Menciptakan ketegangan permanen antara Islam dengan negara memanglah kejahatan lama yang kambuhan dalam negara Pancasila kita.
Oleh:
Fahri Hamzah || Wakil Ketua DPR RI 2014-2019
KITA jangan ikut-ikut merusak lembaga Kepolisian dengan memfitnah dan kriminalisasi kotak amal.
Mengadu domba polisi dengan kotak amal berbahaya sekali. Masjid di Republik ini tidak pernah menjadi basis teroris. Teroris membom masjid dan teroris bukan Islam.
Menciptakan ketegangan permanen antara Islam dengan negara memanglah kejahatan lama yang kambuhan dalam negara Pancasila kita.
Awal penyakit ini muncul karena sila Ketuhanan Yang Maha Esa terletak pada sila pertama. Mereka masih tidak terima. Sampai sekarang!
Padahal sering saya katakan, Pancasila kita adalah ide yang lebih kompleks dari ide sekuler dan juga ide negara agama. Justru karena ia adalah jalan tengah.
Justru karena rumitnya ide Pancasila maka diperlukan kecerdasan ekstra untuk memahaminya. Tapi Presiden Soekarno dan kawan-kawan dikelabui oleh PKI. Presiden Soeharto belok menjadi terpimpin dan otoriter. Para pemimpin transisi kita tampak gamang dan sampai hari ini. Oleng!
Saat BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) dibuat dan dipimpin oleh pak Yudi Latif, saya bayangkan sosok intelektual yang akan menjadi Jubir narasi rumit Pancasila kita. Tapi tak lama beliau mundur, dugaan saya adalah karena BPIP niatnya bukan memperkaya tapi mempersempit.
Belakangan, saya mendengar Ketua BPIP yang baru bilang, “....dalam bernegara, geser kitab suci ke konstitusi..”
Kalimat ini menjelaskan kegagalan mengharmoni makna Pancasila kita dalam agama dan negara. Dalam Pancasila, agama dan negara bukan pilihan tapi keduanya.
Memang, Pancasila juga akan gagal diterjemahkan oleh orang yang dalam dirinya sejak awal terdapat ketegangan yang salah satu sumbernya adalah kepercayaan diri yang lama dirampas hilang oleh orang lain. Saya temukan orang-orang yang bersekolah jauh tapi karakternya gegar.
Dan yang paling sulit bersikap normal di depan Pancasila adalah kelompok yang tidak bisa memahami bagaimana cara agama masih boleh hidup di Abad 21 ini. Pada dasarnya “hanya tidak bisa mengerti saja”. Ini yang banyak, sementara sikap ini juga mendatangkan respon tak wajar.
Akhirnya, memang harus ada generasi baru yang tidak punya trauma dan rasa rendah diri untuk membaca Pancasila kita dan memaknainya apa adanya. Sebuah kepercayaan diri bahwa kita punya modal besar untuk menjadi bangsa besar. Dan kita harus percaya harapan itu masih ada.
Twitter @fahrihamzah 21/12/20