View Full Version
Rabu, 13 May 2020

Strategi Menutup Kekurangan Sumber Daya Insaniah Syariah

 

Oleh:

Basrowi*

         

PARADOK antara kebijakan dan ketersediaan sumber daya manusia di bidang ekonomi Islam khususnya industri keuangan syariah telah menimbulkan persoalan serius. Di satu sisi, kebijakan negara terkadang tidak selalu dapat terakselerasioleh sumber daya yang bergerak di bidang industri keuangan syariah sehingga menimbulkan problematika yang terus menerus menggerus berbagai kondisi yang dicita-citakan. Di sisi lain, praktik sistem ekonomi Islam khususnya pada industri keuangan syariah dalam rangka memenuhi kebijakan negara terkadang terhambat, sehingga tidak mampu bersaing dengan ekonomi konvensional.

Sebagaimana diketahui, krisis ekologi dan ekonomi telah mendorong perkembangan ekonomi Islam  di dunia. Sejarah mencatat bahwa perkembangan ekonomi Islam kontemporer khususnya keuangan syariah justru lebih pesat di negara non muslim seperti Singapura, Australia, Korea Selatan, dan beberapa negara Asia Tenggara yang mulai mengarah pada kebijakan financial and teknology berbasis syariah seperti sukuk dan halal product (CNBC, 2017). Sedangkan negara berkembang dengan mayoritas muslim mulai menyoroti berbagai aspek dan manajemen strategi untuk mengoptimalisasikan peran ekonomi syariah yang benar-benar sesuai dengan kaidah Islam. Hal itu sulit terealisasikan secara maksimal khususnya dalam industri keuangan syariah. Padahal, sejatinya lembaga keuangan dan perbankan syariah memiliki potensi yang tinggi untuk keberlanjutan sosial-ekonomi negara.

Pembangunan ekonomi dan industri keuangan syariah terkendala berbagai faktor penghambat khususnya ketersediaan modal intelektual syariah. Implikasi kebijakan terkadang justru tidak sesuai dengan ekspektasi ekonomi syariah. Terbukti, praktik pasar modal dan pembiayaan lembaga keuangan syariah, ternyata dalam praktiknya masih belum 100% syariah. Meskipun telah banyak kritikan pedas, tetapi karena sumber daya manusia yang dibutuhkan belum memiliki modal intelektual yang memadai terutama karena tidak menguasai literasi keuangan syariah, maka hal itu tidak dapat terlaksana dengan baik. Semestinya produk keuangan syariah bersifat adaptif dan responsif, sebagaimana maqasid asy syariah yang dapat dijadikan sebagai indeks pembanguan sosial ekonomi dalam memperkuat pondasi pembangunan ekonomi dan keuangan negara berkembang.

Disinilah peran adanya modal intelektual yang melahirkan literasi spritual positif sebagai salah satu cara terbaik untuk menghindari praktik yang menyimpang dari prinsip-prinsip syariah yang sebenarnya. Dengan kata lain, manajemen berbasis modal intelektual yang Islami dapat secara efektif meningkatkan kinerja keuangan baik individu maupun organisasi. Hal ini membuktikan bahwa modal intelektual jelas memiliki pengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi Islam berkelanjutan.

Menghadapi perubahan iklim ekonomi dan keuangan secara global, keuangan syariah dapat mengambil bagian dalam proses adaptasi, tetapi minat akademis secara luas tidak tertuju pada ekonomi Islam secara menyeluruh. Akibatnya, praktik pembangunan ekonomi lebih condong pada bagaimana meningkatkan perekonomian bukan menggunakan indikator ekonomi Islam termasuk dalam hal pendanaan. Padahal moralitas dan spritualitas sangat penting untuk diterapkan dalam proses menuju keadilan ekonomi dan keseimbangan dengan membangun struktur ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, dan struktur Islam yang bermakna spritual dan integral.

