View Full Version
Rabu, 13 May 2020

Bersabarlah Mengerjakan Shalat

 

(Tadabbur Surat Thaha ayat 132)

 

Oleh:

Dr. Samsul Basri, S.Si, M.E.I

 

Allah Azza Wa Jalla berfirman:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa."

Ada empat pelajaran penting yang ingin penulis share kepada para pembaca dari satu ayat yang mulia ini.

Pelajaran pertama, perhatikan penggalan ayat yang artinya, "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat," menekankan pentingnya menjadikan ahli keluarga sebagai ahli shalat. Setiap orang tua hendaknya selalu berdoa, kemudian mendidik dan memastikan anggota keluarganya melaksanakan shalat. Ibrahim a.s selalu berdoa agar diri, keluarga dan keturunannya dijadikan ahli shalat.

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak keturunanku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku." (QS. Ibrahim :40).

Mengapa shalat harus ditekankan kepada anggota keluarga, terutama kepada anak keturunan?

Karena di surat Maryam ayat 59, disebutkan ada dua penyebab munculnya generasi yang buruk, rusak dan suram masa depannya. Yaitu meninggalkan shalat dan mengikuti hawa nafsu.

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (QS. Maryam : 59).

Mereka akan menemui kesesatan dan suram masa depannya dikarenakan jauhnya mereka dari agama. Dalam riwayat Imam Malik rah.a, Umar bin Khattab r.a mengatakan, siapa yang menjaga shalat dan istiqamah mengerjakannya berarti ia telah menjaga agama ini, dan siapa yang meninggalkan shalat maka ia telah mengabaikan agama ini.

Sebagai orang tua, jika anda ingin masa depan anak anda cerah maka perhatikanlah shlatnya. Didik dan jadikanlah anak anda sebagai ahli shalat. Bacalah selalu doa Nabi Ibrahim a.s di atas.

Pelajaran kedua,  pada penggalan ayat yang artinya, "bersabarlah kamu dalam mengerjakannya (shalat)." Shalat ibadah yang sangat mulia nan utama, sebagaimana sabda Nabi saw, "Ashshalaatu khairul maudhu'i" Shalat adalah sebaik-baik perintah Allah. Mengenai waktunya, Allah pun telah memilihkan dan menetapkan 5 waktu yang terbaik untuk pelaksanaannya. 

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS. an Nisa : 103).

Pertanyaan yang menggelitik, mengapa "Kita" disuruh bersabar menjalankan shalat? 

Seringkali seseorang menjadikan alasan menunda shalat bahkan tidak shalat, adalah karena sibuk bekerja mencari rezeki. Entah sadar atau tidak seolah meluangkan waktu sekitar 10 menit untuk bersujud di hadapan Allah (shalat) dianggap sebagai penghalang rezeki. Demi uang yang harus dikumpulkan, mereka tidak merasa rugi meninggalkan shalat. Sering kali supir angkut dan tukang ojek di waktu shalat, merasa khawatir kehilangan penumpang jika kendaraan dihentikan untuk shalat di masjid yang berada di sekitar jalan.

Tidak sedikit pengusaha yang melihat dan berperinsip  "Waktu adalah uang". Tak heran, jika masuknya waktu untuk shalat dianggap penghambat atau penghalang masuknya uang. Pada akhirnya sibuk dengan aktivitas dunia tetap menjadi perioritas dan shalat pun jadi sering terabaikan.  Seringkali pula para remaja dan pemuda melalaikan waktu shalat dan meninggalkan shalat karena sejumlah tayangan di TV,  karena alasan main bola, karena sedang asyik diskusi, atau karena alasan lain yang dibuat buat.

Menjawab sejumlah alasan itu, Allah berfirman, "Kami tidak meminta rezeki kepadamu, tapi Kamilah yang memberi rezeki kepadamu".  Bahwa shalat mengayakan dan tidak memiskinkan. Shalat membuka pintu rezeki dan bukan malah menutupnya. Shalat menyehatkan bukan menyakitkan. Shalat menyenangkan dan tidak menyusahkan. Shalat itu memudahkan dan tidak menyulitkan. Dan shalat itu sangat jauh dari apa pun prasangka buruk terhadapnya.

Pelajaran ketiga, rezeki itu dari Allah. Allah yang dengan kemurahan-Nya mendatangkan rezeki bagi manusia dengan beragam sebab. Bukan karena semata pekerjaan, atau usaha-usaha tertentu yang dilakukan manusia. Maka tidak selayaknya manusia dengan alasan mencari rezeki berlaku sombong dengan meninggalkan ketaatan kepada Allah. Seolah ia tidak butuh dengan kemurahan Allah. Seharusnya manusia melaksanakan shalat dan menjadikannya sarana bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya kepasa manusia yang tidak terhitung dan tidak terukur.

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl : 18).

Maha pemurah Allah atas nikmat-Nya yang bercurah bagi manusia, diberikan secara gratis. Padahal jangankan untuk membayar, menghitung saja manusia tidak sanggup dan tidak akan pernah sanggup.  yang berhati nurani sudah selayaknya bersyukur pada Allah dan memilih shalat sebagai sarana bersyukur karena Allah berfirman,

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ.

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah." (QS. Al-Kautsar : 1-2)

Pelajaran keempat, pada penggalan terakhir ayat, yang artinya, "Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." menegaskan bahwa hanya orang yang bertakwa yang dijamin bahagia di dunia dan akhirat. Dan masya Allah, amalan yang paling mencolok dari orang yang bertakwa dan sekaligus membedakannya dari kebanyakan manusia adalah perhatian dan penjagaannya yang besar terhadap waktu waktu shalat. Benarlah perkataan ahlu hikmah:

ولست أرى السعادة في جمع مال ولكن التقى هو السعيد

Walastu aro assa'aadata fii jam'i maalin walakinna attaqa huwa assa'iidu.

Dan tidaklah aku melihat kebahagiaan itu pada berlimpahnya harta, akan tetapi ketakwaan itulah sebenar-benarnya kebahagiaan.*


latestnews

View Full Version