Oleh:
Nuim Hidayat || Pemerhati Politik dan Sosial
MELIHAT hiruk pikuk politik di tanah air, kadang kita jenuh. Mengapa tidak ada terobosan baru dalam dunia politik di Indonesia? Mengapa Habib Rizieq harus dicurigai terus menerus? Mengapa pemerintah tidak melihat prestasi Habib dalam menyadarkan kaum penzina, pemabuk dan preman?
Seandainya Jokowi mau bertemu Habib saya yakin banyak masalah di Indonesia bisa diselesaikan. Habib bisa membantu Jokowi menyelesaikan masalah dengan umat Islam Indonesia. Habib bisa menjelaskan tentang aspirasi apa sebenarnya yang diinginkan mayoritas umat Islam Indonesia.
Jika pemerintah melakukan pendekatan kepada Habib –melalui bidikan hukum- seperti sekarang ini, masalah tidak akan selesai. Karena Habib mempunyai ratusan ribu/jutaan pendukung. Apalagi bila Habib dipenjara, bukan tidak mungkin akan terjadi kerusuhan terus menerus di negeri ini.
Para founding fathers kita sebenarnya telah mengajarkan agar para pemimpin bangsa ini mengedepankan dialog atau musyawarah bila ada masalah. Lihatlah ketika bangsa ini akan merdeka, untuk menentukan dasar negara maka mereka berdialog, berdebat berhari-hari. Meski kemudian aspirasi tokoh Islam dipinggirkan -Islam sebagai dasar negara diabaikan- tokoh-tokoh Islam tetap mengedepankan dialog. Hingga dialog terjadi hampir tiga tahun lamanya (1956-1959) untuk menentukan dasar negara.
Lagi-lagi setelah itu aspirasi Islam disingkirkan. Piagam Jakarta dikatakan menjiwai UUD 45, tapi dalam kenyataannya tidak pernah ada pendetailan undang-undang tentang hal ini. Puncaknya adalah organisasi terbesar umat Islam Partai Masyumi dibubarkan 1960. Tokoh-tokoh Islam dipenjara, seperti M Natsir, Burhanuddin Harahap, Yunan Nasution, Hamka dan lain-lain (ekonomi politik di Indonesia). Proklamasi Darul Islam dan Pemberontakan Kartosuwiryo dan kawan-kawan terjadi karena ‘pemerintah menyerah kepada Belanda 1949’.
Masalah dengan Habib Rizieq bila pendekatannya hukum, maka tidak akan selesai. Masalah ini akan selesai bila Jokowi mau bertemu dengan Habib. Dan Habib saya yakin akan berterus terang menyampaikan aspirasi umat Islam Indonesia. Habib adalah seorang ulama terkemuka Indonesia saat ini yang punya jiwa ukhuwah. Ketika masalah Syii dan Sunni meruncing, Habib memberikan jalan keluar.
Ketika masalah Jaringan Islam Liberal dan Kaum Muslim memuncak, Habib menulis buku tentang kesesatan kaum liberal. Meski terjadi ‘kekerasan kecil terhadap kaum liberal’ tapi Habib terbuka bila tokoh Islam Liberal mau dialog atau debat dengannya. Habib juga tidak pengecut, menghindar dari hukum, ketika ia dituduh Sukmawati melecehkan Soekarno. Ketika Habib menyatakan bahwa usulan Soekarno tentang Pancasila menempatkan Ketuhanan di pantat (nomer lima)…
Tuduhan chat pornonya dengan Mirza Husein juga Habib hadapi dengan ‘gentle’. Habib tidak lari dari masalah. Ia keluar negeri untuk umroh dan ‘merenung sejenak’. Makanya ia berani kembali ke tanah air, karena ia bukan pengecut. Menkopolhukam saat itu ‘bohong’ ketika menyatakan bahwa kalau Habib ingin pulang, pulang saja. Padahal dalam kenyataan saat itu –menurut Dubes Saudi- yang menghalangi kepulangan Habib ke tanah air bukan pemerintah Saudi, tapi pemerintah Indonesia.
Karena sikap sinis Mahfud MD yang ‘terus menerus’ kepada Habib Rizieq, jangan heran kini masyarakat Pamekasan ramai-ramai mendemo rumahnya di Madura. Masyarakat bawah –mungkin dari seluruh Indonesia- menyadari bahwa Habib Rizieq sedang dizalimi pemerintah.
Maka jalan terbaik menyelesaikan masalah ini adalah Jokowi harus membuka diri dan berani bertemu dengan Habib Rizieq. Jangan dengarkan bila ada orang-orang sekelilingnya yang mencegah pertemuan ini. Kalau Jokowi tidak berani bertemu dengan Habib Rizieq maka ia adalah ‘pengecut’. Contohlah dulu para founding fathers kita yang berani berdialog tentang dasar negara, meski saat itu berwarna warni ideologi yang dianut mereka.
Untuk menyelesaikan masalah bangsa itu dengan dialog, bukan dengan pendekatan hukum, pemenjaraan dan lain-lain. Pemenjaraan terhadap Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan dan lain-lain tidak menyelesaikan masalah. Ideologi tidak bisa dihapus dengan penjara, bahkan senjata. Tetapi ideologi –dalam tataran praktis- bisa didalogkan. Bisa dimusyawarahkan, untuk mencari jalan terbaik.
Dan ini adalah nilai mulia al Quran. Musyawarah antar tokoh bangsa (atau intelektual/ulama) untuk memecahkan masalah bangsa ini. Banyak masalah bangsa yang harus diselesaikan, mulai dari kebodohan, kemiskinan, ketamakan dan lain-lain.*