Oleh:
Basrowi
TIADA kata terindah kecuali, puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberi kekuatan, kesabaran dan keimanan, sehingga kita dapat menyelesaikan ibadah nan-agung ini dengan penuh kekhusu’an dan keistiqamahan. Nikmat iman dan islam, serta nikmat sehat tentu menjadi dambaan semua insan. Oleh karena itu, di saat lebaran inilah moment terindah untuk mensyukuri semua itu seraya bersilaturahmi.
Silaturahmi merupakan bentuk kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial. Silaturahmi juga merupakan kewajiban umat beragama. Tanpa silaturahmi hidup akan sepi, seperti di tengah hutan/lautan atau di gurun pasir sendirian tanpa signal apa pun.
Di saat pandemi seperti ini, semua menyadari, silaturahmi yang dilakukan cukup dilakukan secara virtual. Kunjung mengunjung, makan bersama, dan saling bersalaman seluruhnya dilakukan melalui dunia maya. Meskipun secara online ucapah saling maaf tetap dapat dilakukan.
‘Kosong-kosong’ itulah makna hakiki silaturahmi. Dengan silaturahmi, semoga semua kesalahan baik yang disengaja maupun tidak dapat terampuni dalam kondisi fitri. Kefitrian inilah yang diharapkan oleh semua orang yang bersilatuhami.
Rasulullah SAW bersabda, “Dua orang Muslim yang bertemu, lalu keduanya saling berjabat tangan, niscaya dosa keduanya diampuni oleh Allah sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Dawud). Jadi di sini, Allah sudah memaafkan dosa kedua orang yang bersilaturahmi, sebelum orang yang bersilaturahmi itu berpisah.
Dalam hal ini, tidak melihat sarana dan wahana yang digunakan untuk bersilaturahmi. Meskipun virtual, maknanya pasti lebih afdhol dibandingkan secara langsung, mengingat sedang musim wabah. Maslahatnya tentu lebih besar dibandingkan mudharatnya.
Para Sahabat Rasulullah biasanya ketika saling berjumpa di hari ‘ied mereka mengucapkan “taqabbalallahu minna wa minka” (semoga Allah menerima amal ibadah saya dan Anda.” (H.R. Imam Ahmad dalam Al Mughni 3/294)
Begitulah keagungan bersilaturahmi. Halal bihalal dan bersilaturahmi kepada sesama dimaksudkan untuk saling bermaaf maafan atas segala dosa dan kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja.
Makna Halal Bihalal
Benar, halal bihalal tidak ada dalam Bahasa arab, akan tetapi hal itu untuk mengganti kata silaturahmi. Halal sebagai lawan kata haram. Jadi agar hal yang haram akan menjadi halal (tidak berdosa lagi) manakala didukung dengan saling memaafkan. Halal bihalal juga dapat berarti suatu proses menyelesaikan masalah atau kesulitan, meluruskan benang kusut, mencairkan yang membeku, melepaskan ikatan yang membelenggu dengan melaksanakan silaturahmi dan saling memaafkan.
“Jadilah pemaaf dan anjurkanlah orang berbuat baik, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al A’raf: 199).
Maksud ayat di atas adalah, walaupun amal ibadah kita sudah diterima oleh Allah SWT, namun masih ada kesalahan terhadap seseorang, Allah tidak akan memaafkan dosa kita tersebut kecuali orang tersebut memaafkan dosa kita.
Adapun tujuan silaturahmi adalah sesuai dengan hadits Rasulullah SAW berikut: “Barang siapa yang telah menganiaya kepada orang lain baik dengan cara menghilangkan kehormatannya ataupun dengan sesuatu yang lain maka mintalah halalnya pada orang tersebut seketika itu, sebelum adanya dinar dan dirham tidak laku lagi (sebelum mati). Apabila belum meminta halal sudah mati, dan orang yang menganiaya tadi mempunyai amal sholeh maka diambilah amal sholehnya sebanding dengan penganiayaannya tadi. Dan apabila tidak punya amal sholeh maka amal jelek orang yang dianiaya akan diberikan pada orang yang menganiaya”. (HR. Al Bukhori)
Di sini jelas bahwa perintah silaturahmi dan meminta maaf mempunyai manfaat yang sangat besar yang bisa membuaat seseorang terbebas dari dosa. Banyaknya fitnah, berita bohong, dan hoax terutama di saat pandemi Covid-19, tentu membuat banyak orang sakit hati, oleh karena di saat inilah moment yang paling tepat untuk mengakui berbagai kesalahan yang pernah dibuat dan mohon maaf.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 199 dan surat Ar-Ra’du ayat 21.“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh” (QS. Al-A'raf:199). Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah swt perintahkan supaya dihubungkan (yaitu mengadakan hubungan silaturahim dan tali persaudaraan).” (QS. Ar Ra’du : 21)
Dalam kaitannya dengan silaturahmi di era pandemi ini, kedua ayat tersebut memerintahkan untuk saling memaafkan orang lain, beramal ma’ruf, serta bersilaturahmi.
