Oleh:
Ririn Hidayati
Praktisi pendidikan di Surabaya
MODERASI beragama merupakan salah satu isu bangsa yang dianggap penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. Sehingga arah kebijakan yang diambil adalah memperkuat moderasi beragama, ungkap Deputi Bidang Politik Hukum, Pertahanan dan Keamanan Bappenas, Slamet Soedarsono (www. Moeslimchoice.com/31-01-2020).
Pengarusan konsep moderasi agama ini dimasifkan mulai level negara sampai level kampus. Di kampus, konsep moderasi agama sudah dimasukkan dalam kurikulum perkuliahan di program studi Magister Hukum Keluarga Islam (HKI) di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten (radarbanten.com). Dan di kampus Islam lain seperti UIN Sunan Ampel dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Nusantara juga mengaruskan konsep moderasi agama (www.uinsby.ac.id).
Apakah memang benar moderasi agama itu menjadi isu penting negara? Moderasi agama atau Islam moderat digadang oleh penguasa sebagai solusi atas menangkal radikalisme. Dimana radikalisme seakan dijadikan momok yang akan mengancam keutuhan bangsa. Padahal keutuhan bangsa ini justru mendapat ancaman dari sikap kesewang-wenangan kapitalis asing dan aseng yang merampok SDA di natuna, papua, dll. Ancaman itu juga datang dari kelakuan para koruptor yang membuat negeri ini semakin bangkrut dari sisi ekonominya. Selain ekonomi, ancaman keutuhan bangsa juga datang dari maraknya LGBT yang membuat hancur generasi. Secara faktual ancaman tersebut justru tidak bersumber dari yang mereka tuduhkan yaitu radikalisme.
Radikal merupakan labeling game yang diberikan barat bagi kaum muslim yang ingin berIslam Kaffah. Jelas radikalisme adalah upaya memerangi Islam. Seperti mengkriminalisasi cadar, celana cingkrang, khilafah dan jihad sebagai ajaran Islam. Jelas Barat ingin menjauhkan umat dari pemahaman syariat Islam secara kaffah (utuh) dan mencegah kebangkitan khilafah yang akan mengakhiri dominasi jajahan Barat atas negeri-negeri Muslim. Mulai dari jajaham fisik sampai politik sampai ekonomi. Semustinya umat tidak terjebak dengan permainan label ini. Sikap kritis yang dibimbing dengan keimanan harusnya mampu melihat ada apa dibalik massifnya pengarusan konsep moderasi agama ini yang digadang-gadang sebagai solusi atas bahaya radikalisme.
Jelas pemilik tafsir radikalisme hari ini adalah Barat. Maka solusi atas masalah yang didesign mereka sendiri hanya fiktif belaka. Moderasi agama sejatinya adalah upaya pembenaran bagi perilaku yang menyimpang dari syariat. Contohnya saja konsep tasamuh (tolerasi) dimaknai dengan mencampurkan ajaran agama. Kebolehan mengucapkan selamat hari natal atau dengan mengucapkan salam lintas agama seperti yang dicontohkan para pejabat negeri. Sedangkan konsep tawashut diartikan dengan memaknai jihad tak sebatas perang tetapi kesungguhan dalam melakukan sesuatu.
Oleh karena itu, sebagai lembaga pendidikan Islam selayaknya kampus Islam justru tidak mudah menjadi corong pemikiran liberal Barat. Pemikiran liberal seperti moderasi agama ini. Para intelektual jangan mudah terjebak dengan istilah Islami dari konsep-konsep yang ditawarkan Barat. Karena itu hanya pengaburan dari konsep liberal-sekuler agar mudah diterima oleh kaum muslim saja. Allah SWT berfirman agar orang-orang mukmin berIslamlah secara menyeluruh (kaffah ) itulah seruan Allah dalam nashNya, bukan berislam moderat atau yang lainnya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.( Q.S Al-baqarah:208).*