View Full Version
Sabtu, 08 Feb 2020

Kerukunan Beragama dalam Islam Bukanlah Ilusi

 

Oleh :

Nusaibah Al Khanza, Pemerhati Masalah Sosial

 

BAGAI menabur garam di atas luka. Itulah polemik yang sedang terjadi akibat komentar Menteri Agama Fachrul Razi soal kasus perusakan Musala di Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut), yang viral di media sosial.

Fachrul menyatakan, perusakan tempat ibadah jika dibanding dengan jumlah tempat ibadah di Indonesia memiliki rasio yang sangat kecil. "Sebetulnya kasus yang ada, kita bandingkan lah ya, rumah ibadah di Indonesia ada berapa juta sih? Kalau ada kasus 1-2 itu kan sangat kecil," kata Fachrul di Kota Bogor, Kamis (30/1).

Pernyataan yang terkesan konyol, karena keluar dari seorang petinggi negeri yang harusnya memberi rasa aman dan menunjukkan empati. Bukan malah memberikan pernyataan yang menyakitkan hati.

Sanggahan terhadap pernyataan di atas diungkapkan oleh Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat Brigjen Pol (Purn) Anton Tabah Digdoyo. Beliau menilai apa yang dikatakan Fachrul tidak tepat. Kata dia, komentar semacam itu bertolak belakang dengan semangat pemerintah yang menggaungkan untuk memberangus radikalisme.

"Nggak pantas Menag bicara seperti itu, katanya mau libas radikalisme. Lha kasus Minahasa ini adalah 'the real radicalsm'," ujar Anton kepada redaksi, Sabtu (1/2).

Pengrusakan terhadap rumah ibadah sudah sering kali terjadi. Padahal mendirikan rumah ibadah dan beribadah di dalamnya adalah hak beragama bagi seluruh warga negara yang dijamin oleh Undang-undang.

Hal ini membuktikan begitu lemahnya pembangunan dalam mewujudkan kerukunan beragama dalam sistem yang berlaku saat ini. Tentu saja, karena sistem demokrasi lebih berkonsentrasi menegakkan pembelaan berlebihan terhadap warga minoritas. Dimana hal tersebut justru  berpotensi memunculkan tirani minoritas termasuk dalam sikap beragama.

Oleh karena itu, mewujudkan kerukunan beragama dalam sistem demokrasi hanyalah sebuah ilusi yang tak mungkin terwujud. Maka sudah seharusnya, kita menoleh kepada teladan Rasulullah dalam mewujudkan kerukunan beragama.

Sistem pemerintahan Islam sejak zaman Baginda Nabi SAW telah mengajarkan toleransi. "Lakum diinukum waliyadiin" ditanamkan begitu kuat melalui periayahan yang shahih oleh negara kepada rakyatnya. Sehingga semua rakyat benar-benar paham makna dan aplikasi dari perintah tersebut.

Masyarakat yang majemuk, tidak hanya Muslim saja, tapi juga ada kaum kafir, berbagai suku dan juga ras. Semua warga negara mendapat hak yang sama dalam memperoleh perlindungan  harta, jiwa, kehormatan dan beragama.

Kedudukan kaum kafir dzimmi dalam negara Islam dibiarkan beribadah sesuai aqidahnya tanpa ada gangguan dari kaum Muslim. Dan mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam oleh siapapun.

Toleransi dalam Islam yakni menghargai aktivitas ibadah umat lain, tidak mengganggu, tidak mencela, tidak melecehkan apalagi merusak simbol dan tempat ibadah agama umat lain.

Islam akan memberi sanksi tegas pada siapapun, termasuk penguasa jika mengganggu aktivitas ibadah kafir dzimmi. Begitupun sebaliknya, Islam tak segan memberi sanksi jika kafir dzimmi mengganggu atau melecehkan kaum Muslim.

Dengan begitu, kaum Muslim dan kafir dzimmi adalah warga negara yang bisa hidup berdampingan. Mereka bisa melakukan toleransi tanpa tekanan dan kebencian. Karena Islam mampu menjaga dan memelihara urusan setiap warganya dengan sangat adil termasuk pada kafir dzimmi. Semua urusan dipelihara negara bahkan sampai kesejahteraan individu rakyatnya.

Rasulullah bersabda: “Siapa pun yang bertanggung jawab atas urusan umat Islam, dan menarik diri tanpa menyelesaikan kebutuhan, kemiskinan, dan keinginan mereka, Allah menarik diri-Nya pada Hari Pengadilan dari kebutuhan, keinginan, dan kemiskinannya.” (HR Abu Daud).

Maka sudah selayaknya seorang pemimpin memberikan perlindungan kepada seluruh warganya, termasuk perlindungan terhadap pelaksanaan ibadah baik bagi Muslim maupun non-muslim. Dengan begitu kerukunan hakiki bukanlah ilusi, karena pasti dapat terealisasi. Wallahu'alam.*


latestnews

View Full Version