View Full Version
Senin, 24 Aug 2020

Makam Para Syekh dan Jejak Khilafah di Indonesia

 

Oleh: Ade Aisyah*

Gegap  gempita premier perdana penayangan  film  dokumenter "Jejak  Khilafah di  Nusantara" (JKDN) membuncahkan  kerinduan  umat  akan hadirnya khilafah. Jejak khilafah begitu nyata di  berbagai pelosok negeri dan takterbantahkan. Makam para syeikh adalah buktinya.

Membaca kembali situs sejarah makam para wali/syeikh penyebar Islam di  Garut, nyata  sekali penyebaran Islam dilakukan langsung oleh institusi pemerintahan  saat  itu yang berupa kerajaan. Banyak  yang  mengira bahwa pada umumnya penyebaran Islam dilakukan sepintas lalu  sambil berdagang saja. Hal  ini jelas terbantahkan sebab penyebar Islam di Garut bukan oleh pedagang  atau  manusia  kebanyakan.

Sebutlah Panglima Perang kerajaan  Mataram yang sudah masuk  Islam yang  bernama Panembahan Senopati Arif  Muhammad diutus langsung oleh kerajaan  untuk  menyebarkan Islam.  Selanjutnya ada putra  mahkota  kerajaan Padjadjaran  yaitu Prabu Kiansantang (syeikh Rokhmat Suci atau  disebut  juga  KH. Mustofa) juga menjadi penyebar  Islam di  Garut (liputan6.com, 9/6/ 2019).  Jelas sekali penyebaran Islam dilakukan secara sistematis dan terstruktur.

Dengan demikian, kita  bisa  melihat bahwa penyebaran Islam di  Garut  berhubungan dengan kerajaan  Mataram  dan kerajaan Padjadjaran.

Hubungan Kerajaan  Mataram dengan Khilafah Turki Utsmaniyyah

Bai’at Mataram sebagai kuasa bawahan sekaligus wakil resmi Daulah ‘Utsmaniyah di Nusantara diterima. Maka bagi Susuhunan Agung Hanyakrakusuma dihadiahkanlah gelar “Sultan ‘Abdullah Muhammad Maulana Jawi Matarami”, disertai kopiah tarbusy untuk mahkotanya, bendera, pataka, dan sebuah guci yang berisi air zam-zam. Utusan itu kembali ke Mataram dan tiba kembali di Kedhaton Karta di Plered pada tahun 1641.

Model tarbusy itu kelak akan dikenakan terus oleh para keturunan Sultan Agung, demikian kemudian dia termasyhur, dalam penobatan raja-raja Dinasti Mataram. Sepasang benderanya yang berupa sejahit bagian Kiswah Ka’bah dan sejahit bagian satir makam Rasulullah menjadi Kyai Tunggul Wulung dan Kyai Pare Anom. Sementara guci itu hingga kini masih berada di makamnya dengan nama Enceh Kyai Mendung dari Sultan Rum (Turki).(Sahabat Erdogan, facebook)

Adanya hubungan kerajaan Mataram dengan  Khilafah Turki Utsmaniyyah, terlihat erat sekali kaitannya dengan jejak khilafah di Garut yang penyebaran Islamnya dilakukan oleh panglima perang kerajaan Mataram, Senopati  Arif Muhammad.

Makam Panembahan Senopati Arif Muhammad

Salah satu makam tua yang selalu diziarahi warga adalah makam Panembahan Senopati Arief Muhammad, di komplek Candi Cangkuang, Leles, Garut. Jawa Barat. Sang wali merupakan panglima perang Kerajaan Mataram, yang diutus kerajaan menyebarkan agama Islam di sana.

Selain ketokohannya, makam yang satu ini terbilang unik karena berdampingan dengan Candi Cangkuang, salah satu candi Hindu tertua di pulau Jawa, yang diperkirakan dibangun abad VIII dan baru ditemukan tim cagar Budaya Jawa Barat tahun 1966 di Garut.

Umar, salah satu penjaga pintu situs Candi Cangkuang mengatakan, ajaran Arief Muhammad selaku muslim yang taat memberi banyak pelajaran yang mendasar untuk mewujudkan hidup rukun terhadap semua perbedaan.

"Beliau mengajarkan Islam, tapi tidak menyinggung kebiasaan masyarakat Cangkuang yang masih Hindu saat itu," kata dia.

Salah satu wujud toleransi, Arief hanya menyebarkan agama Islam pada hari-hari tertentu, ketika warga sekitar tidak sedang menyembah Dewa Siwa yang berada di dalam Candi Cangkuang.

"Di sini ada pantangan tidak boleh beraktivitas (menyebarkan agama) pada Selasa malam hingga Rabu malam. Sebab dahulu, masyarakat sekitar pada saat itu hari terbaik untuk menyembah Dewa Siwa adalah hari Selasa atau malam Rabu," tutur dia.

Makam Arief Muhammad kini masih sering diziarahi ribuan umat Muslim dan Hindu setiap tahun di kawasan Candi Cangkuang.

Di dalam kawasan cagar budaya seluas tiga hektare itu, para pengunjung juga bisa menemukan banyak naskah kuno ajaran Islam, seperti Alquran dan kitab kuning yang tertulis rapi di atas kertas berbahan kayu tertata rapi. Ada pula satu lukisan besar yang menggambarkan sosok Panembahan Arief Muhammad hingga serpihan batu purbakala bekas galian pertama Candi Cangkuang. (liputan6.com, 9/6/ 2019).

Makam Prabu Kiansantang (Syekh Rohmat Suci/KH. Mustafa)

Siapa yang tak kenal makam tua yang satu ini. Peziarah yang selalu mendatangi makam tua di Pulau Jawa, bakal selalu menyematkan makam Godog atau Syekh Rohmat Suci, untuk disambangi.

Sejatinya Syekh Rohmat adalah Prabu Kiansantang, salah satu putra Prabu Siliwangi yang telah memeluk Islam. Lokasi pemakamannya berada di Kampung Godog, Desa Lebak Agung, Kecamatan Karangpwitan, Garut, Jawa Barat.

Berbicara Garut, Jawa Barat, memang tidak bisa lepas dari pengaruh kerajaan tua Hindu-Buddha Padjadjaran yang berpusat di Kota Bogor. Konon, kerajaan yang diperkirakan hidup 923 hingga 1579 Masehi tersebut, menguasai hampir seluruh wilayah Jawa Barat dan Banten saat ini.

"Ini makamnya Prabu Kiansantang atau Syekh Rohmat Suci, putra Prabu Siliwangi (Raja Padjadjaran) yang sudah masuk Islam," ujar Yaya Mansyur (62), juru kunci makam Godog.

Selain makam keramat utama sang wali, di sana ada pula puluhan perkakas yang konon milik sang prabu saat menyebarkan agama Islam di Garut dan sekitarnya. Sebut saja, pedang, keris, tumbak dan puluhan benda sejarah lainnya, yang ditempatkan persis samping makam.

Demikianlah jejak khilafah di Garut Jawa Barat bisa ditelusuri dan terbukti  bahwa khilafah tidak  ahistoris. Semoga kerinduan akan kembali tegaknya khilafah akan terus membuncah. Dan dakwah penegakan khilafah  ini  semakin bergairah. Walloohu 'alam bish shawab. (rf/voa-islam.com)

*Penulis adalah anggota AMK, Pemerhati Politik dan Kepala Sekolah PAUD az-Zaidan dan STP Insanmulia Garut.

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version