Oleh: Harits Abu Ulya (Pengamat Terorisme & Intelijen, Dir CIIA)
Kita berharap publik Indonesia tidak perlu berlebihan merespon isu keterlibatan WNI dalam kasus bom di Gereja wilayah Jolo Provinsi Sulu Filipina. Kenapa demikian?
Pertama; statemen dari Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano yang notabene mantan petinggi militer dan Intelijen Militer Filipina itu masih sebatas asumsi dan prematur jika bicara soal siapa pelakunya. Sementara fakta dilapangan justru sebaliknya, belum menemukan titik terang dan masih proses investigasi lebih mendalam. Bahkan masih di hadapkan pada spekulasi dua kemungkinan apakah peristiwa itu bom bunuh diri atau dikendalikan via remot kontrol juga belum menemukan titik terang.
Kedua, pernyataan prematur ini juga pernah terjadi tahun lalu di akhir Juli 2018 terkait bom di sebuah pusat perbelanjaan di wilayah Basilan Mindanao, juga beredar informasi adanya keterlibatan WNI sebagai aktor. Pada akhirnya tidak terbukti.
Jadi pada kasus terbaru di Jolo-Sulu ini soal isu 2 WNI sebagai aktor pemboman juga sangat potensial hanya sebatas asumsi yang tidak ada benarnya.
Ketiga, serangan bom dengan menarget gereja di wilayah Sulu memang baru pertama kali. Sulu mayoritas muslim, dan biasanya serangan-serangan yang di lakukan itu targetnya adalah militer Filipina atau yang terkait. Namun kali ini adalah gereja, karenanya muncul banyak asumsi termasuk kemungkinan kelompok Abu Sayaf yang menjadi aktor.
Dan dianggap identik dengan kasus bom gereja di Surabaya Indonesia beberapa bulan silam yang dikaitkan dengan kelompok pengikut ISIS di Indonesia sebagai aktor. Sementara kelompok Abu Sayaf sempat juga proklamirkan baiatnya kepada IS (Islamic State)-ISIS Al Bagdady.
Kemudian masuknya beberapa WNI yang seideologi perjuangan dengan kel Abu Sayaf masuk ke Filipina terlibat menjadi combatan di Marawi, dan paska Marawi mereka masih ada yang menetap dan bergabung dengan Abu Sayaf grup. Termasuk adalah sisa-sisa orang lama (WNI) yang pernah ikut di camp Hudaibiyah dan bertempur bersama MILF dan dikemudian hari ada yang pindah haluan ikut kelompok Abu Sayaf.
Kemungkinan karena faktor diatas yang memunculkan kesimpulan prematur dari pihak otoritas Filipina soal kemungkinan keterlibatan 2 WNI.
Keempat, ada fakta dimana militer dan intelijen Filipina lemah. Bahkan di wilayah Sulu faktanya militer dan intelijen Filipinan tidak sepenuhnya menguasai atau mengendalikan dimana Sulu relatif homogen mayoritas bangsa Moro (muslim) menjadi penduduknya. Demikian juga Sulu menjadi basis dukungan yang cukup kuat untuk beragam kelompok pejuang bangsa Moro baik dari faksi MILF, MNLF bahkan juga sempalannya yaitu kelompok Abu sayaf juga mendapat tempat di hati masyarakat kawasan Mindanao Selatan.
Saya melihat pihak otoritas pihak Filipina menghadapi kesulitan yang cukup tinggi untuk identifikasi, mengurai menemukan master mind dari serangan kali ini. Karena kelompok Abu Sayaf terdiaspora dalam banyak faksi dengan jumlah kecil.
Oleh karena itu isu keterlibatan 2 WNI pada kasus bom Gereja di Jolo Prov Sulu masih sebatas asumsi dan sangat spekulatif. Sebaiknya Publik Indonesia perlu nunggu keterangan resmi dari kemenlu RI setelah melakukan berbagai elaborasi dalam kasus ini. [syahid/voa-islam.com]