Oleh:
Tony Rosyid || Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
PERSAINGAN yang sedang terjadi di PDIP semakin ketat. Siapa yang akan maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dari PDIP? Tentu saja Megawati maju jika elektabilitasnya memungkinkan. Jika berat, setidaknya ada Puan Maharani dan Budi Gunawan.
Karir Puan, baik di PDIP maupun di pemerintahan cukup bagus. Di PDIP, Puan pernah menjadi wakil ketua. Di pemerintahan, Puan menjabat Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK), sebelum dilantik menjadi ketua DPR sekarang.
Pengalaman politik Puan Maharani dianggap lebih dari cukup jika didapok menjadi capres 2024 nanti. Dan sepertinya, Puan memang dipersiapkan oleh Megawati untuk menjadi capres 2024. Minimal Cawapres. Sayangnya, elektabilitas Puan stagnan. Jauh tertinggal dari Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah dua periode. Mungkin karena Puan belum serius menggarap branding dirinya untuk nyapres.
Disisi lain, posisi Ganjar Pranomo sebagai gubernur, nampaknya telah diamnaatkan secara serius, dan digarap menjadi panggung untuk menaikkan popularitas lelaki dari Purworejo ini. Menjadi drama, kata Natalius Pigai. Tim media dan medsos Ganjar bekerja efektif.
Selfie di tempat karantina pasien. Sidak ke bandara, dan berpenampilan informal dengan pasang senyumnya yang khas, adalah setting pencitraan yang sukses digarap oleh tim Ganjar untuk meningkatkan popularitasnya. Ini bagian dari kerja keras yang harus dilakukan Ganjar jika ingin singkirkan Puan Maharani, dan juga Budi Gunawan.
Agak mirip dengan Jokowi. Ketika popularitas Jokowi tinggi, maka terjadi gelombang dukungan dari kader PDIP untuk capreskan mantan Walikota Solo ini. Megawati terdesak, dan akhirnya tersingkir. Tahun 2014, Megawati pun digantikan Jokowi untuk menjadi capres.
Apakah Puan Maharani akan tersingkir juga oleh Ganjar? Tak menutup kemungkinan perkiraan itu bakal terjadi. Jika Puan tak serius menyiapkan tim untuk branding dirinya, maka besar kemungkinan juga akan tersingkir. Seperti ibunya dulu. Apalagi lihat kerja serius Ganjar yang sangat sistematis. Apabila ini terjadi, maka trah Soekarno mungkin memang ditakdirkan sementara untuk urus partai saja. Sedangkan capres menjadi ladang untuk kader yang lain.
Pebruari lalu, Indobarometer merilis elektabilitas Ganjar 11,8 persen. Rilis tersebut menempatkan Ganjar mengungguli Puan Maharani yang hanya berada di angka tak lebih dari 1 persen. Sementara survei Median, Ganjar 9,6 persen dan Puan tetap di angka 1 persen.
Survei terbaru di bulan oktober, Indikator merilis elektabilitas Ganjar naik lagi jadi 18,7 persen. Tertinggi saat ini. Jika dibandingkan Puan, tentu sangat jauh. Ganjar dengan kerja keras, serius dan sistematisnya, berhasil membonsai elektabilitas Puan Maharani. Ganjar lebih pandai memanfaatkan panggungnya sebagai gubernur Jawa Tengah dibanding Puan Maharani di DPR. Juga Budi Gunawan di BIN.
Elektabilitas Ganjar yang cukup tinggi dan terus naik bisa dipahami, mengingat belum ada kepala daerah atau tokoh lain yang secara serius melakukan branding dan kerja-kerja politik untuk persiapan 2024. Ganjar saat ini, dengan keseriusan dan kehebatan timnya, sedang main sendiri tanpa lawan.
Pertanyaannya, kenapa Ganjar terkesan curi star? Melakukan branding dari sekarang? Bukankah pilpres 2024 masih jauh? Empat tahun lagi. Jawabannya, karena Ganjar harus menjebol dua tembok besar. Tembok pertama bernama PDIP. Untuk dapat tiket PDIP, Ganjar harus kerja keras dan memastikan elektabilitasnya jauh di atas calon yang lain. Khususnya Puan Maharani dan Budi Gunawan yang saat ini menjadi calon potensial dari PDIP.
Sedangkan tembok kedua bernama e-KTP. Ganjar Pranowo harus berhasil mengalahkan isu e-KTP yang sempat dikait-kaitkan dengan nama dirinya. Dengan elektabilitas yang tinggi tersebut, isu e-KTP diharapkan akan diabaikan oleh publik.
Ini alasan masuk akal, jika Ganjar untuk saat ini berusaha melawan dua tembok besar itu. Mumpung belum ada lawan. Sebagai pemain tunggal, tim Ganjar bisa terus menaikkan elektabilitasnya. Apalagi kalau mau bermain mata dengan lembaga survei, ini akan lebih mendongkrak elektabilitas.
Toh masyarakat nggak bisa klasifikasi jika menyangkut hasil survei. Kecuali ada hasil survei yang lain. Sebab, dalam sejumlah survei, selain angka ilmiah, kerapkali ada angka konspirasi. Bergantung siapa yang memesan. Tetap saja, semuanya dikembalikan kepada persepsi publik.
Apapun dinamika di lembaga-lembaga survei itu, kerja keras dan keseriusan tim Ganjar menyingkirkan popularitas serta elektabilitas Puan Maharani, juga Budi Gunawan, tampaknya cukup berhasil. Ini obyektif, mengingat angkanya stabil di sejumlah lembaga survei. Tanpa singkirkan Puan dan Budi Gunawan, Ganjar tak akan punya ruang untuk dicapreskan oleh PDIP. Karena itu, harus kerja keras.*