Oleh:
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik
DI MEDSOS alih alih direspons positif lontaran “salam pancasila” yang dikemukakan oleh Yudian Wahyudi Ketua BPIP yang mengacu pada pidato Megawati Ketua Dewan Pengarah BPIP justru sebaliknya diwarnai dengan berbagai olok-olok.
Ada karikatur pasangan suami istri memijat bel di luar pintu sambil sang suami mengucapkan “salam pancasila…salam pancasila” ketika tidak ada jawaban, si istri berkomentar “mungkin kita ini dikirain sarap..pi”.
Ada video juga ketuk ketuk “salam pancasila” berulang ulang tak ada jawaban saja, akhirnya ia bilang “mungkin ini bukan orang Indonesia..tak cinta pancasila” sambil balik pergi.
Ada juga meme “jika ada yang berucap salam pancasila maka jawabnya salam jiwasraya, salam bpjs, salam asabri, salam jual BUMN, salam devisit dan ngutang”.
Yang agak tajam video produk opposite6890 orang bertampang barat menerima ketukan dari hero nya Amerika sepertinya spider man yang ketika dibuka mengucapkan “salam pancasila” lalu ditutup kembali pintunya. Kedua kali menerima ketukan, buka, ucapkan kembali “salam pancasila” ditutup kembali. Demikian juga yang ketiga, sama ditutup lagi. Baru yang keempat mengucapkan “assalamu ‘alaikum” dijawablah “wa’alaikum salam”.
Sang spider man “excuse” mengemukakan “Ketua BPIP yang ngajarin..” Dijawab dengan akrab dan memeluknya “jangan ikut ikutan goblok”.
Sumber asal “salam pancasila” adalah pidato Megawati bersama anggota Dewan Pengarah BPIP dan Presiden. Memperagakan model dan sikap tangan “salam pancasila” nya bung Karno. Mencoba untuk mempopulerkan atau bahkan melembagakan. Yudian lah rupanya sang corong atau jubir itu.
Sukarno faham bahwa rumusan Pancasila adalah kesepakatan dua golongan besar yaitu “Nasionalis” dan “Islamis”. Sehingga ketika Dekrit kembali ke UUD 1945 pun tak bisa Soekarno melepaskan diri dari Piagam Jakarta. Sehingga ia pun bersalam dengan salam sebagai muslim “assalamu ‘alaikum”. Ketika memperkenalkan salam pancasila, maka itu pun bukan “salam pancasila” tetapi pekik “merdeka”.
Dalam perkembangannya pekik “merdeka” menjadi ungkapan kaum “Nasionalis” sedang kaum “Islamis” tetap “assalamu ‘alaikum”. Secara umum biasa digabung “assalamu ‘alaikum” dan “merdeka”. Jadi selama Soekarno pidato hal itu menjadi ciri. Tidak ada awal salam kalimat “salam pancasila”. Salam seperti ini bukan “made in” Bung Karno.
Menarik narik salam kembali ke Soekarno lalu menyimpangkan dengan temuan palsu “salam pancasila” adalah bid’ah politik. Mengada ada.
Jika orang ingin menghormati Soekarno, hormati pula prinsip kemuslimannya. Soekarno yang sangat menghargai dan menghormati umat Islam dan kekuatan politiknya.
Jika mengabaikan, maka umat Islam dan rakyat Indonesia akan mengenang kembali peristiwa tahun 1965. Demonstran teriak teriak : “Ganyang Soekarno, Soekarno Gestapu..” lalu demonstran menyanyikan lagu perlawanan “Halo Halo Bandung”.*