Oleh:
M Rizal Fadillah || Pemerhati Politik dan Kebangsaan
BAHWA Bung Karno berpidato pada 1 Juni 1945 menawarkan rumusan ideologi negara apakah Pancasila, Trisila, atau Ekasila tak bisa dibantah sebagai fakta sejarah. Pidato “perasan” ini disampaikan di depan peserta sidang BPUPKI yang dipimpin dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Masalahnya adalah Ir. Soekarno sama sekali tidak menetapkan atau bersepakat pada Pancasila rumusan 1 Juni tersebut. Masih mengambang dan itu adalah sebatas tawaran pilihan. Usulan dan pidato-pidato berikut dari para peserta sidang tidak menyepakati tawaran Bung Karno tersebut. Dalam rangka menggodok semua masukan peserta sidang maka dibentuk Panitia Sembilan yang diketuai Ir. Soekarno sendiri.
Panitia Sembilan sepakat rumusan Pancasila sebagaimana yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Sila pertama adalah “Ketuhanan dengan kewadjiban mendjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja”. Bung Karno tentu menandatangani rumusan Pancasila 22 Juni 1945 tersebut. Maka lahirlah Pancasila.
Inilah Pancasila yang dilahirkan oleh BPUPKI. Oleh Ir. Soekarno.
Maka keliru jika menyatakan 1 Juni 1945 sebagai kelahiran Pancasila. Belum ada kesepakatan apa-apa saat itu. Masih penggodogan, adu konsep atau adu tawar gagasan. Soekarno sendiri masih ragu soal Pancasila sehingga merasa perlu menawarkan untuk dipertimbangkan alternatif Trisila dan Ekasila. Tawaran ini pun tidak mendapat sambutan apalagi persetujuan. Soekarno telah men”drop” tawarannya dan tidak mencoba memperjuangkan pasca pidato. Tidak ada lobi-lobi “ngotot” untuk menggoalkan Trisila dan Ekasila.
Fakta terakhir yang disetujui oleh Soekarno adalah Pancasila dengan rumusan sebagaimana tercantum dalam “Piagam Jakarta”. Soekarno tidak menyesal atas tidak diterima tawaran “peras perasan” sila-sila pada Trisila dan Ekasila. Rumusan “Piagam Jakarta” adalah keyakinan dan kebenaran ideologi yang diterima Ir. Soekarno. Ini adalah rumusan ideal ideologi. Sekurangnya untuk saat itu.
Kini Soekarnois mencoba memasukan Pancasila (1 Juni 1945), Trisila, dan Ekasila dalam Pasal RUU HIP. Tidak disadari bahwa perjuangan ini adalah penghianatan pada diri Soekarno sendiri. Presiden pertama ini sudah men”drop” gagasan itu. Bahkan secara formiel dan materiel Soekarno sudah menerima dan sepakat pada rumusan Pancasila 22 Juni 1945. Kemudiannya menjadi Rumusan Pancasila 18 Agustus 1945.
Saat Dekrit 5 Juli 1959 Soekarno menyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu kesatuan dengan UUD tersebut. Tidak terlintas dalam fikiran Soekano bahwa Pancasila 1 Juni 1945 atau Trisila dan Ekasila itu menjadi jiwa dari UUD 1945.
Menghidupkan sesuatu yang sudah dikubur oleh Soekarno sendiri merupakan upaya yang bukan saja menghianati bangsa Indonesia tetapi juga menghianati pribadi proklamator bangsa Indonesia yang bernama Ir. Soekarno.
Menghormati yang tidak disadari sebenarnya menghianati.*