View Full Version
Kamis, 25 Jun 2020

HIP dan Aroma PKI

Oleh: Athian Ali

Derasnya penolakan terhadap RUU HIP telah membuat kalang kabutnya DPR dan Pemerintah.

Terutama sekali setelah semakin banyaknya pihak yang menghendaki agar RUU HIP tidak hanya dicabut dan dihentikan, tapi juga diusut tuntas siapa dalang yang menjadi inisiator terbitnya RUU HIP, dan mengapa RUU yang sangat tidak aspiratif dan bertentangan dengan prinsip beragama dan bernegara tersebut bisa diusulkan dan diloloskan DPR, sehingga menimbulkan kegaduhan di negeri ini.

Bahwasanya diduga kuat, kader- kader dan simpatisan PKI berada di belakang RUU HIP, adalah fakta yang sulit dipungkiri oleh siapa pun, kecuali oleh pihak PKI yang menghalalkan kemunafikan.

Sulit dinafikan oleh siapa pun, jika aroma bangkitnya kembali PKI sudah sangat terasa menyengat, terutama lewat janji-janji tim sukses pada saat kampanye pilpres 2014 yang lalu. Di antaranya dalam bentuk upaya menolak norma dan nilai-nilai Agama mewarnai kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Menuntut dihapusnya kolom Agama di KTP serta perda-perda syariat. Maraknya peredaran buku-buku komunis yang untuk kesekian kalinya diamankan TNI. Dihapusnya mata pelajaran sejarah pada segmen Pemberontakan dan Penghianatan G 30 S PKI. Menuntut agar orang pertama di negeri ini mewakili pemerintah meminta maaf kepada keluarga PKI.

Ngototnya upaya untuk menghapus Tap MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang pembubaran PKI dan larangan berkembangnya faham komunisme, leninisme dan Marxisme di negeri ini, di antaranya dengan yang kini sedang mereka perjuangkan lewat RUU Haluan Ideologi Pancasila.

Kini rakyat Indonesia menyaksikan dengan jelas, bahwasanya ummat Islam yang acapkali difitnah sebagai anti Pancasila justeru sekarang tampil sebagai pembela utama Pancasila. Sementara pihak yang menuduh yang selama ini berkoar-koar sebagai pancasialis sejati, justeru sekarang terbukti merekalah yang anti Pancasila dengan telah menghina, merendahkan dan berusaha mengubah Pancasila menjadi Trisila dan bahkan Ekasika. Agama disejajarkan dengan rohani dan kebudayaan. Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi Ketuhanan yang berkebudayaan.

Kini sudah saatnya bagi rakyat Indonesia umumnya dan ummat Islam khususnya bangkit berjuang, untuk tidak pernah memberikan peluang sebesar lubang jarum sekalipun kepada PKI mengulang lagi pengkhianatannya di negeri ini.

Untuk itu, terkait usaha terselubung yang mereka upayakan lewat RUU HIP, maka seluruh elemen masyarakat umumnya dan ummat Islam khususnya, menuntut kepada Pemerintah dan DPR RI :

Pertama : Presiden harus segera menyatakan pendapat dan sikap pribadinya terhadap kebangkitan PKI, dengan di antaranya menetapkan sikap tegas, yang dituangkan dalam keputusan presiden, untuk bukan hanya menunda, tapi menolak tegas dan menghentikan pembahasan RUU HIP untuk selamanya.

Kedua : Pemerintah harus membuktikan kesungguhannya untuk tidak pernah memberikan peluang sedikit pun bagi PKI untuk kembali bangkit di negeri ini, dengan di antaranya meneliti dan mendalami kemungkinan adanya oknum PKI yang ada dalam pemerintahan yang diduga kuat membidani lahirnya gagasan RUU HIP.

Ketiga : Setiap Partai yang masih ingin mendapat dukungan dari rakyat dan ummat Islam khususnya, dituntut untuk membuktikan kepada rakyat jika partainya benar- benar anti PKI, dengan di antaranya menetapkan keputusan yang tegas untuk memberhentikan dengan tidak hormat kader-kadernya di DPR RI yang diduga kuat merupakan kader kader PKI.

Keempat : Terhadap mereka yang membidani dan atau menjadi inisiatior utama lahirnya RUU HIP yang diduga kuat terindikasi PKI, maka baik Pemerintah dan DPR RI harus memproses secara hukum sesuai dengan TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 dan UU nomor 27 tahun 1999 pasal 107 huruf a sampai f, khususnya huruf c dan d, yang menetapkan PKI sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Indonesia, dan Larangan setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-leninisme.

Kelima : Demi kebhinneka-an dan toleransi, Ummat Islam telah rela mengorbankan salah satu prinsip dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yaitu dengan dihapusnya kalimat ...dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluknya.... dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Karenanya, jika kini ada pihak yang tidak menghargai pengorbanan besar ummat Islam tersebut dan memaksakan untuk mengubah Pancasila menjadi Trisila bahkan Ekasila versi pidato Bung Karno 1 juni 1945, maka jangan salahkan jika ummat Islam akan menuntut untuk dikembalikan lagi haknya dengan mengembalikan Pancasila kepada rumusan pertama yang ditetapkan pada tanggal 22 juni 1945 , Piagam Jakarta !

Merdeka ! Allohu Akbar !


latestnews

View Full Version