menggunakan alasan potensi “ancaman ekstrim” untuk membenarkan pengawasan ketat dan penindasan terhadap etnis Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya di wilayah Xinjiang.

Seorang mantan tahanan Uighur asal Kazakhstan (54), dibebaskan September dari sebuah kamp di Urumqi. Ia ditahan selama 15 bulan, menuturkan pada The Epoch Times, “Para wanita muda Uighur diperkosa setiap hari oleh para pejabat PKC di kamp-kamp dan dapat dibunuh jika mereka menolak.” (hidayatullah.com,18/10/2018).

Jika sudah sedemikian daruratnya kondisi Muslim Uighur, lalu kenapa hal ini sepi dari pemberitaan bahkan sepi dari aksi kutuk-mengutuk dari negeri-negeri Muslim? Parahnya kecaman malah datang dari negara-negara Barat yang non-muslim. Negara ini antara lain Australia, Belgia, Inggris, Kanada, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Irlandia, Belanda, Norwegia, Swedia, dan Swiss, yang diikuti oleh Uni Eropa (matamatapolitik.com, 23/11/2018). 

Lalu, Mengapa penguasa Indonesia yang mayoritas Muslim dan dikenal begitu “romantis” dengan China malah tidak melakukan apapun? Kemana wajah Indonesia yang katanya ramah dan humanis ini?

Penindasan Muslim Uighur, Langgengnya Kezaliman terhadap Negeri Muslim

Suriah, Rohingya, Afganistan, Muslim Uighur, dan deretan negeri-negeri Muslim merupakan episode panjang dari deretan kezaliman penguasa. Dunia begitu vokal ketika kegaduhan terjadi di Barat, terlebih jika kekacauan itu diduga dilakukan oleh seorang Muslim. Tudingan terorisme dan esktrimisme adalah kata yang kerap disebut. Namun hal itu terbalik bila penjajahan dan penindasan terjadi di negeri Muslim. Dunia seakan senyap, bahkan penguasa yang notabene wilayah yang dipimpinnya adalah mayoritas muslim, pun tak bersuara.

Bila penembakan di Las Vegas Amerika Serikat yang menewaskan lebih dari 50 orang di tahun 2017 lalu dunia begitu heboh, mengapa kasus kemanusiaan yang menima muslim Uighur tidak mendapat respon dari banyak organisasi dunia? PBB pun tak mengambil tindakan. Apakah karena China termasuk dari negara pemegang hak veto dalam PBB? Para pegiat HAM juga diam seribu bahasa terhadap peristiwa ini. Parahnya, presiden RI mengatakan bahwa urusan Uighur, kita (bangsa Indonesia) tidak bisa ikut campur soal itu karena itu urusan domestik China saja. (cnnindonesia.com)

Save Uighur dengan Khilafah

Penindasan minoritas Muslim Uighur bukanlah masalah kemanusiaan semata. Mengapa? Jargon “human rights” dan para aktivisnya sama sekali tidak terdengar padahal 1 juta manusia dikurung di kamp dengan perlakuan yang tak wajar. Upaya kita sebagai saudara seakidah adalah mengerahkan segala upaya dan tenaga untuk membantu mereka. Namun individu maupun kelompok tidaklah mungkin untuk berhadapan dengan China yang sebuah negara. Maka negara harus berhadapan dengan negara pula. Negara yang bagaimanakah yang bisa melakukannya?

Tentu negara superpower yang dengan gagah mengirimkan tentara-tentaranya untuk membebaskan muslim Uighur. Sebuah negara yang menjadikan ukhuwah Islamiyah sebagai pengikatnya, karena ia bisa menembus sekat-sekat imajiner dan tidak manusiawi yang bernama nasionalisme. Negara independen yang pemimpinnya hanya takut dan menjalankan segala perintah Allah tanpa memilah dan memilih mana yang cocok mana yang tidak.

Seperti Khalifah Al Mu’tashim Billah yang dengan gagah berani memerintahkan jihad menaklukkan Ammuriyah untuk membela kehormatan seorang muslimah, dalam rangka melaksanakan firman Allah SWT: “Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan” (TQS Al Anfal :72).

Umat Islam adalah umat yang satu, baik itu yang berkulit hitam atau putih, berdomisili di belahan bumi manapun, semua adalah saudara. Tidak ada beda satu dengan yang lainnya kecuali iman dan takwanya. Maka sudah selayaknyalah kita bersatu. Bersatu dalam artian yang sebenarnya yaitu dalam bingkai khilafah dan ikatan akidah Islam, bukan nasionalisme. Karena inilah wujud persatuan yang sesungguhnya. Allahu al musta’an. (rf/voa-islam.com)

*Penulis adalah anggota Media Muslimah Kendari

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version