View Full Version
Kamis, 28 Feb 2019

Tiket Meroket, Liberalisasi Kian Menguat

Oleh : Roro Ery*

Transportasi via udara termasuk kebutuhan yang begitu urgent dalam memenuhi segala aspek kehidupan di masyarakat. Karena transportasi -termasuk via pesawat- merupakan hal yang terpenting dalam dunia perdagangan maupun industri.  Namun ketika harga avtur naik, tetiba harga tiket pesawat pun melambung.  Setelah kemarin, masih belum reda  gejolak konsumen akibat bagasi yang berbayar.

Jokowi pun mengatakan kaget mengetahui harga avtur di Indonesia mahal. Capres petahana ini menuding semua  karena pemain dimonopoli Pertamina saja. (Jawapos.com, 12/2).  “Bandingkan harga avtur di situ dengan yang dekat-dekat kita terpaut kurang kebih 30% dan itu harus dibenahi”, ujar Jokowi dalam Gala Dinner Peringatan HUT ke 50 Perhimpunan Hotel dan Restoran  Indonesia (PHRI) yang digelar di Grand Sahid Jakarta, Senin(11/2/2019).  Menurutnya, harga avtur harus sama dengan negara lain untuk daya saing atau competitiveness.   Jika tidak disamakan, berakibat pada kenaikan harga tiket pesawat.  Ujung-ujungnya, pemerintah berencana akan memasukkan pemain swasta untuk menjual avtur di bandara, dengan persaingan yang sehat. Pasti akan ada efisien cost.

Padahal sudah ada Keputusan Menteri ESDM (Nomor 17 K/10/MEM/2019) tentang Formula Harga Dasar bagijenis BBM Avtur yang disalurkan melalui depot pengisian pesawat udara. Poinnya, telah ditetapkan batas atas margin sebesar 10% dari harga dasar.  Tercantum dalam lampiran peraturan dengan formula hitungan harga avtur adalah sebagai berikut : Mean of Platts Singapore (MOPS) + Rp. 3.581/Liter + Margin (10% dari harga dasar). Dengan ketentuan sebagai berikut; MOPS dihitung dengan rata-rata dalam US$ pada tanggal 25 pada 2 bulan sebelumnya sampai tanggal 24 satu bulan sebelumnya, MOPS  jenis avtur didasarkan harga publikasi MOPS dengan formula 100% dikalikan MOPS Jet Kerosene. Sementara untuk hitungan Rp. 3.581/liter didapat dari : Alpha BBM Avtur dari produksi kilang dalam negeri/impor sampai dengan terminal/depot BBM yang mencerminkan biaya pengadaan di luar harga produk biaya penyimpanan dan biaya distribusi.

Artinya dengan adanya harga avtur yang dijual Pertamina di Bandara Soekarno Hatta pada batas atas margin berarti sudah lebih besar mencapai 30% dari yang dijual di Bandar udara lain.

Dalam hal ini External Comunication Manager PT. Pertamina (Persero), Arya Dwi Paramita mengatakan Pertamina pada prinsipnya mematuhi ketentuan (pemerintah) yang sudah ditetapkan, dan komitmen ini juga menjadi bukti nyata bahwa Pertamina sangatlah mendukung pertumbuhan industri penerbangan khususnya di dalam negeri.

“Pertamina di bidang aviasi selalu mengusahakan harga kompetitif terbukti dari realisasi harga jual yang secara historis selalu berada di bawah batas atas. Kami cukup kompetitif” ujar Arya kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Jum’at (8/2).

Memang, menurut National Air Carrrier Association (Inaca)  penyebab harga tiket pesawat tinggi dari semua maskapai penerbangan dan semua rute, tidak hanya satu.  Namun  Aviatur Turbine Fuel (Avtur) atau bahan bakar pesawat, menyumbang porsi terbesar.  Selain soal avtur, penyebab lainnya yaitu biaya sewa pesawat terbang yang dilakukan maskapai.  “Leasing pesawat 20%. Ini juga menggunakan dollar AS, jadi kurs itu yang menyebabkan penambahan biaya operasional maskapai dan biaya lainnya untuk fasilitas terminal dan bandara sekitar 2-10%” jelas Ari Askhara, Ketua Umum Inaca. (Republika.co.id).

Aroma Liberalisasi dalam persoalan Avtur

Semua kondisi ini, menguatkan aroma liberalisasi pada dunia industri, bahkan semakin menusuk dalam bisnis minyak dan gas bumi. Setelah sektor hulu dan hilir berupa penjualan solar premium dan pertamax oleh SPBU swsta, kini bisnis avtur pun bakal diliberalisasikan.  Bagi Pertamina sangatlah rugi apabila pemerintah akan benar-benar memasukkan pemain swasta sebagai kompetitor,  untuk menjual avtur di bandara. Walau pun dengan alasan agar harganya dapat turun.  Karena selama ini Pertamina menjadi satu-satunya pemasok.

Namun bila swasta sudah masuk ke bisnis ini apakah ada jaminan harga avtur akan turun?   Yang sudah pasti,  akhirnya terjadi persaingan bisnis yang makin merajalela.  Dampaknya, otomatis harga tiket pun tetap turut naik.