Ciri khas konsep pembangunan dan ekonomi dalam telaah Islam adalah mewujudkan kehidupan yang baik (al-hayat at-taiyibah) dan bersifat material dan spiritual yang meliputi ruanglingkup pemberdayan sumber daya manusia dan lingkungan yang menuntut adanya keseimbangan hak dan kewajiban, distribusi yang adil, serta pembangunan material dan non materiil. Konsep ini dikenal dengan istilah sistem ekonomi Islam yang berfokus pada tauhid, khalifah dan tazkiyah.Juga berfokus pada aspek pembangunan fisik dan moral spritual modal manusia sebagai fondasi pertama dalam proses pembangunan untuk mencapai kemaslahatan umat manusia.

Modal manusia yang Islami yaitu mematuhi aturan syariah yang memiliki pandangan luas tentang kehidupan sosial dan ekonomi yang melahirkan sisi kemanusiaan dalam arti bahwa manusia yang satu akan berkontribusi untuk peduli dengan manusia lainnya misalnya melalaui zakat, infaq dan sedekah.

Manusia memiliki potensi kebaikan artinya bahwa, manusia dapat berpotensi dalam upaya untuk meningkatkan potensi yang berdampak positif bagi kehidupan manusia itu sendiri. Manusia diberikan pilihan dan manusia itu sendiri yang harus melakukan daya dan upaya bagi kelangsungan hidupnya demi mencapai kesejahteraan melalui alokasi dan distribusi sumber daya.

Pembangunan ekonomi Islam dipengaruhi tiga faktor yaitu, Sumber daya yang dapat diinvestasikan manusia untuk menggerakkan perekonomian; sumber daya manusia dan kewirausahaan dengan mengoptimalisasikan potensi dan pengembangan budaya bisnis dan start up  berbasis prinsip-prinsip syariah; dan akselerasi pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi dan inovasi.

Sebagaimana dijelaskan bahwa tujuan pembangunan ekonomi Islam berkelanjutan dan otentik ditekankan pada penggunaan sumber daya yang bertanggung jawab, rasa empati yang tinggi terhadap orang lain, tidak konsumtif dan gaya hidup yang bersahaja. Kehadiran pembangunan ekonomi Islam kedepannya membutuhkan banyak restrukturisasi terkait dengan dilema antara kebijakan dan modal manusia. Keduanya sangat penting untuk menjalankan pengentasan kemiskinan di negara berkembang. Namun untuk menggerakkan keduanya secara bersama-sama dirasa cukup sulit. Benar bahwa, tanpa dukungan kebijakan pemerintah, pengembangan ekonomi Islam akan mengalami kendala.

Sedangkan tanpa modal manusia yang produktif, upaya mengejar ketertinggalan pembangunan ekonomi terutama kesenjangan teknologi adalah suatu yang mustahil. Oleh karena itu, dilema ini harus segera dibenahi. Di sini jelas bahwa pembangunan ekonomi Islam membutuhkan modal intelektual sebagai strategi yang tepat yang sejatinya harus ditanamkan untuk menghadapi perubahan iklim ekonomi dan keuangan yang terus menerus bergejolak.

Selama ini, modal intelektual hanya dikaitkan dengan kinerja perbankkan syariah padahal lebih dari itu modal intelektual yang Islami merupakan indikator penting dalam pembangunan ekonomi Islam dan diharapkan akan mampu menyelesaikan dilema antara kebijakan dan modal manusia.

Berdasarkan uraian di atas, konsep dasar pembangunan Islam sangat kompleks. Baik modal manusia maupun kebijakan yang dihasilkan seharusnya tidak menjadi dilema apabila dalam praktiknya benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang sebenarnya. Oleh karena itu, perlu menciptakan keunggulan kompetitif menuju ekonomi kreatif berbasis Islami melalui konsep etos kerja. Salah satu kunci keberhasilan dalam berwirausaha adalah adanya penguasaan modal individu yang terdiri dari modal keuangan, manusia, sosial,dan kewirausahaan sosial.[]

*Pengamat Kebijakan Ekonomi Syariah. Alumsi S3 Sosiologi Uniar, S3 UPI YAI dan tengah mengambil Tesis Ekonomi Syariah di UIN Raden Intan Lampung.


latestnews

View Full Version