Oleh: Halimah
Hakikat untuk sehat sekarang ini sangat rumit atau tidak mudah. Bila dilihat secara mendalam konsep yang mendasari pelayanan kesehatan atau BPJS Kesehatan dari awal sudah keliru. Mengapa? Sistem BPJS ini kental nuansa logika komersialisme pelayanan kesehatan dan kelalaian negara, bukan ketulusan ingin membantu rakyat yang sedang membutuhkan pelayanan kesehatan.
Faktanya publik hari ini sudah terbebani berbagai biaya karena semua hajat hidup harus dibeli dengan harga yang terus melangit. Mulai dari pangan, papan, air bersih, listrik, BBM, transportasi, hingga keamanan dan pendidikan.
Bila ditelaah lebih jauh, semua ini dikarenakan ulah tangan penguasa sendiri yang hadir sebagai pelaksana sistem kehidupan sekularisme yang justru menegaskan ketidakpedulian penguasa terhadap penderitaan rakyatnya. Gerbang kezaliman ada pada pandangan sekularisme bahwa kesehatan adalah jasa yang harus dikomersilkan dan negara hadir memfasilitasinya mulai dari memfasilitasi kesehatan hingga komersialisasi pembiayaan kesehatan.
BPJS = Masalah?
Dalam hal ini negara hadir sebagai pembuat aturan bagi kepentingan perusahaan khususnya BPJS Kesehatan selanjutnya menyerahkan pengurusan hajat pelayanan kesehatan publik di bawah kendali dan kekuasaan BPJS Kesehatan.
Hal ini berkonsekuensi pada kewajiban masyarakat membiayai pelayanan kesehatan yang harusnya menjadi tanggung jawab negara. Masyarakat dipaksa membeli Pelayanan Kesehatan melalui skema korporasi BPJS Kesehatan dengan membayar premi setiap bulan.
Tidak hanya itu, sistem ini seringkali berujung konflik dan masalah antara Rumah Sakit, tenaga kesehatan, dan pasien seperti yang dilansir kompas.com (13 Oktober 2019). Indonesia corruption watch atau ICW menemukan 49 potensi penipuan atau proud yang dilakukan baik oleh peserta badan penyelenggara jaminan sosial atau BPJS Kesehatan.
Perwakilan ICW Dewi Anggraini mengatakan sejak tahun 2017 pihaknya memantau banyak jenis produk yang dilakukan dalam penyelenggaraan BPJS. Hasil temuannya di seluruh Indonesia hampir sama. Dewi menjelaskan temuan ICW dari tingkat Peserta BPJS Kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Penerima Bantuan Iuran (PBI) memperlihatkan adanya manipulasi penggunaan kartu Indonesia sehat atau KIS oleh orang yang bukan pemilik kartu. Selanjutnya temuan di tingkat Puskesmas terjadi dalam bentuk penerimaan uang oleh pihak Puskesmas untuk mengeluarkan rujukan pada pasien.
ICW menemukan "kecurangan Puskesmas, berupa tidak optimalnya penanganan pasien dan segera merujuk pasien ke rumah sakit tujuannya adalah agar dana yang diperoleh dari BPJS Kesehatan tidak berkurang secara signifikan jadi pasien datang ke Puskesmas tapi dirujuk ke rumah sakit padahal diagnosisnya bisa ditangani Puskesmas kami melihatnya itu bukan satu atau dua kali katanya".
Tidak berhenti di situ pula derita rakyat makin panjang dengan kenaikan iuran BPJS sendiri dengan kenaikannya yaitu 100%.
Terlebih lagi keharusan membayar premi saja itu suatu kezoliman apalagi bila nilainya dinaikkan. Ujungnya masyarakat dipaksa menerima pelayanan kesehatan diskriminatif terutama bagi peserta yang menerima bantuan iuran(PBI) meski membahayakan kesehatan bahkan nyawanya.
Untuk menikmati pelayanan kesehatan masyarakat diharuskan antri berjam-jam tetapi tidak teratasi bahkan antri berbulan-bulan untuk tindakan tertentu.
Belum tuntas pula kesengsaraan yang menimpa rakyat bagi yang menunggak iuran BPJS Kesehatan diberikan sanksi seperti yang dilansir kompas.com (18/10/2019). Pemerintah Tengah mengatur aturan yang otomatis dapat memberi sanksi terhadap penunggak iuran BPJS Kesehatan apabila membutuhkan pelayanan publik seperti melengkapi SIM pembuatan paspor dan IMB.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Bapak Fahmi Idris mengatakan pemberlakuan sanksi layanan publik itu untuk meningkatkan koleksi bilitas peserta iuran BPJS kesehatan dari segmen pekerja bukan penerima upah atau PBPU.
Memang benar di satu sisi sejumlah orang merasakan manfaat BPJS Kesehatan namun ini jelas tidak dapat menampikan kesengsaraan yang ditimbulkannya.
Bahkan bila dilihat secara mendalam konsep yang mendasari pelayanan BPJS Kesehatan sudah salah dari awal yakni komersialisasi pelayanan kesehatan dan kelalaian negara, bukan ketulusan maka sesungguhnya setiap orang berpotensi didera kesulitan.
Islam Menyelesaikan Masalah tanpa Masalah
Seharusnya harta milik publik berupa sumber daya alam yang melimpah di Indonesia ini yang semestinya digunakan pemerintah sebagai salah satu sumber pembiayaan pelayanan kesehatan dan lain-lain justru diserahkan kepada pihak asing. Paschal seharusnya dikuasai oleh negara dan dikelola oleh negara sehingga rakyat dapat merasakan keberlimpahan sumber daya alam di Indonesia ini. Islam sebagai agama yang sempurna mengatur segala bidang kehidupan termasuk kesehatan.
Islam memandang kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dimana mekanisme pemenuhannya adalah langsung dipenuhi oleh negara karena negara dalam Islam adalah sebagai pengatur urusan rakyat dan penguasa sebagai pelaksanaan negara akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah subhanahu wa ta'ala atas pelaksanaan pengaturan ini.
Karena pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab negara maka tidak akan diserahkan kepada pihak swasta dalam pelaksanaannya kemudian rakyat pun tidak akan dimintai sepeserpun uang sebagai iuran kesehatan akan tetapi negara akan mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki untuk dikelola oleh negara sehingga hasilnya bisa dirasakan oleh rakyat salah satunya untuk pembiayaan kesehatan.
Menjadi kewajiban negara mengadakan rumah sakit, klinik, obat-obatan, dan kebutuhan kesehatan lainnya yang diperlukan untuk kaum muslim Jaminan kesehatan dalam Islam memiliki tiga ciri yaitu satu berlaku umum tanpa diskriminasi dalam arti tidak ada pengecualian dan pengelasan dan perbedaan dalam pemberian layanan kesehatan kepada rakyatnya. Kedua bebas Biaya apapun dan pungutan apapun. Ketiga seluruh rakyat harus diberi kemudahan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.
Sistem jaminan kesehatan dalam Islam ini akan terlaksana secara sempurna ketika Islam diterapkan secara Kaffah. Allahu A'lam Bishawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google