Oleh:
Ainul Mizan || Pemerhati Sosial Politik
PERTAMINA berencana akan menghapus bensin yang tidak ramah lingkungan. Maksudnya bensin dengan RON rendah (www.motorplus-online.com, 17 Juni 2020).
Bensin dengan RON rendah adalah jenis premium (88) dan pertalite (90). Sedangkan bila merujuk pada Peraturan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) No 20 Tahun 2017, Indonesia harus sudah memakai bensin berstandar Euro 4, sejak 10 Maret 2017. Bensin standar Euro 4 itu yang RON-nya di atas 91.
Artinya, kalaupun penghapusan BBM premium dan pertalite tidak dilakukan sekarang, potensi penghapusan tetap ada. Mengingat sudah terdapat payung hukumnya.
Berkaitan dengan nilai RON bensin. RON itu menunjukkan kandungan iso-oktan yang terkandung di bensin. Nilai RON yang tinggi tidaklah menunjukkan bagusnya kualitas bensin. Semakin tinggi nilai RON, bensin tersebut semakin sulit untuk terbakar. Pembakaran sempurna pada bensin dengan RON yang tinggi membutuhkan tingkat kompresi mesin yang tinggi. Jadi penggunaan jenis bensin tentunya disesuaikan dengan tingkat kompresi mesin kendaraan.
Tatkala bensin premium yang dipakai oleh motor keluaran terbaru yang tingkat kompresinya tinggi. Ambil contoh Suzuki Inazuma dengan tingkat kompresi 11,5 : 1. Yang terjadi bensin premium akan cepat terbakar, emisi gas buangnya tinggi dan mengganggu performa mesin. Walaupun diklaim oleh pabrikan bahwa teknologi mesin kendaraan sekarang bisa mereduksi emisi gas buang. Honda sendiri misalnya, mengklaim menggunakan teknologi mesin katup variabel SOHC eSP, yang akan diluncurkan 2021 mendatang. Artinya mengenai jenis bensin dengan RON yang rendah bukanlah menjadi persoalan yang mendasar.
Di samping itu, rencana penghapusan bensin premium dan pertalite oleh Pertamina akan semakin menambah beban rakyat. Kenaikan harga BBM termasuk bensin, tentunya akan diikuti oleh kenaikan harga barang - barang pokok kebutuhan masyarakat.
Saat ini saja per 15 Juni 2020, harga bensin premium adalah Rp 6.450, pertalite adalah Rp 7.650, Pertamax adalah Rp 9.000, dan Pertamax turbo adalah Rp 9.850. Padahal kondisi saat ini harga minyak mentah dunia mengalami penurunan, yang mestinya linear dengan turunnya harga jual BBM di masyarakat.
Apalagi jika yang tersedia nanti dibatasi hanya Pertamax (RON 92) dan Pertamax turbo (RON 98), tentunya akan semakin lengkap derita rakyat di masa pandemi ini. Tidak usahlah membincang jenis Dexlite atau Pertamina dex. Sudah barang tentu lebih mahal dari jenis Pertamax.
Sudahlah, rakyat tidak butuh teori muluk - muluk tentang nilai RON bensin, kompresi mesin dan atau emisi gas buang. Persoalan demikian itu serahkan pada ahlinya di bidang itu.
Yang perlu digarisbawahi adalah fungsi negara terhadap rakyatnya. Negara itu mengurusi dan melayani semua urusan rakyatnya. Negara itu bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyat. Semua potensi SDA dikelola negara untuk sebesar - besarnya kemakmuran rakyat. Melalui BUMN dan BUMD, negara melakukan riayah dalam pengelolaan semua potensi sumber daya.
Pertamina sebagai BUMN yang mengelola BBM, harus berorientasi pada pelayanan rakyat dengan sebaik - baiknya. BBM itu merupakan SDA milik umum, milik seluruh rakyat negeri ini. Bukan milik segelintir orang. Maka semua jenis industri yang mengelola SDA milik umum, status hukum industrinya juga milik umum. Artinya Pertamina dalam konteks ini milik umum.
Demikianlah sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi Saw dalam sabdanya, yang artinya: "Manusia itu berserikat kepemilikannya dalam tiga perkara, yakni api, air dan padang gembalaan". Api dalam hal ini adalah sumber - sumber energi seperti minyak bumi, gas, BBM dan lainnya. Oleh karena itu, industri yang mengelola 3 sektor tersebut menjadi milik umum. Terdapat sebuah kaidah fiqih yang menyatakan:
الصناعةتأخذحكمماتنتجه
Artinya: Hukum industri itu mengikuti barang yang dihasilkannya.
Jika barang yang dihasilkannya menyangkut hajat hidup orang banyak, maka industri tersebut menjadi milik umum, haram untuk diswastanisasi.
Adapun dalam memproduksi bensin dengan kebijakan sesuai Peraturan KLHK No 20 Tahun 2017, lantas Pertamina hanya mengeluarkan bensin dengan minimal RON 92 ataupun yang lebih tinggi dari itu tidak menjadi masalah. Asalkan orientasi kepada konsumennya yakni rakyat, bukan orientasi untung rugi.
Di sisi yang lain, kebijakan politik dan ekonomi negara juga menunjang kemakmuran rakyat. Pendapatan rakyat meningkat, negara membuka seluas-luasnya kesempatan kerja bagi rakyatnya. Semua SDA dikelola sendiri oleh negara. Konsekwensinya menyerap tenaga kerja sebanyak - banyaknya dari rakyatnya. Dengan begitu, daya beli rakyat terhadap kendaraan keluaran terbaru bisa menjangkau. Saat itu, revolusi energi dan pencegahan pencemaran lingkungan bisa diwujudkan dengan baik. Tentunya untuk menuju kesana membutuhkan perubahan paradigma yang bersifat sistemik. Ya, perubahan paradigma kapitalistik sekuler menjadi paradigma yang Islami.
Tanpa perubahan paradigma sistemik, BUMN termasuk Pertamina akan menjadi sebuah korporasi. Yang penting mendapatkan untung besar. Rakyat menjerit. Inilah praktek kapitalisasi SDA. Rakyat sebagai pemilik SDA akan terzalimi terus menerus.*