View Full Version
Ahad, 26 Apr 2020

Sumbangan Peradaban Islam dalam Bidang Kesehatan

 

Oleh:

Djumriah Lina Johan

Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam

 

FASILITAS kesehatan dianggap tak memadai apabila terjadi puncak pandemi corona atau Covid-19 di Indonesia. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memperkirakan saat puncak pandemi sebanyak 95 ribu orang terinfeksi corona pada akhir Mei 2020. Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio khawatir bila angka penderita corona sekitar 100 ribu orang, maka jumlah yang harus dirawat di rumah sakit bisa mencapai 80 ribu orang. Sementara, Amin ragu fasilitas kesehatan di Indonesia mampu menangani pasien corona sebanyak itu.

Kekhawatiran Amin tersebut beralasan. Sebab, Amin menyebut 80% dari penderita corona yang ada saat ini harus dirawat di rumah sakit. Mengacu pada data Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan (ASPAK) Kemenkes pada Maret 2020, jumlah ruang isolasi UGD di Indonesia hanya sebanyak 2.032 unit. Jumlah ruang isolasi ICU sebanyak 1.063 unit. Ruang isolasi rawat inap sebanyak 1.477 unit. Jumlah ventilator saat ini sebanyak 8.413 unit. Sedangkan, ruang isolasi dengan ventilator sebanyak 157 unit.

"Kita bisa bayangkan yang jumlah terinfeksi itu sekitar 100 ribu orang, pertanyaannya apakah fasilitas kesehatan kita sudah kuat?” tanya Amin.

(Katadata.co.id, Kamis, 23/4/2020)

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, terdapat 2.889 unit RS di seluruh Indonesia pada April 2020. Total tempat tidur yang tersedia mencapai 317.442 unit atau 1,2 unit per 1.000 penduduk. Kapasitas ini lebih rendah dari negara dengan kasus Covid-19 tinggi, seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Italia, Korea Selatan, dan Malaysia.

Dari pemaparan data di atas secara gamblang menunjukkan ketidakberdayaan Indonesia dalam menangani pandemi virus corona. Tentu hal ini terjadi akibat kurangnya perhatian Pemerintah dalam bidang kesehatan. Sehingga adanya wabah lantas menyingkap tabir rendahnya fasilitas kesehatan di negeri ini.

Bagaimana dengan Islam? Islam yang dulu pernah berjaya selama kurun waktu empat belas abad memiliki perhatian yang luar biasa tidak hanya pada masalah ekonomi, politik, pendidikan, tetapi juga pada bidang kesehatan.

Berbicara mengenai kesehatan, maka hal pertama yang akan kita bahas yakni ilmu kedokteran. Di dalam buku Sumbangan Peradaban Islam karya Prof. Dr. Raghib As Sirjani, beliau menjelaskan bagaimana kaum Muslimin telah memberikan sumbangsih yang sangat luar biasa dalam perkembangan ilmu kedokteran. Sumbangan tersebut belum pernah dilakukan secara menyeluruh, unggul, dan terbukti dalam perjalanan sejarah.

Kedokteran Islam bukan hanya sekedar mendiagnosa mengobati penyakit lalu selesai, tetapi meliputi dasar-dasar metode eksperimen yang membalikkan pengaruhnya sedemikian tinggi dan menakjubkan pada seluruh sisi-sisi latihan (praktek) kedokteran sebagai pemeliharaan dan pengobatan, atau meringankan dan memberikan obat-obatan, atau menjauhkan manusia dan pola hidup buruk dengan melaksanakan anjuran kedokteran.

Kaum intelektual muslim yang mencapai keunggulan pada bidang kesehatan yakni Ibnu Sina (428 H), seorang ahli bedah dan orang pertama yang menemukan ilmu tentang parasit dan memiliki kedudukan tinggi dalam dunia kedokteran modern. Ia juga berkontribusi besar pada bidang penyakit keturunan serta gigi.

Dalam bidang apoteker, kemajuan kaum Muslimin di bidang kimia menghantarkan mereka pada ilmu apoteker. Sebab, obat-obatan membutuhkan kajian penelitian kesesuaian sehingga muncul obat-obat kimia dalam bentuk yang efektif. Dalam hal ini Gustave Le Bon berkomentar, “Kita sanggup menisbatkan tanpa batas minimal yang memberatkan ilmu apoteker kepada mereka. Lalu kita katakan bahwa apoteker adalah ilmu hasil penemuan bangsa Arab (Islam) sebagai tempat muaranya. Mereka telah menambah pengobatan yang telah dikenal sebelumnya dengan menyusun berbagai macam penemuan, dan bangsa pertama yang menulis buku tentang obat-obatan.”

