Oleh:
Dr. Syahganda Nainggolan
Direktur Sabang Merauke Circle
MEDIA online hari ini sudah memberitakan Lukas Enembe akan me lockdown Papua. Bravo Papua. Langkah itu dilakukan untuk menutup pintu masuk orang-orang untuk tidak masuk ke Papua. Dari berita yang dapat dilihat, keputusan Enembe ini sudah disetujui panglima militer di sana. Namun, keputusan pastinya akan diumumkan Rabu depan. Karena Enembe harus bernegosiasi dengan Jokowi.
Melakukan lockdown sudah ditentang Jokowi sejak awal. Pikiran tidak me lockdown mempunyai dua dasar, 1) lockdown akan menghancurkan perekonomian, 2) lockdown tidak lebih baik dari “herd immunity and social distancing”. Namun, dalam geograpi Indonesia yang luas dan beragam, seharusnya karakteristik daerah dapat diteliti lebih spesifik sehingga masing-masing daerah dapat mengukur kepentingannya sendiri.
Tanpa melakukan lockdown, namun sebaliknya berharap pada kesadaran masyarakat melakukan “social distancing”, sampai sejauh ini harapan itu tidak menjadi nyata. Masyarakat masih berkeliaran tanpa “social distancing”, kontrol terhadap penderita kurang, dan terakhir “front liner” dokter dan perawat serta pekerja medis lainnya mulai kewalahan.
Kepadatan penduduk pulau Jawa dengan rata2 13.000 jiwa per km2 dan rata2 15.000 jiwa di bagian baratnya (Jabar, Jakarta dan Banten) membuat salah satu faktor social distancing sulit terjadi. Ditambah lagi kesadaran masyarakat, dan elit-elit nasional sebagai contohnya, masih terkesan menyepelekan situasi ini. Akhirnya, apa yang dikhawatirkan berbagai prediksi, seperti the economist intelligence unit (unit media the Economist) lebih dari 50% masyarakat dunia akan terpapar virus corona ini. Apalagi di Indonesia yang padat, tidak disiplin, dan kurang kemampuan manajemen kesehatan publik, kemungkinan terkontaminasi jauh lebih besar.
Langkah Enembe perlu diapresiasi karena mengisolasi Papua adalah menjaga Papua untuk tetap mengontrol arah zero infection. Papua harus bisa bebas Corona virus, sekarang atau dalam waktu dekat. Jika Papua bebas Corona, maka itu akan menjadi asset berharga bangsa kita ke depan paska pandemik.
Bagaimana Sumatera?
Sumatera dengan penduduk 58 juta jiwa dan kepadatan penduduk di bawah 100 jiwa per km2 merupakan pulau harapan utama setelah Jawa mengalami kelumpuhan nantinya. Pulau Sumatera mempunyai universitas universitas yang cukup baik untuk menjadi tulang punggung pengembangan sumberdaya manusia kita paska pandemik.
Dalam posisi pandemik di Jawa, jika Sumatera bisa diselamatkan, maka daerah Indonesia untuk bangkit bisa dimulai dari sana. Pandemik di Jawa cepat atau lambat akan menjadikan masyarakat di Jawa menjadi gelisah, stress tinggi, cemas, saling curiga bahkan bisa mengarah kepada saling bantai. Yang terakhir ini bisa terjadi jika ekonomi memburuk, kepemimpinan nasional lemah, daya beli hilang serta barang hilang dari pasar.
Cara menyelamatkan Pulau Sumatera adalah seperti pikiran Lukas Enembe di Papua. Sumatera harus menolak kunjungan manusia luar Sumatera ke sana. Dengan tidak adanya kunjungan, maka upaya “herd immunity dan social distancing” dapat dilakukan. Kenapa? Karena penduduk Sumatera masih mempunyai ruang untuk mencari tempat-tempat memencilkan diri, dengan berkebun atau melaut. Social distancing atau menjaga jarak dan udara panas akan membuat virus corona tidak mampu menginfeksi banyak orang.
Secara ekonomi penduduk Sumatera masih bergantung pada sektor pertanian dan perkebunan. Sektor ini bukan “labor intensive” yang mengumpulkan banyak orang dalam pabrik. Pertanian dan perkebunan tetap bisa berjalan di mana pekerja tani berada diruang terbuka.
Lalu sampe kapan Lockdown dibutuhkan?
Lockdown di Sumatera dibutuhkan jika kurva pandemik menunjukkan jumlah immunitas orang-orang di Jawa, termasuk orang perantauan, dan khususnya kelompok “traveller” menjadi kelompok dominan.
Itu bisa tahun depan atau dua tahun ke depan, sesuai dengan kemampuan pemerintah dan masyarakat di Pulau Jawa mengendalikan pandemik.
Selain pentingnya memelihara pulau-pulau yang tetap sehat dan siap berproduksi paksa pandemik, untuk kepentingan bangsa kita ke depan, tentu juga karena kita mengetahui kelemahan sektor kesehatan kita. Selama ini perbandingan jumlah dokter dan perawat di Jawa dan luar jawa sangat timpang. Sehingga kalau wabah covid-19 tidak dikendalikan total, maka rumah sakit di Sumatera akan kewalahan.
Penutup
Tulisan ini adalah untuk menyambut baik pikiran Lukas Enembe yang ingin menyelamatkan Papua dengan Lockdown. Sebagai kepala daerah respon Lukas perlu diapresiasi. Meskipun pada akhirnya pikiran Lukas bisa bertentangan dengan Jokowi, namun semuanya tergantung kepentingan rakyat di sana dalam jangka pendek dan rakyat Indonesia dalam jangka panjang.
IDI (Ikatan Ahli Kedokteran Indonesia) sudah terang-terangan meminta pemerintah melakukan Lockdown. Karena mereka lebih mengerti situasi sektor kesehatan kita saat ini. Namun, jika Jokowi tidak ingin Lockdown, maka Jokowi harus mempertimbangkan Lockdown beberapa Pulau, termasuk Sumatera. Sebab, dengan kemungkinan hancurnya Jawa paska pandemik, dan lalu berupaya rekonsiliasi jiwa jiwa yang luka, butuh daerah luar Jawa yang siap untuk membangun kembali negeri ini. Setidaknya Papua dan Sumatera harus diselamatkan dari pandemik.
Situasi terus memburuk. Amerika sudah mencadangkan dua triliun dollar untuk perang lawan virus corona ini. Cina sudah mengepung dan mengisolasi Wuhan beberapa saat lalu ketika pandemik. Malaysia dan Singapura sudah Lockdown. Semua paham bahwa ada disruption besar, ada discontinuity of History, ada kehancuran peradaban dunia saat ini. Indonesia harus tetap berkibar dengan strategi jitu.
Bagaimana nasib pulau pulau lainnya? tentu perlu dikaji terus. Setidaknya pikiran Lukas Enembe mau menyelamatkan Papua perlu di apresiasi.*