View Full Version
Sabtu, 02 Jan 2021

Saatnya Rebranding FPI

 

Agar FPI berbeda, maka mau tak mau harus membaca peta ormas-ormas Islam yang ada. 

Oleh:

Yons Achmad || Praktisi Komunikasi. Pendiri Komunikasyik.com

 

KETIKA Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan tanpa proses pengadilan, jelas harus dilawan. Itu jihad konstitusi yang harus ditempuh. Tapi, itu bukan ranah saya untuk mengulasnya. FPI kini juga sudah berganti nama. Tak lagi Front Pembela Islam, tapi menjadi Front Pemersatu Islam. Dideklarasikan oleh tokoh-tokoh yang sama di organisasi sebelumnya. Terlepas dari tindakan gegabah pemerintah, saya melihat justru inilah momentum yang tepat bagi FPI untuk merebranding diri. Menegaskan siapa jati dirinya dan apa yang sebenarnya sedang diperjuangkan?

Branding sendiri persoalan persepsi. Ketika publik ditanya soal FPI, apa kesan yang spontan diingat? Itulah branding. Memang hasilnya bakal tergantung publik mana yang ditanya. Hasilnya bakal bermacam macam. Bisa mengatakan “Nahi Munkar”, “Tanggap Bencana”, “Kekerasan”, “Kelompok Intoleran”. Itulah sebuah bayangan citra yang bisa tergambarkan. Menjadi sebuah pertanyaan sederhana, sebenarnya citra apa yang diinginkan FPI? Ini yang semestinya dijawab. Saya sendiri tidak begitu tahu. Atau memang FPI tidak butuh citra? Entahlah. Terlepas dari semua itu, sebagai sebuah kasus, saya tetap tertarik untuk angkat suara terkait dengan citra FPI ke depan.

Firsan Nova dalam buku “Republic Relations” menginspirasi saya untuk melihat bagaimana rebranding FPI ke depan. Sebenarnya, citra diri maupun organisasi betapapun kekiniannya, tetap perlu kembali melongok ke dasar, melongok ke akar. Dalam buku itu, dikatakan bahwa jika Rasulullah diutus sebagai rahmatan lil aalamin, sebagai rahmat bagi seluruh alam. Maka raison d’etre keberadaan kita di dunia, keberadaan organisasi dan bisnis kita adalah juga untuk kebaikan orang. Itulah tujuan penciptaan.

Memang, dalam praktiknya tak semudah membalik tangan untuk bisa menjadi organisasi semacam itu. Tapi, agar FPI berbeda, maka mau tak mau harus membaca peta ormas-ormas Islam yang ada. Misalnya citra yang melekat dalam ormas Nahdatul Ulama yang fokus pada pemberdayaan muslim pedesaan dan pesantren.

Begitu juga Muhammadiyah dengan beragam amal usahanya, terutama sekolah, kampus dan rumah sakit. Atau lembaga lain seperti Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang fokus pada agenda dakwah di daerah pedalaman. Sementara, FPI apa? Benarkah “hanya” soal nahi munkar? Kalau hanya ini, bukanya omas lain juga melakukannya dengan cara yang berbeda? Saya sendiri pernah dengar ledekan dari petinggi ormas non FPI. Kenapa FPI kerjaannya demo melulu? “Mungkin itulah amal usahanya,” katanya dengan canda.

Itulah problem branding FPI. Mungkin ada yang bilang FPI tidak perlu branding-brandingan. Allah yang menilai kerja-kerja kita. Benar, tapi ya tidak begitu juga. Itu sebabnya, sepertinya FPI perlu arah baru untuk mengidentifikasi jati dirinya. Ini momentumnya. FPI lama biarlah menjadi sejarah. Justru ada hikmah ketika dibubarkan. Ini kalau melihat dengan kacamata batin yang lebih dalam. Orang tak bisa lagi dengan sembrono mencitrakan buruk FPI.

Dengan FPI baru, harapan akan kiprahnya semakin bermakna dan kontributif bagi umat. Kalau FPI sebelumnya dikenal sebagai relawan yang terdepan dalam penanganan setiap ada bencana, itu juga bisa dijadikan bagaimana fokus peran yang ingin dilakukan.

Orang memang tidak bisa memaksa FPI harus begini, FPI harus begitu. Hanya, bagi saya FPI tetap harus mau berbenah diri, agar bisa mengubah citra “Kekerasan” baik fisik maupun verbal yang sering dihembuskan orang yang tidak suka, menjadi citra “Ketegasan”. Ya, ciri khas FPI itu memang tanpa kompromi. Benar dikatakan benar, salah dikatakan salah. Itulah watak khas FPI yang tak pernah sudi “bermain” di wilayah abu-abu. Hanya, ketegasan tak melulu harus dengan bentakan atau teriakan. Ketegasan bakal lebih diterima masyarakat jika dibangun dengan argumentasi yang logis, masuk akal dan selaras dengan moral keagamaan sebagai basisnya. Apakah FPI baru bisa berubah ke arah itu? Saya yakin bisa.*


latestnews

View Full Version