Oleh: Ragil Rahayu, SE
Tanda pagar #BPJSRasaRentenir menjadi trending topic di twitter. Hal ini menyusul adanya informasi kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II akan naik secara efektif pada 1 Januari 2020. Masing-masing kelas ini akan naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu dan Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu.
Masyarakat mayoritas menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Apalagi pemerintah menegaskan akan menagih paksa iuran BPJS secara door-to-door. Jika punya nomor rekening, pemerintah akan melakukan auto debet. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa peserta yang belum melunasi iurannya, tidak bisa melakukan perpanjangan SIM maupun pendaftaran sekolah untuk anaknya. Sungguh tak manusiawi. Netizen akhirnya mengganti slogan BPJS 'Dengan Gotong Royong Semua Tertolong', menjadi 'Dengan Gotong Royong Semua Tertodong'. Kenaikan BPJS ini menjadi kado pahit di tahun 2020.
Kado pahit ternyata belum selesai, pemerintah juga akan memangkas subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 menjadi Rp137,5triliun, dari sebelumnya Rp142,6triliun. Akibatnya, tarif listrik, bahan bakar minyak dan elpiji akan naik. Pemerintah sudah sepakat menghapus subsidi untuk pelanggan listrik rumah tangga mampu 900 VA mulai tahun depan. Imbasnya, pelanggan tersebut akan kena penyesuaian tarif mulai 2020.
Pelayan atau Pemalak?
Tindakan pencabutan subsidi energi dan kenaikan iuran BPJS membuat publik bertanya-tanya, apakah penguasa itu pelayan rakyat atau pemalak rakyat? Pemalak akan selalu menarik uang rakyat dengan berbagai alasan. Alasan keamanan, kesehatan, lingkungan, jasa, dan lain-lain. Tagar #BPJSRasaRentenir merupakan sindiran rakyat terhadap sikap pemerintah. Kenaikan iuran BPJS dan pencabutan subsidi energi akan makin memberatkan kehidupan ekonomi rakyat. Rakyat hanya akan menjadi objek pemalakan dengan kedok jaminan sosial. Akibatnya, rakyat yang sudah menderita akan semakin sengsara.
Seharusnya, negara hadir sebagai pelayan rakyat, yakni mencukupi kebutuhan hidup mereka. Amirulmukminin al-Makmun menyampaikan, "Bapakku meriwayatkan hadis dari bapaknya dan dari kakeknya dari Uqbah bin ‘Amir ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.’”(HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim).
Islam mewajibkan pemerintah memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar individu (pangan, sandang dan papan) dan kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, kesehatan dan keamanan). Kesehatan adalah hak rakyat, pemerintah berkewajiban untuk memenuhinya. Namun saat ini rakyat dipaksa ikut BPJS dan membayar premi tiap bulan. Ketika BPJS defisit, rakyat dibebani iuran yang 'mencekik'. Jika menunggak akan diberi sanksi yang tak manusiawi. Jika ingin berhenti pun tak bisa, hanya bisa ketika meninggal dunia. Sungguh kebijakan yang menzalimi rakyat.
Sistem Islam Menjamin Kesehatan
Prof. Achmad Satori Ismail menjelaskan bahwa di dalam Islam, tugas utama penguasa sebagai pelayan rakyat terfokus dalam dua hal, yaitu hirosatuddin dan siyasatuddunya (melindungi agama mereka dan mengatur urusan dunia). Pelayanan bidang pertama berupa menjamin setiap warga negara agar memahami ajaran agamanya masing-masing, mampu mengamalkannya dengan baik, dan melindungi agama mereka dari berbagai bentuk kesesatan. Sedangkan, siyasatuddunya berupa pelayanan terhadap rakyat agar bisa hidup layak sebagai manusia yang bermartabat.
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Dalam sistem Islam, kesehatan merupakan salah satu bidang di bawah divisi pelayanan masyarakat (Mashalih an-Nas). Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh pemerintah. Dokter dan perawat digaji oleh khalifah . Dananya diambil dari Baitul Maal yakni : Pertama, dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. Kedua, dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat, dsb. Ketiga, dari harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam dan barang tambang, dsb. Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak (dharibah) hanya dari laki-laki muslim dewasa yang kaya.
Bagusnya layanan kesehatan dalam sistem Islam diakui oleh barat dalam Britannica Encyclopedia yang menyebutkan: The Arabs established hospitals in Baghdad and Damascus and in Córdoba in Spain. Arab hospitals were notable for the fact that they admitted patients regardless of religious belief, race, or social order. Baik pasien yang kaya maupun yang miskin, yang arab maupun non-arab, seluruhnya mendapat pelayanan yang setara. Tak ada pemisahan bangsal antara pasien kaya dan pasien kurang mampu. Sungguh sistem kesehatan yang memanusiakan manusia. Berbeda jauh dengan sistem yang ada saat ini. Tidakkah kita ingin merasakan kebaikannya? WalLâh a’lam bi ash-shawâb. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google