Oleh:
M. Rizal Fadillah
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
BANYAK pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang aneh-aneh. Mulai dari soal Indonesia tak ada corona. Korban kecelakaan yang lebih banyak daripada korban corona. Mudik dan jamaah tarawih yang bisa dipidana.
Tidak cukup hanya itu pernyataan aneh. Menko Mahfud MD juga bicara tentang Masjid yang ditutup. Alasan Mahfud, karena jama’ah masjid banyak korban seperti di Iran, hingga pidato sambutan di UNS soal meme kiriman Luhut yang bercanda membandingkan corona virus sama dengan seorang istri.
“Corona is like your wife, is easily you try to control it then you realize that you can’t, then you learn to live whith it”. Begitu bunyi meme yang dikutip Mahfud. Tentu saja netizen banyak yang marah atas joke berlebihan tersebut. Menyamakan corona virus dengan seorang istri yang tidak mudah ditaklukan. Sikap dan perbuatan ini dinilai sebagai penistaan terhadap status seorang istri.
Pertama, menghadapi wabah corona yang merupakan “desease” apapun upayanya adalah mengatasi. Baik itu mencegah maupun menyembuhlan. “Wife” tentu saja bukan “desease” yang dianggap bisa bersahabat. Faktanya corona bisa membunuh.
Kedua, keliru berat jika niat untuk menikah adalah dalam rangka menaklukan istri. Sehingga konsep bangunan awal adalah peperangan untuk mengalahkan. Saat tak mampu menaklukan, maka jadinya berdamai “learn to live with it”. Itu keterpaksaan.
Ketiga, terlalu jauh membanding-bandingkan pernikahan dengan penyakit. Itu terlalu mengada-ada. Terkesan kehabisan bahan untuk bicara ke masyarakat. Masa sepanjang hidup harus sesak nafas, dan panas badan tinggi. Suami-istri itu seharusnya bersimbiose mutualistic. Bermakna dan berdaya guna. Sedangkan wabah corona justru bersimbiosis parasitis. Merusak tubuh.
Joke Menteri “intelek” seperti Mahfud dan Luhut menjadi gambaran, betapa tidak seriusnya mereka sebagai petinggi negara mengatasi wabah corona. Nyawa yang telah menjadi korban, baik masyarakat maupun tenaga medis ternyata dimain-mainkan sebagai joke oleh menteri. Seolah-olah kematian mereka itu sesuatu yang tidak berharga.
Apalagi meme lucu-lucuan tersebut dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan “new normal”. Yang mau dimodelkan untuk berdamai dengan “desease”. Di tengah grafik pandemi virus corona yang belum begitu menggembirakan. Kepentingan rakyat menjadi yang dinomorduakan. Sementara kepentingan para pengusaha yang didahulukan.
New normal jadinya adalah new marital menuju new mortal. Herd immunity yang berisiko tinggi. Kebijakan pola penjudi dan coba coba. Masyarakat yang dijadikan sebagai “kelinci percobaan” untuk menciptakan klaster-klaster baru penularan.
Rakyat semestinya menyatakan “terserah” saja jika Pak Mahfud dan Pak Luhut mau memperistri virus corona. Kita hanya bisa mengucapkan “selamat menempuh hidup baru”. Semoga bahagia selalu. New abnormal life. Kita mah semua tidak mau punya istri atau berumah tangga dengan virus corona. Secantik apapun corona itu.*