View Full Version
Selasa, 02 Jun 2020

Hikmah di Balik Pembatalan Ibadah Haji 1441H

 

Oleh:

Basrowi*

 

PENYELENGGARAAN ibadah haji 1441 H /2020M baik jamaah dengan kuota haji pemerintah, jamaah regular maupun khusus termasuk bervisa haji mujamalah atau furada yang seluruhnya sesuai kuota sebanyak 221 ribu jamaah dibatalkan karena pemerintah mengutamakan keselamatan Jemaah di tengah pandemi Corona. Pembatalan itu berdasarkan KMA No 494/2020M tentang pembatalan keberangkatan jamaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1441H/2020M.

Langkah itu diambil oleh pemerintah karena hingga saat ini Arab Saudi belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji 1441 H/2020M, sehingga pemerintah tidak mencukupi banyak waktu untuk melakukan persiapan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jamaah, termasuk kewajiban melakukan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Dalam hal ini kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan ibadah haji terhalang oleh bencana nonalam wabah Covid-19 (terjadi force majeur).

Menjaga Jiwa: Kewajiban yang Diutamakan

Langkah pembatalan diambil oleh pemerintah sesuai dengan amanah undang-udang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanan Jamaah haji harus diutamakam. Islam telah mengarahkan bahwa, menjaga jiwa (hifzhun nufus) adalah kewajiban yang harus diutamakan.

Sejarah mencatat bahwa pelaksanaan ibadah haji saat pandemi di masa lalu, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan di mana puluhan ribu Jemaah haji dari berbagai belahan dunia menjadi korban. Tahun 1814 terjadi wabah Thaun, tahun 1837 dan 1858 terjadi wabah epidemic, 1892 wabah kolera, 1987 wabah minginitis. Tahun 1947 juga penghentian ibadah haji karena masa perang.

Tragedi seperti itu akan sulit dihindari, karena akan sulit sekali menerapkan social distancing saat thawaf, sa’i, mabit, dan lempar jumrah karena 1,3 juta orang berkumpul untuk melaksanakan ibadah secara bersamaan.  

Pahit tetapi Baik

Keputusan ini tentu pahit dan kita semua harus simpati kepada seluruh jamaah haji terdampak pandemi Covid-19. Semoga seluruh jamaah yang diundur tahun depan berangkat tercatat amalnya dan mendapat pahala yang tidak kurang dari pelaksanaan ibadah haji itu sendiri.

Sabar adalah bagian dari ibadah haji. Seluruh calon jamaah telah lulus dari ujian pertama. Semoga akan lulus pada ujian-ujian berikutnya, sehingga layak menjadi haji yang mabrur.

Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga.” (HR. Bukhari). Balasan bagi haji mabrur bukan hanya terhapusnya dosanya, tetapi jaminan dimasukkan surganya allah SWT.

Haji yang mabrur adalah haji yang tidak tercampuri kemaksiatan. Dijalankan dengan penuh ketaatan sehingga tidak tercampur dengan dosa. Haji yang mabrur adalah yang haji yang makbul (diterima) dan dibalas dengan al-birr (kebaikan) yaitu pahala. Buktinya, kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi perbuatan maksiat.

Haji yang mabrur adalah haji yang tidak ada riya’ serta tidak diiringi kemaksiatan. Predikat mabrur adalah hak prerogratif Allah SWT untuk disematkan kepada hambanya yang dikehendaki-Nya. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.”  

 

Hikmah: Pembatalan Ibadah Haji.

Hikmah atau sesuatu yang ada di balik sesuatu itu, dalam hal ini hikmah penundaan tentu tidak ada yang tahu, karena itu rahasia Allah SWT. Akan tetapi dapat diyakini bahwa dengan gagal berangkat insya Allah seluruh jamaah haji dapat terhindar dari Covid-19. Semoga, masih diberi umur panjang sehingga pada tahun 1442H/2021M diberikan kesehatan.

Hikmah lainnya, tentu tingkat kekhusu’an di tahun yang akan datang memberikan sentuhan tersendiri karena sudah tidak ada kekhawatiran akan terpapar wabah.

Hikmah lainnya, semoga seluruh calhaj dapat istiqamah dalam menjaga berbagai hafalan bacaan wajib, rukun dan sunnah ibadah haji. Seluruh doa-doa dapat lebih lancar dalam melafalkannya. Termasuk doa agar panjang umur, sehat fisik dan psikhis sehingga tahun haji yang akan datang dapat melaksanakannya dengan baik.

Hikmah lainnya tentu, berbagai amalan baik seperti shalat malam, bertadarus, berdzikir, zakat, infaq, dan shadaqah jariah juga tetap terjaga. Upaya muhasabah dan memperbaiki diri dalam beribadah juga terus dilanggengkan. Berbagai aktivitas seperti mengikuti berbagai pengajian dalam rangka meningkatkan kadar keimanan juga dapat terus dilakukan.

Insya Allah dengan pengunduran ini ada berbagai manfaat besar yang dapat direngkuh oleh seluruh calon jamaah haji. Empat ciri mabrur mudah-mudahan telah dapat diamalkan mulai hari ini di saat pandemi yaitu: memberikan kedamaian untuk orang-orang di sekelilingnya, santun dalam berbicara, memiliki kepedulian sosial yang ditandai salah satunya memberikan makakan kepada yang membutuhkan, dan menghindari hal-hal yang tidak senonoh, maksiat serta selalu membersihkan pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Insya Allah Pelaksanaan ke depan lebih baik

Tidak ada sakit hati seperti kegagalan keberangkatan para jamaah “travel tour abal-abal” beberapa waktu lalu. Kegagalan berangkat haji kali ini semata mata karena dampak wabah Covid-19, sehingga ada jaminan dari pemerintah, bahwa tahun depan insya Allah setelah tidak ada pandemi, ibadah haji dapat dilakukan dengan persiapan yang matang, jaminan kesehatan dan keselamatan yang lebih terjamin.

Setoran pelunasan BPIH yang sudah dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Nilai manfaat dari setoran pelunasan akan diberikan oleh BPKH kepada jamaan paling lambat 30 hari sebelum pemberangkata kloter pertama penyelenggaraan ibadah haji 1442H/2021M. Setolan pelunasan juga dapat diminta kembali oleh Jemaah.

Dengan adanya penundaan ini tentu, persiapan seluruh pihak bisa dilakukan dengan lebih matang. Berbagai kelemahan pelayanan pelaksanaan haji tahun-tahun sebelumnya mulai dari pemberangkatan, pemondokan, jarak pemondokan dengan masjid, pemberian menu makanan, dan pemulangan dapat diperbaiki secara maksimal.

Peran Badan Pengelola Keuangan Haji dapat memperbaiki seluruh mutu termasuk dapat memberikan BPIH terekonomis dengan kualitas yang lebih baik. Malu rasanya para jamaah dari Indonesia yang sudah membayar lebih mahal dibandingkan biaya haji dari negara-negara tetangga tetapi mendapatkan pelayanan yang lebih rendah dari segala aspek. Apa yang salah, siapa yang salah, dimana letak kesalahannya, dan bagaimana cara memperbaiki semua itu, tentu dapat dipelajari dengan baik.

Semoga, keyakinan kita, doa kita, dan upaya jerih payah semua pihak yang terkait dengan ibadah haji dapat meningkatkam tingkat kepuasan para jamaah haji. Insya Allah

*) Dr. Dr. H. Basrowi, M.Pd. M.E.sy. Pengamat Kebijakan Publik, Alumni PPs Ekonomi Syariah UIN Raden Intan Lampung.


latestnews

View Full Version