Jika kita mengetahui perlawanan Islam terhadap macam-macam penyakit dan penyebarannya dan anjuran Islam untuk melakukan penanganan dan pengobatan terhadapnya. Maka kita akan mengetahui prinsip-prinsip yang kuat yang menjadi landasan berdirinya peradaban Islam di bidang kesehatan. Kita juga mengetahui manfaat-manfaat yang di dapat dunia dalam pendirian rumah sakit, akademi kesehatan, dan mencetak para dokter.

Lembaga kesehatan dalam peradaban Islam telah memainkan peran dalam memberikan perhatian-perhatian masalah kesehatan dan membantu untuk mengobati orang-orang yang sakit, terlebih orang-orang yang fakir. Hal itu dilakukan melalui rumah sakit-rumah sakit yang memberikan pelayanan besar dalam mengobati orang-orang sakit, memberi makan mereka, dan mengawasi perkembangan mereka. Baik pasien-pasien iti datang ke sana atau pihak rumah sakit yang datang kepada mereka di rumah-rumah mereka.

Rumah sakit telah memberikan kebahagiaan dan ketenangan terhadap seluruh lapisan masyarakat Islam. Di dalamnya orang yang sakit mendapat pengobatan, perhatian yang sempurna, pakaian, dan makanan.

Ada dua macam rumah sakit, yakni rumah sakit permanen dan rumah sakit yang berpindah-pindah. Rumah sakit permanen adalah rumah sakit yang didirikan di kota-kota. Jarang sekali menemukan sebuah kota Islam, walaupun kecil, tanpa ada rumah sakit di dalamnya. Adapun rumah sakit berpindah-pindah adalah rumah sakit yang didirikan di desa-desa, padang pasir, dan gunung-gunung.

Rumah sakit yang berpindah-pindah dibentuk dengan cara diangkut di atas sejumlah unta yang bisa jadi mencapai empat puluh unta. Hal itu terjadi pada masa Sultan Mahmud As Saljuqi yang memerintah dari tahun 511 – 525 H (1117 - 1131 M). Kafilah-kafilah tersebut dilengkapi dengan berbagai macamperalatan medis dan obat-obatan dan diikuti oleh sejumlah dokter. Mereka mampu mencapai setiap negeri yang berada di bawah kekuasaan Islam.

Rumah sakit yang permanen di kota-kota besar mencapai kualitas yang sangat tinggi. Di antaranya yang paling masyhur adalah rumah sakit Al Adhudi yang berada di kota Baghdad dan didirikan tahun 371 H (981 M), rumah sakit An Nuri di Damaskus yang didirikan tahun 549 H (1154 M), dan rumah sakit Al Manshuri Al Kabir di Kairo yang didirikan tahun 683 H (1284 M), rumah sakit ini dalam sehari mampu mengobati lebih dari empat ribu pasien. Sementara di Cordova sendri terdapat lebih dari lima puluh rumah sakit.

Adapun langkah-langkah yang diambil rumah sakit untuk menghindari penularan penyakit sangat unik. Ketika pasien masuk ke rumah sakit, maka ia menyerahkan pakaian yang dikenakannya saat masuk kepada pihak rumah sakit. Lalu ia diberi pakaian baru secara gratis. Hal ini untuk mencegah penularan penyakit melalui pakaian yang dipakainya ketika sakit. Kemudian setiap pasien masuk ke ruang yang lain untuk jenis penyakitnya. Ia tidak diperbolehkan masuk ke ruang yang lain untuk mencegah penularan penyakit. Pasien tidur di ranjang yang tersendiri dan disediakan selimut-selimut dan obat-obat yang khusus untuknya.

Masya Allah, sangat luar biasa sumbangan peradaban Islam dalam bidang kesehatan. Hal ini menunjukkan bagaimana negara Islam dan para pemimpin kaum Muslimin saat itu hadir di tengah-tengah umat sebagai pelayan dan pengayom masyarakat. Dengan demikian, wajar jika kini kita sangat merindukan penerapan Islam. Sebab, hanya Islam yang mampu memberi bukti bukan sekadar janji. Wallahu a’lam bish shawab.*


latestnews

View Full Version