Setiap kali informasi palsu masuk ke beranda media sosial dan menyebar dengan cepat, kita barangkali sering bertanya-tanya mengapa orang-orang begitu antusias membagikan informasi yang kebenarannya masih dipertanyakan. Di lain pihak, konten-konten media yang cenderung memberikan dampak negatif bagi masyarakat justru lebih digandrungi ketimbang konten yang manfaatnya lebih nyata dirasakan. Maraknya berita seputar keributan antar pengguna media sosial, pelecehan, atau ujaran kebencian membuat daftar permasalahan di seputar literasi media semakin panjang.
Hoaks memang sudah menyebar terlalu luas dan hampir tidak terkendali. Berbagai informasi keliru dan menyesatkan semakin mudah dicerna masyarakat tanpa penyaring. Akibat penyebaran informasi keliru ini, cara masyarakat bersosialisasi, berkomunikasi bahkan berpikir pun lambat laun berubah. Rasa-rasanya sebagian besar kita berjalan semakin jauh ke dalam kegelapan belantara informasi. Ada banyak ranah kehidupan yang kemudian menjadi terpengaruh akibat perubahan ini; sosial, politik, ekonomi, agama, bahkan pendidikan. Apa yang menyebabkan perubahan besar ini?
Hoax, Efek Negatif Teknologi?
Menurut McLuhan, seorang ahli media dari Kanada, the medium is the message. Sederhananya, teknologi media menyebabkan perubahan cara hidup masyarakat, seperti yang dikutip oleh Dyna Herlina di dalam bukunya yang berjudul Literasi Media: Teori dan Fasilitasi, “McLuhan memandang bahwa setiap medium, terlepas dari kontennya, memiliki efek intrinsik sendiri sebagai pesan yang unik. Kekuatan pesan media dipengaruhi perubahan skala, kecepatan, dan pola. Jika medium membentuk dan mengendalikan skala, asosiasi dan tindakan khalayak juga akan berubah.”
Kita cenderung menyalahkan internet setiap kali muncul kasus-kasus yang berkaitan dengan informasi palsu. Jika bukan internet, kita kerap menyalahkan teknologi yang berpacu kencang setiap waktunya, yang berisi konten-konten berdampak negatif. Padahal, konten itu sendiri diproduksi dan disebarkan oleh manusia, sedangkan teknologi adalah alat yang seharusnya bisa dikendalikan oleh penggunanya. Di sisi lain, rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat juga menjadi kambing hitam atas penyebab kemampuan literasi media kita yang juga rendah. Jadi, bagaimana kita mengurai permasalahan dalam literasi media yang seperti benang kusut ini?
Rendahnya kemampuan literasi media masyarakat merupakan dampak dari persoalan yang jauh lebih dulu ada sebelum persoalan kesejahteraan. Adian Husaini menyebutnya dengan persoalan pola pikir dan mentalitas, yang termaktub di dalam pengantar buku Islamic Worldview karya Dr. Abas Mansur Tamam. Malek Ben Nabi menyebutnya dengan istilah problem peradaban.
Pola pikir dan mentalitas berkaitan erat dengan kultur sebuah bangsa, yang pada akhirnya akan membentuk perilaku seseorang dalam kehidupan. Di dalam worldview Islam, konsep tentang pola pikir dan mentalitas ini berkaitan erat dengan pemahaman yang benar tentang hakikat manusia itu sendiri sebagai ciptaan Allah, makhluk sosial dan kaitannya dengan alam. Apabila seseorang memahami hakikat dirinya di dunia ini sesuai worldview Islam, maka ia akan memahami hak dan kewajibannya, mampu menilai benar dan salah, sehingga pada akhirnya ia akan bersikap adil terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhiratnya.
“Karena itu Islam menuntut dua hal. Pertama terkait aspek ilmu, dimana Islam harus dipahami dengan benar. Kedua terkait dengan kultur, dimana Islam harus menjelma menjadi mentalitas, baik cara berpikir maupun perilakunya,” ungkap Adian Husaini.
Untuk membentuk pola pikir dan mentalitas sesuai worldview Islam, maka seseorang membutuhkan sumber pengetahuan, yang oleh Dr. Abas Mansur Tamam dibagi menjadi dua, yakni berasal dari agama dan masyarakat. Menurutnya, “Informasi dari salah satu atau kedua sumber itu (masyarakat dan agama) bertambah secara gradual dalam diri manusia. Pemahamannya berangsur meningkat dari sederhana menjadi kompleks. Pada akhirnya, pengetahuan menjadi luas, berbagai persoalan yang dihadapinya dipahami dengan jelas, sehingga disikapi dengan benar. Pada tahap itulah, pengetahuan yang dimilikinya berfungsi sebagai worldview.”
Muslim Melek Literasi Media
Informasi dan pengalaman adalah dua hal yang akan terus kita terima sejak lahir. Sementara media, ia merupakan salah satu corong dalam perputaran informasi di tengah masyarakat dengan pengaruhnya yang sangat besar. Bagi seorang muslim, ketika kita ingin melek literasi media, maka yang perlu diperbaiki adalah pola pikir dan mentalitas, atau frasa yang lebih sederhananya adalah akal dan akhlak, yang seharusnya sesuai dengan worldview Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
Masih mengutip penjelasan Dr. Abas Mansur Tamam terkait konsep akal dan akhlak ini, beliau menyebutkan, “Membiasakan kehidupan Islam yang benar membutuhkan proses pendidikan. Karena realitasnya sering kali ada kesenjangan antara kepakaran seseorang dengan akhlak dan perilakunya. Mungkin seseorang memiliki khazanah pengetahuan Islam yang luas, tetapi pada waktu yang sama dia memusuhi Islam dan umatnya. Atau sebaliknya, ada yang pengetahuan keislamannya sederhana, tetapi konsisten dengan apa yang diketahuinya.”
Dengan penjelasan tersebut, nampaknya pertanyaan tentang mengapa orang-orang yang tingkat keilmuannya baik, mungkin setaraf profesor, ulama, atau ahli di bidang tertentu, justru masih sering terjebak dalam penyebaran informasi keliru akhirnya terjawab sudah. Dengan memahami realitas kehidupan yang benar dan salah, kita akan menahan diri untuk membagikan informasi yang menyesatkan sebelum memastikan kebenarannya. Memahami konsep worldview Islam, kita akan menjaga lisan untuk menyampaikan informasi palsu yang tidak berdasar pada sumber yang valid. Dengan memahami hakikat manusia sesuai worldview Islam, kita akan menahan diri untuk memproduksi konten-konten tidak baik.
Selain menambah pengetahuan dengan ilmu yang benar, pembiasaan terhadap akhlak atau adab yang salih sesuai worldview Islam akan memberikan dampak pencerahan yang lebih baik bagi kita di dunia literasi. Lagi-lagi pada akhirnya, menjadi muslim yang utuh adalah jawaban atas banyak persoalan. (rf/voa-islam.com)
*Penulis adalah anggota Forum Lingkar Pena Sumut