Oleh: Yulweri Vovi Safitria
Baru-baru ini pemerintah menerbitkan Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan. Aturan ini merevisi Permendag 59 Tahun 2016.
Dalam aturan itu, impor produk hewan tak lagi diwajibkan mencantumkan label halal sebagaimana yang sebelumnya diatur dalam Permendag 59 Tahun 2016. (tempo.co, 13/9/2019)
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu, meskipun tidak mencantumkan label dan sertifikat halal, Permendag 29 Tahun 2019 tetap mengatur persyaratan halal melalui persyaratan rekomendasi. Sertifikat halal tersebut diterbitkan oleh lembaga halal dari luar negeri dan wajib diregistrasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Halal sebelum produk tersebut diedarkan di Indonesia.
Hal berbeda disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah. Menurut Ikhsan, Permendag Nomor 29 Tahun 2019 sangat bertolak belakang dengan aturan jaminan halal yang ada saat ini. Apabila pemerintah tetap menjalankan aturan itu, maka akan memicu beberapa masalah karena tidak sinkorn dengan sejumlah aturan jaminan halal yang dibuat sebelumnya dan berpotensi melanggar hak-hak konsumen muslim khususnya, yang saat ini menurut data statistik berjumlah 220 juta jiwa.
Senada dengan itu, Sekretaris Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno menuturkan konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur dari setiap barang yang dikonsumsi, termasuk informasi jaminan halal. Menurut dia, apabila diabaikan maka pemerintah dinilai telah mengabaikan hak konsumen, khususnya bagi konsumen muslim.
Sertifikasi Halal, Bagaimana Seharusnya?
Bagi umat Islam mencantumkan label halal adalah sangat penting karena menyangkut pelaksanaan syariat.
Di Indonesia, pemberian label halal dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI ). Terbukti pemberian label halal membantu masyarakat Muslim untuk menentukan sikap terhadap kehalalan sebuah produk dan makanan. Bahkan sebagian masyarakat Islam ada yang tidak mau membeli sebuah produk jika tidak terdapat label halalnya.
Sayangnya, label halal dari MUI hanya bagian dari usaha memastikan sebuah produk halal, bukan penentu kehalalan atau keharaman sebuah makanan atau produk.
Sistem Jaminan Halal dalam Islam
Makanan menjadi bagian terpenting dalam Islam. Sebab Makanan mempunyai pengaruh penting terhadap pembentukan fisik dan perilaku manusia. Oleh sebab itu Islam mengatur manusia agar memakan makanan halal dan menjauhi makanan haram dan meragukan.
Aturan dasar mengenai makanan tak hanya sebagai ajaran agama tetapi juga sebagai sistem negara. Terutama ketika Madinah menjadi sebuah negara kota. Saat itu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam selalu menyebut nama Allah Subhanahu Wata’ala terlebih dahulu sebelum menyembelih hewan. Ini merupakan bentuk jaminan halal terhadap daging yang akan dikonsumsi.
Tak hanya dalam proses penyembelihan, alat yang digunakan seperti pisau haruslah yang tajam untuk menghindari penyiksaan terhadap hewan sembelihan karena mati kesakitan. Inilah yang menjadikan daging hewan yang halal menjadi halal juga untuk dimakan.
Begitu juga dengan minuman. Sejarah Islam mencatat bahwa aturan-aturan tegas dan diberlakukan untuk melindungi Muslim dari minuman yang haram dan tidak tayib. Contoh kasusnya adalah larangan meminum khamar atau minuman beralkohol.
Pelarangan ini disebabkan karena khamar dapat membahayakan dan merusak fisik, maupun mental yang mengonsumsinya. Sebab makanan merupakan sarana pencegahan penyakit dan bentuk ketaatan kepada Sang Pencipta.
Ibnu Tamiyyah mengungkapkan, Rasulullah tidak hanya melarang meminum minuman keras, tapi juga segala kegiatan yang berkaitan dengan itu, mulai dari menjual buah untuk dijadikan minuman keras, menerima atau memberikannya sebagai hadiah, menjual serta mendistribusikannya.
Empat khalifah setelah Rasulullah wafat pada 633 M juga terus melakukan upaya untuk memastikan umat Islam mengonsumsi makanan yang baik dan halal. Bahkan para Khalifah menerapkan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran.
Demikianlah betapa pentingnya hal ini diawasi oleh negara. Makanan dan minuman yang haram tak hanya merusak fisik tetapi juga merusak spritual, yaitu mengabaikan ajaran agama. Tak hanya balasan di dunia tetapi juga balasan di akhirat. Dan apa jadinya generasi selanjutnya, jika dalam darah mereka mengalir sesuatu yang diharamkan. Wallahu'alam Bishawab. (rf/voa-islam.com)