Sejatinya konstitusi Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara untuk mengelola hasil tambang yang di bumi Indonesia.  Namun dalam UU No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi justru membuka peluang lebar-lebar bagi perusahaan asing atas eksploitasi migas secara besar besaran. Eksploitasi migas tersebut juga dikuatkan dengan terbitnya UU No.25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, yang menyebutkan bahwa setor migas dan pertambangan boleh dikuasai oleh perusahaan asing hingga mencapai 95% (GresNews.com). 

Ke depan, Dirjen Migas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto mengusulkan badan usaha lain (selain Pertamina) turut menjual avtur.  Dan saat ini sudah ada beberapa badan usaha yang sudah mengajukan proposal izin, namun masih dipelajari dan dijajaki teknisnya, katanya.   

Sungguh, mahalnya harga tiket saat ini telah dimanfaatkan untuk memuluskan “keinginan” kapital yang berminat jadi pemain di bisnis yang cukup menggiurkan ini.  Padahal tak ada jaminan, ketika kompetitor menjadi banyak dalam penjualan avtur, tiket akan menjadi terjangkau.  Sungguh liberalisasi lah yang menjadi alasan terkuat, bukan memikirkan urusan rakyat!

Solusi Islam: No way Liberalisasi Migas

Islam hadir selain sebagai agama ritual, juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problema kehidupan.  Tak terkecuali urusan  pengelolaan kekayaan alam seperti migas.  Allah Swt berfirman : “Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) Al-Qur’an sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri  (TQS An-Nahl[16]:89).

Rasulullah pernah meminta kembali tambang garam dari Abyadh bin Hammal, karena diketahui ternyata tambang itu “seperti air mengalir” (jumlahnya tidak terbatas). Beliau berkata “Kalau begitu cabut kembali barang tambang tersebut darinya.” (HR. At-Tirmidzi).

Berdasarkan hadits ini, tambang minyak dan gas bumi yang jumlahnya tak terbatas penguasaan pengelolaan pada swasta adalah haram.   Karena sektor hulu ini termasuk harta milik umum (milkiyyah amm). 

Sedangkan untuk sektor hilir atau distribusinnya juga haram diserahkan pada swasta.  Karena keberadaan fasilitas distribusi barang tambang (BBM) seperti SPBU adalah fasilitas umum juga.  Rasul  Saw bersabda:   “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput dan api (energi/barang tambang)” (HR. Abu Dawud).

Jadi harusnya minyak dan gas, termasuk avtur sektor hulu dan hilirnya di tangan pemerintah atau negara. Sebagai pengelola kepemilikan umum, yang merupakan harta milik umat.  Haram diserahkan ke investor individu atau swasta.  Pengurusan bidang ini merupakan bentuk tanggung jawab negara terhadap umat sebagaimana sabda Nabi Saw :

 “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka”.  (HR Ibn Majah dan Abu Nu’aim).

“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).

Apalagi jika swasta di sini adalah pihak asing. Tentu lebih membahayakan lagi. Apalagi jika lebih mendalam mencermati berbagai persoalan liberalisasi yang justru mengakibatkan penjajahan non fisik yang dialami oleh negara ini.  Karena dalam sistem ekonomi kapitalis yang liberal, adanya kapital besar bermain di sektor hulu dan hilir migas adalah keniscayaan.  Para pemilik modal (kapital) yang bercokol di sektor strategis ini akan terus melakukan kontrol terhadap negara untuk mengeluarkan kebijakan dsb. Dan yang pasti merugikan rakyat banyak, karena harga BBM jadi turun-naik, sesuai harga pasar.  Termasuk ke depan harga avtur jika rencana ini segera di-follow up pemerintah. Ujung-ujungnya, aroma liberalisasi makin kuat tercium, kepentingan kapital yang dikedepankan.   Bukan kepentingan rakyat.  Harga tiket, makin murah?  Entahlah.

Baginda Rasulullah saw bersabda: “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka”.  (HR Ibn Majah dan Abu Nu’aim).“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).

Demokrasi yang diterapkan di negri tercinta ini, dalam teorinya adalah sistem yang memberikan ruang kepada kehendak rakyat.  Namun dalam kenyataannya hanya  menjadi jalan bagi segelintir elit politik yang berselingkuh dengan pemilik modal asing, yang akhirnya membuat rakyat menjadi korban.   Sungguh, setiap penerapan sistem sekuler yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah Swt sang pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta pasti akan menimbulkan kerusakan (fasad) bagi umat manusia.

Semua itu harus menyadarkan kita untuk bersegera kembali ke jalan yang diridhoi oleh Allah Swt.  Campakkan semua sistem dan ideologi busuk terutama kapitalisme yang nyata-nyata telah sangat merusak dan merugikan umat manusia.

Kenyataan ini semestinya memberikan peringatan bagi penguasa dimanapun untuk menjalankan kekuasaannya dengan benar, penuh amanah demi tegaknya kebenaran.  Bukan demi  nafsu serakah kekuasaan dan kesetiaan pada hukum kafir – imprelis. Teguran dan peringatan Allah Swt bagi siapa saja, termasuk para penguasa dalam FirmanNya “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin “ (TQS Al Maidah [5] : 50).

Juga sabda Rasulullah Saw: “ Tidaklah mati seorang hamba yang Allah minta untuk mengurus rakyat, sementara dia dalam keadaan menipu (mengkhianati) rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga bagi dirinya “ (HR al-Bukhari dan Muslim).  Na’udzubillah min dzalika (rf/voa-islam.com)

Penulis adalah Member Akademi Menulis Kreatif & Pemerhati Sosial

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version