View Full Version
Sabtu, 23 Feb 2019

Unicorn Asia Tenggara, Benar-benar Kuatkah?

Oleh: Elis Airlangga 

Indonesia semakin dilirik negara luar sebagai tujuan investasi. Kali ini, laporan yang dirilis US News mendapuk Indonesia sebagai negara tujuan investasi terbaik kedua di dunia. Bahkan Indonesa menjadi salah satu pilihan ratusan CEO multinasional berkelas dunia. Sebanyak 8% dari para bos perusahaan multinasional yang disurvei UNCTAD menjadikan Indonesia sebagai lokasi investasi paling prospektif. Posisi Indonesia dalam negara tujuan investasi paling atraktif naik dari peringkat 14 pada survei 2014 menjadi peringkat 9 pada survei 2016.

Bagi investor asing, Indonesia adalah pasar besar karena memiliki penduduk berjumlah 256 juta jiwa dan sangat kompleks.

Ketua Umun Asosiasi e-Commerse Indonesia (idEA) Ignatius Untung di sela-sela konferensi pers Pasar idEA di Stario Tower, Jakarta,  Selasa (19/2/2019) mengatakan "Kalau saya melihatnya, investasi asing itu perlu, terutama untuk e-commerce karena bisnisnya multidisiplin, cari uang, dapat, usaha sekeras-kerasnya, uangnya habis cari lagi, begitu kan? Tiap ada pendanaan baru, valuasinya naik."

Data idEA mengungkapkan 93% produk yang dijual melaui e-commerce adalah produk impor. Masifnya produk asal China yang masuk melaui start up unicorn perlu diwaspadai. Hal ini seiring akuisisi saham unicorn lokal oleh investor asal China, semisal Alibaba dan Tencent. Unicorn sangat familiar di dunia. Perusahaan rintisan alias start up yang bernilai di atas 1 miliar dollar AS atau setara RP 13,5 triliun (kurs Rp 13.500 per dollar AS).

Unicorn, Definis dan Asal-muasalnya

Istilah unicorn di dunia start up pertama kali diperkenalkan oleh pemodal kapital Aileen Lee pada tahun 2013. Lee menggunakan istilah unicorn untuk mendefinisikan perusahaan teknologi yang dinilai memiliki ide dan solusi tak biasa dengan valuasi lebih dari US$1 miliar.

Untuk mengantongi status unicorn, merupakan proses yang melibatkan berbagai pertimbangan dari banyak faktor. Termasuk perkiraan pertumbuhan bisnis satu perusahaan dalam jangka panjang.

Berdasarkan riset CB Insight, hingga Januari 2019 ada lebih dari 300 unicorn di seluruh dunia. Beberapa unicorn bahkan sudah 'naik kelas' dengan mengantongi status sebagai decacorn (valuasi US$10 miliar) dan hectocorn (valuasi US$100 miliar).

Kelima perusahaan dengan valuasi tertinggi di dunia menurut CB Insight yakni Toutiao atau Bytedance (US$75 miliar), Uber (US$72 miliar), Didi Chuxing (US$56 miliar), WeWork (US$47 miliar), dan Airbnb (US$29,3 miliar).

Sementara di Asia Tenggara sejauh ini ada tujuh unicorn dengan empat diantaranya berasal dari Indonesia. Keempat Start up unicorn tersebut antara lain Bukalapak, Gojek, Traveloka, dan Tokopedia.

Gojek

Perusahaan ride-hailing ini digawangi oleh Nadiem Makariem sekitar 2010. Gojek menjadi unicorn pertama yang 'lahir' di Indonesia pada 2016 lalu.

Gojek menjadi unicorn tepat saat usianya menginjak 6 tahun. Saat itu, Gojek menerima pendanaan senilai $550 juta dari konsorsium 8 investor yang digawangi oleh Sequoia Capital.

Tokopedia

Beranjak ke Tokopedia. E-Commerce yang didirikan oleh William Tanuwijaya ini hadir satu tahun sebelum Gojek, tepatnya pada 2009. Tokopedia berhasil menjadi unicorn kedua di Indonesia pada 17 Agustus 2017 setelah mendapatkan pendanaan dari Alibaba dengan valuasi 7 miliar dolar AS atau senilai 98 triliun.

Traveloka

Traveloka atau platform perpesanan tiket online tersebut digawangi oleh Ferry Unardi dan dua rekannya. Traveloka lahir pada 2012 dan mengukuhkan posisinya sebagai unicorn pada 2017. Traveloka menjadi unicorn setelah mendapatkan pendanaan dari perusahaan sejenis milik asing yakni Expedia dengan valuasi 2 miliar dolar AS.