Rasulullah SAW bersabda, “Taukah kamu siapa itu orang bangkrut? (para sahabat menjawab): Yakni orang yang tak memiliki uang dan harta di antara kami. Rasul lantas menjelaskan bahwa: Orang bangkrut itu di kalangan umatku, ialah orang yang dibangkitkan dengan dosa karena mencaci maki orang lain, menuduh orang lain, memakan harta yang tidak sah, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Maka dibayarlah amal baiknya itu (dari pahala shalat, puasa dan zakat) karena kesalahannya ini. Jika kebaikannya itu menjadi habis sebelum dibayar ‘dengan bermaafan’ maka dosa orang yang disakiti itu dialihnamakan kepadanya; kemudian dia ditempatkan ke dalam neraka jahanam.”
Di sini, pemberian maaf mempunyai manfaat yang sangat besar. Mereka yang telah berbuat salah akan menjadi orang yang bangkrut manakala tidak mendapat maaf dari orang yang dicaci, dituduh, dimakan hartanya, dibunuh, atau dipukul.
Peran Silaturahmi dalam Membentuk Akhlak yang Mulia
Allah SWT bersabda, “Kau (Muhammad) sungguh punya watak yang mulia.” (Q.S. Al-Qalam: 4). Salah seorang sahabat Usman bin Syiraih bin Ahwash bertanya kepada Rasulullah tentang kriteria orang yang berakhlak mulia. Rasulullah menjawab dengan sabdanya: “Yakni, engkau mau memberikan orang yang pernah mengharamkan pemberian untukmu. Engkau mau memaafkan orang yang pernah berlaku zalim kepadamu dan sudi mempetautkan kembali hubungan silaturahmi dengan orang yang pernah memutuskan hubungan denganmu.” (H.R. Al-Hakim dan Thabrani).
Allah telah menjanjikan keberkahan hidup bagi hamba Nya yang selalu memaafkan dan menjaga tali silaturahmi dengan sesamanya, khususnya dengan orang yang pernah memutuskan hubungan dengannya.
Rasulullah saw bersabda, “Alaah ‘azza wa jalla berfirman: Aku adalah Arahman. Aku menciptakan Rahim dan Aku mengambil dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya aku akan menjaga hak-nya dan Siapa yang memutusnya, niscaya aku akan memutus darinya.” (Hadits Riwayat Ahmad). Di sini jelas bahwa Allah swt memerintahkan setiap hambanya untuk menjadi keutuhan antar-sesamanya. Allah swt juga menjanjikan pahala bagi siapa saja yang mampu menjaga tali silaturahmi dan Allah juga tidak segan memberikan peringatan bagi mereka yang memutuskan hubungan tali silaturahmi.
Rasulullah saw bersabda:"Siapa saja yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan pengaruhnya, maka sambunglah tali persaudaraan" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).Keberkahan yang dilimpahkan bukan hanya dalam hal rizki tetapi juga pengaruhnya.
Di saat pandemi ini, banyak sekali saudara kita yang membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut dapat dijadikan sedekah. Sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan Abu Hurairah “Siapa yang suka dilapangkan rezekinya, dan dipanjangkan umurnya, hendaklah dia menyambung tali silaturahmi.” (H.R Bukhari dan Muslim).
Setiap muslim yang membantu saudaranya selain mendapatkan pahala sedekah juga Alalh akan melipatgandakan pahala orang yang bersilaturahmi. Sabda Rasulullah, “Sedekah terhadap orang miskin adalah sedekah dan terhadap keluarga sendiri mendapat dua pahala sedekah dan silaturahmi.” (H.R Tirmizi).
Allah SWT menjanjikan pahala dan keberkahan bagi setiap hamba Nya yang senantiasa menyambung tali silaturahmi. Di era wabah seperti ini, meskipun silaturahmi dilakukan secara virtual, pastilah Allah swt maha tahu dan maha bijaksana.
Rasulullah saw bersabda, “Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan sesuatu dengan Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahmi.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Di sini jelas bahwa, balasan orang yang menyambung tali silaturahmi adalah didekatkan kepada surga dan dijauhkan dari siksa api neraka.
Silaturahmi juga merupakan tanda keimanan sesorang. Sabda rasulullah saw, “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ina menyambung hubungan silaturakhmi.” (H.R Abu Hurairah).
Begitulah manfaat silaturahmi yang sangat besar, tidak hanya dalam tataran dunia, tetapi juga akhirat. Oleh karena itu, siapa pun dilarang memutus tali silaturahmi. Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada dosa yang pelakunya lebih layak untuk disegerakan hukumannya di dunia dan di akhirat daripada berbuat zalim dan memutuskan tali persaudaraan." (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi).
Semoga melalui berbagai media sosial yang kita miliki kita tetap dapat melakukan silaturahmi, tanpa mengurangi sedikitpun makna hakikinya. Pun, suasana hati ‘kosong-kosong’, halal bihalal, dapat terwujud di hari yang fitri ini. Aamiin.*