View Full Version
Selasa, 03 Aug 2021

Napak Tilas Perjuangan ke Penjara Kalisosok dan Masjid Kemayoran di Surabaya (Bagian-1)

Oleh : Tatang Hidayat (Pegiat Student Rihlah Indonesia)

Rabu (26/6/2019) sore itu baru saja kereta api meninggalkan Stasiun Bandung, sinar matahari yang cerah menuju senja di ufuk barat seolah menemani sepanjang perjalanan saya menuju arah timur Jawa.

Perjalanan saya hari itu untuk memenuhi undangan panitia The 4 th Ulumuna Annual International Conference and the 1st Indonesia – USA yang diselenggarakan  UIN Mataram di Lombok. Abstrak yang saya kirim ke panitia seminar menceritakan  perjuangan Asy Syahid KH. Zainal Musthafa dan Perlawanan Sukamanah ternyata diterima untuk dipresentasikan.

Sebelum keberangkatan mempresentasikan hasil riset sederhana yang telah dilakukan selama 5 tahun lamanya, saya menyempatkan datang ke Museum Mandala Wangsit Siliwangi Bandung yang didalamnya tersimpan beberapa bukti perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa diantaranya kohkol peninggalan Pesantren Sukamanah, sorban Asy Syahid KH. Zainal Musthafa dan pedang bambu yang digunakan oleh santri-santri Sukamanah dalam melawan Jepang.

Saya juga melakukan silaturahim terlebih dahulu kepada orang-orang yang memberikan kontribusi terhadap riset ini, yakni guru-guru saya di antaranya bapak Dr. KH. Aam Abdussalam, M. Pd. selaku Ketua Prodi IPAI UPI sekaligus tokoh dari Pesantren Sukahideng Tasikmalaya dan Drs. KH. Anwar Nuryamin selaku ketua BKOSPK Pondok Pesantren KH. Zainal Musthafa Sukamanah.

Silaturahim tersebut saya lakukan dalam meminta do’a restu untuk kelancaran sebuah ikhtiar mengenalkan nusantara kepada dunia melalui para tokoh pejuang, khususnya para tokoh yang berasal dari Jawa Barat. Setelah do’a dan restu diberikan, saya semakin mantap untuk berangkat ke Lombok Nusa Tenggara Barat, ya negeri yang mendapat julukan negeri 1000 masjid.

Saya juga menyempatkan menjenguk terlebih dahulu Bapak Ahmad Husna (Pimpinan Majalah Suara Ulama) yang sedang berbaring sakit di Rumah Sakit Advent Bandung.

Beliau telah banyak perannya dalam hidup saya terutama dalam membuka literasi biografi ulama-ulama pejuang di Jawa Barat, beliau merupakan jurnalis senior yang tidak sulit dihubungi dan tidak pelit ilmu, bahkan selalu meluangkan waktu jika ada beberapa informasi yang sangat saya perlukan, asbab beliau lah saya mulai menelusuri dengan serius biografi tokoh-tokoh ulama pejuang di Jawa Barat. Tidak lama setelah saya dari Lombok, saya dapat informasi beliau kembali ke rahmatullah setelah berjuang melewati sakitnya. Allohuyarham.

Di sisi lain, saya meminta do’a restu juga kepada Ust. Yusuf Hazim dan Ust. Acep Wahid selaku cucu dari Asy Syahid KH. Zainal Musthafa yang telah banyak memberikan kontribusi terhadap naskah yang saya susun. Do’a dan restu yang beliau berikan menambah keyakinan saya untuk mengenalkan Perjuangan Asy Syahid KH. Zainal Musthafa dan Perlawanan Sukamanah kepada dunia.

Sepanjang perjalanan malam itu, saya ditemani sebuah buku yang sangat sulit didapatkan namun atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, akhirnya saya bisa mendapatkannya, yakni buku yang berjudul Ulama Ulama Oposan yang didalamnya memuat tentang kisah perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa.

Ketika saya membaca buku ini, tak terasa mata saya mulai berat dan tidak kuat lagi untuk meneruskan membacanya yang tandanya saya harus segera istirahat. Sejenak saya pejamkan mata yang waktu itu sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB sembari mempersiapkan energi untuk besok hari, ya karena besok pagi saya berniat untuk menelusuri jejak-jejak sejarah perjuangan para tokoh pendahulu Nusantara dan bangunan heritage di Surabaya.

Mata saya pun akhirnya terpejam, tidur malam itu saya lalui dengan udara dingin dari AC dan ditemani suara mesin kereta api. 

Kamis (27/6/2019) ketika perjalanan sudah memasuki waktu Shubuh, kereta api sudah sampai di kawasan Jawa Timur, terdengar kumandang adzan bersahutan, saya terbangun dan segera mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat Shubuh dengan menghormati waktu di kereta api.

Tak lama setelah melaksanakan Shalat shubuh di kereta api, kemudian dilanjut dengan membaca dzikir pagi dan meneruskan membaca buku tentang biografi Asy Syahid KH. Zainal Musthafa, sinar matahari di ufuk timur mulai menyinari setiap jendela gerbong kereta api melalui kaca-kaca jendela dan waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB pagi tandanya kereta api akan segera tiba di Stasiun Gebung Surabaya.

Setibanya di Stasiun Gubeng Surabaya, saya pergi dahulu ke mushola stasiun untuk melaksanakan shalat Qadha Shubuh berhubung tadi melaksanakan Shalat Shubuh untuk menghormati waktu di kereta, begitulah sedikit yang saya pahami menurut  Imam  Syafi'i rahimahullah,  sholat  seseorang  di kendaraan ketika tidak terpenuhi rukun dan syarat sahnya hanya  untuk  menghormati  waktu  sholat (li hurmatil waqti ). Ketika sudah sampai di tempat tujuan, maka  mengulang  sholat  yang  dianjurkan Imam Syafi’i Rahimahullah.

Shalat li hurmatil waqti ialah shalat yang dilakukan dalam keadaan tidak sempurna (karena tidak memenuhi syarat sah dan rukun) untuk menghormati waktu shalat. Beberapa contoh orang yang shalat li hurmatil waqtipertama, Orang yang bepergian naik kereta api yang menghabiskan lebih dari dua waktu shalat (misalnya 14 jam perjalanan), dan khawatir ketinggalan saat kereta berhenti di suatu stasiun.

Kedua, orang yang habis operasi dan bekas operasinya belum boleh terkena air (masih mengandung najis). Ketiga, pendaki gunung yang pakaiannya terkena najis dan tidak membawa pakaian lain yang suci. Keempat, Orang yang berada di tengah hutan yang tidak bisa wudlu karena air tidak terjangkau dan tidak bisa tayamum karena tanahnya lembab. 

Kelima, Orang yang ditahan di tempat najis. Keenam, Orang yang tidak bisa menghadap kiblat padahal ia tahu arah kiblat. Masih banyak contoh yang lainnya (Hilmi Abedillah dalam tebuireng.online, 6/1/2018). Bersambung...


latestnews

View Full Version