Oleh:
M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Kebangsaan
PERTARUNGAN akan dimulai antara Didu dengan Luhut. Luhut memenuhi janji menuntut secara hukum, Didu pun memenuhi janji untuk tidak meminta maaf dan meyakini kebenaran ucapan dan perjuangannya. Luhut tentu meski sendiri tapi warna dari Pemerintah. Bahkan bisa disebut orang terkuat Pemerintah. Didu juga meski sendiri tapi tidak sendiri juga. Ia merepresentasi. Representasi masyarakat yang tak suka pada ulah Luhut yang arogan dan sok menjadi penentu dalam semua urusan. Wajah investasi dan “wajah” China.
Secara materiel Luhut tentu lebih kuat. Semua potensi jaringan ada di bawahnya. Polisi juga tentu agak berat untuk menolak. Tanpa Luhut hadir sendiri saja laporan diterima. Belum lagi waktu cepat Didu Senin besok sudah diperiksa. Mungkin dana juga jauh lebih kuat. Akan tetapi yaitu tadi Didu pun tidak sendiri, ia merepresentasi perasaan rakyat yang kecewa dengan pengelolaan Pemerintahan dan kiprah Luhut yang dinilai berlebihan. Didu banyak berteriak soal kebobrokan pengelolaan negara, khususnya BUMN. Rakyat sendiri sudah “tersedak” dengan kebobrokan yang terus semakin terkuak.
Didu adalah Daud dan Luhut itu Jalut. Ini sekedar perumpamaan. Kini sepertinya Didu kecil dan menjadi pesakitan. Tapi kebenaran, kecerdasan, dan kecerdikan bisa saja menjadikan “ketepel” Daud yang mampu membunuh si angkuh raksasa Jalut. Sejarah memberi banyak pelajaran.
Di sisi lain suara Didu adalah suara rakyat kebanyakan sehingga sebagaimana sinyal awal maka ke depan Said Didu tentu akan banyak mendapat dukungan.
Said Didu bisa jadi martir perjuangan. Kita teringat upaya pasukan Muslimin Ottoman bulan Mei 1453 yang berjuang untuk menaklukkan Konstantinopel. Berkat rintisan kelompok kecil kavaleri pimpinan Ulubatli Hassan yang melakukan serangan awal menaiki benteng dan menancapkan bendera, maka jebol dinding benteng pertahanan Kekaisaran Romawi Byzantium di Konstantinopel. Bendera kemenangan Islam berkibar dengan darah Ulubatli Hassan yang tertumpah dalam serangan awal menjebol benteng kuat Konstantinopel tersebut.
Proses Didu lawan Luhut adalah rintisan menjebol benteng. Didu tentu didukung rakyat. Hanya karena covid 19 massa besar dari berbagai elemen pendukung harus tertahan. Akan tetapi itu adalah potensi besar untuk mendobrak status quo. Ada momen bergerak jika Said Didu diperlakukan zalim dalam proses pemeriksaan kepentingan Luhut. Luhut yang didukung habis Ruhut bisa membangkitkan perlawanan yang lebih masif.
Pemeriksaan di Kepolisian tentu normatif, sepanjang obyektif, umat dan rakyat yakin Didu mampu berargumen bagus dan benar. Akan tetapi jika sebaliknya, maka tentu Didu yang berdarah bugis, dipastikan tidak akan mudah menyerah. Simpati akan muncul gelombang demi gelombang. Luhut Panjaitan bisa menjadi musuh bersama yang justru akan merugikan Jokowi sendiri. Perpecahan di dalam bukan hal yang mustahil. Kekuatan Luhut sebenarnya lemah dan tidak solid. Hanya di permukaan saja.
Mari kita lihat dan buktikan bersama.*
Bandung, 2 Mei 2020