Bukalapak

Terakhir, yang baru-baru ini mengundang kontroversi yakni Bukalapak. Platform e-commerce ini berdiri pada 2010 digawangi oleh Achmad Zaky. Saat ini Bukalapak menjadi unicorn keempat yang ada di Indonesia dengan valuasi 1 miliar dolar AS.

Resiko Unicorn Indonesia Dikuasai Asing

Menanggapi hal ini, sedikitnya ada tiga risiko sebagai dampak unicorn Indonesia dikuasai asing sebagaimana dilansir Indonesia Inside, Selasa (19/02/2019).

Pertama, mengarah pada Kapitalis. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan di sektor transportasi, operasional Gojek sudah mengarah kapitalis, karena tidak diikuti aturan yang bisa melindungi mitra kerja.

Sistem aplikasi tidak diawasi apalagi diaudit oleh lembaga yang berwenang. Pemerintah terkesan terlambat mengantisipasi dan tidak jelas arahnya ditambah masing-masing instansi (Kementerian/Lembaga) jalan sendiri-sendiri.

Djoko menyebutkan, sekitar dua tahun lalu ketika, sebagian saham belum dimiliki asing, mitra Gojek masih mendapatkan bonus yang cukup besar. Pendapatan driver ojek online (daring) bisa minimal Rp 8 juta per bulan. Bahkan ada yang mencapai Rp 12 juta per bulan. “Sekarang untuk mendapatkan Rp 4 juta harus bekerja hingga 12 jam dalam sehari,” katanya.(18/02/2019).

Kedua, kedaulatan data tergadaikan. Ekonom Indef Bhima Yudisthira mengatakan, start up unicorn memang mengandalkan modal asing yang jumlahnya cukup dominan untuk menjalankan bisnisnya. Ketika masuk modal asing, maka kedaulatan data, dan produk yang ada di start up berisiko menjadi tergadaikan.

"Padahal data merupakan privasi sekaligus sumber daya paling penting di era ekonomi digital. Data ini rentan untuk disalahgunakan sehingga profit paling besar dinikmati oleh investor asing itu". SINDOnews (18/2/2019)

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai, kemajuan teknologi tidak bisa dibendung, tapi bisa diatur dan arahkan. “Tanpa perlindungan data yang kuat, era siber digital hanya akan menjadi seperti hutan rimba belantara."

Seringkali, persoalan data digital menghantui para pengguna, karena data pribadi mereka bisa bocor dan diakses oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Jika hal ini terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan dikuasai oleh pihak asing yang menggerogoti kedaulatan. Ketiga, dividen mengalir keluar negeri.

Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02 Sandiaga Uno menilai paparan capres 01 Joko Widodo saat menjawab pertanyaan soal infrastruktur penunjang perusahaan unicorn lebih pada kehati-hatian agar jangan sampai perusahaan rintisan unicorn dikuasai asing.

Perusahaan unicorn membutuhkan dana pengembangan yang besar. Karena itu, muncul kekhawatiran jika unicorn membutuhkan modal asing untuk mengembangkan perusahaan dan justru dikuasai asing bila terus-menerus mendapat kucuran dana dari luar.

“Pak Prabowo menyampaikan kalau unicorn ini besar, dan kepemilikannya bukan dimiliki oleh orang dalam negeri, maka nanti dividen (pembagian laba pemegang saham) mengalir ke luar negeri,” ujar Sandi di Pusat Media BPN, Senin (18/02/2019).

Penguasaan asing akan berdampak pada percepatan kesenjangan hingga ketimpangan investor dalam negeri, terhadap aset-aset bangsa yang menguasai lini-lini penting dalam sektor teknologi digital atau fintech. Maka itu, pengelolaan dan pengembangan perusahaan rintisan unicorn harus berhati-hati. (Hidayatullah.com)

Dalam sistem kapitalisme manusia akan saling memangsa dan menjadikan manusia sebagai serigala yang siap mencengkram manusia lainnya. Oleh sebab itu lahirlah proses-proses instabilitas salah satunya sektor perekonomian seperti kesenjangan ekonomi, pengangguran dan instabilitas ekonomi, kesenjangan sosial, distribusi kekayaan yang tidak merata, dan kecenderungan memonopoli pasar.

kerakusan sistem kapitalisme dirasakan oleh segenap umat dan bangsa tak terkecuali negeri ini. Pasca perang dingin, Indonesia menjadi sasaran aksi dari bagian rencana busuk para penghamba sistem ekonomi kapitalisme barat. Mereka dapat menghegemoni kedaulatan negara dalam berbagai bidang seperti bidang ekonomi, politik, dan budaya. Indonesia mulai tunduk dan membiarkan diri dalam cengkraman utang dan aliran dana asing masuk menguasai perekonomian bangsa.

Apa yang dilakukan sekarang adalah bentuk penjajahan secara sistematis, struktural dan masif. Praktek sistem kapitalisme dunia yang dilakukan bukan lagi untuk kemaslahatan dan kesejahteraan bersama seperti yang tercermin pada salah satu teori yaitu trickle down effect (efek menetes ke bawah). Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh pasar bebas, pasti akan berhasil mewujudkan keadilan yang lebih besar bagi para pelaku pasar sehingga terwujudlah konsep negara walfare state (negara kesejahteraan) yang diimpikan. Sebaliknya, teori tersebut membius masyarakat dengan retorika yang hasilnya nihil. Pemahaman masyarakat tentang kapitalisme pun jadi kabur. Mereka tidak bisa lagi membedakan mana yang benar dan salah. Hal tersebut menjadikan pelaku kapitalisme dapat mendikte dan menghegemoni suatu negara.

Dengan sistem ekonomi kapitalisme yang sedang bercokol sekarang, jelas perekonomian kita dikuasai oleh paham kapitalis dengan anggapan bahwa sistem kapitalis menjadikan roda kehidupan manusia dapat teratasi dengan baik.  Padahal sistem ekonomi syariahlah yang seharusnya mendapat kursi paling tinggi pada saat menghadapi krisis yang melanda negeri.

Sistem ekonomi kapitalisme yang sekarang merupakan aturan kehidupan masyarakat, termasuk di bidang ekonomi, tidaklah diambil dari agama tetapi diserahkan kepada manusia dengan melihat apa yang dirasa memberikan manfaat.

Seperti halnya dalam hukum rimba, siapa yang paling kuat, maka dialah yang berkuasa. Begitu pula dengan sistem kapitalisme, siapa yang memiliki modal paling banyak maka ia yang dapat menguasai pasar ekonomi tanpa mempedulikan halal atau haram, yang penting mendapat kepuasan pribadi, dan belum tentu memperhatikan kesejahteraan rakyat.

Membangun Kemandirian Ekonomi Alternatif

Harus ada sistem ekonomi alternatif yang memberikan keadilan bagi semua pihak. Khilafah adalah jawaban dari titik ekstrem sistem ekonomi yang pernah diberlakukan di banyak negara. Sistem Khilafah menerapkan hukum-hukum syariah Islam untuk membangun kemandirian ekonominya. Selain  mengutamakan kemampuan dalam negeri untuk mengatasi persoalan ekonomi, sistem Khilafah juga tidak akan pernah melakukan kerjasama dengan negara-negara Kafir Harbi Fi’lan yang tentunya akan membahayakan eksistensi Daulah Khilafah seperti yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.

Kemandirian ekonomi suatu negara dapat didefinisikan sebagai sikap negara untuk mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai persoalan ekonomi yang ada (Mukeri, 2012). Kemandirian ini tidak berarti menafikan kerjasama ekonomi dengan negara lain dalam perekonomian global. Namun, kerjasama itu haruslah bersifat setara (equal) dan saling menguntungkan, bukan bersifat hegemonik yang eksploitatif, yang menempatkan satu negara dapat mendominasi atau mengendalikan perekonomian negara lainnya.

Kemandirian ekonomi suatu negara ditunjukkan oleh 5 (lima) indikator. Pertama: Kemandirian negara dalam mengelola kepemilikan, produksi dan distribusi berbagai sumberdaya yang ada. Kedua: Kemampuan negara memenuhi kebutuhan sektor pangan, energi, keuangan dan infrastruktur. Ketiga: Kemampuan negara memasok pasar domestik untuk kebutuhan primer dan sekunder. Keempat: Kemerdekaan negara untuk mengambil kebijakan ekonomi yang terlepas dari pengaruh negara-negara kapitalis Barat. Kelima: Kemampuan negara untuk memenuhi sumber-sumber pendanaan APBN dan mendayagunakan APBN guna memberikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bagi seluruh rakyat (Yelipele, 2014).

Maka sudah jelas, satunya-satunya sistem yang mampu untuk menjamin adanya kemandirian ekonomi suatu negara hanyalah Sistem Islam yang dibingkai dalam sebuah Institusi Daulah Khilafah dan telah terbukti lebih dari 1300 tahun mampu menjamin kesejahteraan dan kemaslahatan warga negaranya. Wallahu A'lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version