View Full Version
Jum'at, 01 Jul 2022

Membeli Migor lewat Aplikasi, Memudahkan atau Menyulitkan?

 

Oleh: Nuraisah Hasibuan S.S.

Sosialisasi minyak goreng curah melalui aplikasi Peduli Lindungi telah dimulai sejak Senin, 27 Juni 2022. Sosialisasi ini telah diujicobakan di beberapa pasar induk di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Program ini adalah inisiasi Kementerian Perdagangan, BUMN Holding Pangan, dan si Gurih. Dengan harapan aplikasi ini akan mampu mengatasi ketersediaan minyak goreng curah yang terjadi di Indonesia. Bukan hanya tersedia, namun juga murah.

Menteri Kordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan Luhut mengklaim   perubahan sistem ini dilakukan untuk membuat tata kelola minyak goreng curah lebih akuntabel dan bisa terpantau mulai dari produsen hingga konsumen.

Tambahnya lagi, sosialisasi ini akan berlangsung selama dua pekan. Dan untuk sementara waktu, selama masa transisi masyarakat bisa membeli minyak goreng curah dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pembelian bisa dilakukan di toko pengecer yang sudah terdaftar secara resmi di Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH 2.0) atau di Pelaku Jasa Resmi dan Eceran (PUJLE).

Tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan pembatasan pembelian minyak goreng curah ini adalah akibat lonjakan harga minyak goreng kemasan. Saat ini harga minyak goreng kemasan mencapai 25 ribu/liter dan 50 ribu/2 liter. Akhirnya masyarakat berburu minyak goreng curah yang harganya masih terjangkau.

Akan tetapi pembatasan pembelian minyak goreng curah melalui aplikasi Peduli Lindungi sebenarnya kurang efektif dan cenderung tidak tepat sasaran. Salah satu pihak yang mengkritisi adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Melalui pengurusnya , Agus Suyatno, disebutkan bahwa rencana tersebut bermasalah terutama dalam dua hal.

Masalah pertama, tidak semua masyarakat memiliki smartphone yang dapat mengakses aplikasi Peduli Lindungi. Hal ini bisa berpotensi memancing oknum tak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi ini. Misalnya dengan mengambilkan migor untuk orang yang tidak memiliki aplikasi dan menjualnya dengan harga lebih tinggi. Akhirnya rakyat tetap membeli dengan harga tinggi.

Masalah ke dua, Peduli Lindungi adalah aplikasi untuk perseorangan. Pemerintah tidak memberi keterangan spesifik apakah pembatasan pembelian 10 liter migor per hari adalah untuk perseorangan atau per keluarga. Misalnya jika dalam satu keluarga ada 4 orang, berarti tiap anggota keluarga bisa membeli 10 liter. Akhirnya pendistribusian migor curah yang ditargetkan untuk masyarakat miskin menjadi tidak tepat sasaran.

Penolakan rencana pemerintah yang mewajibkan penggunaan aplikasi Peduli Lindungi untuk pembelian migor curah juga datang dari Komisi VII DPR RI FPKS, Mulyanto. Menurutnya, akar masalah migor bukan karena lonjakan konsumsi. Konsumsi migor oleh masyarakat relatif stabil dari waktu ke waktu, jadi tidak perlu dibatas-batasi. Masalah sebenarnya adalah pada produksi dan distribusi.

Dan kondisi saat ini terasa makin janggal dan paradoksal, karena sebenarnya stok CPO (Crude Palm Oil) sangat melimpah. Harga TBS (Tandan Buah Segar) juga sangat rendah. Namun mengapa minyak goreng seolah terancam langka sehingga harus dibatasi konsumsinya.

Mulyanto menambahkan, daripada harus melakukan kebijakan trial dan error, akan lebih baik jika pemerintah membanjiri pasar dengan migor curah dengan harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). Namun justru ini yang lambat dilakukan pemerintah.

Dari masyarakat sendiri, banyak yang tidak setuju dengan kebijakan ini. Menurut mereka akan lebih baik jika membeli minyak goreng tanpa aplikasi. Banyak nenek-nenek yang sudah sepuh dan tak paham penggunaan aplikasi. Juga banyak keluarga yang handphone-nya tidak support untuk men-download aplikasi Peduli Lindungi. Termasuk banyak yang kesulitan juga untuk membeli kuota karena lebih mengutamakan untuk membeli kebutukan pokok.

Dari sini bisa dilihat bahwa pemerintah seolah tidak bersungguh-sungguh menyelesaikan masalah rakyat. Sebaliknya, justru menyulitkan. Subsidi pada migor curah yang terkesan akan mengurangi beban ekonomi rakyat ternyata bukanlah solusi. Buktinya untuk mendapatkannya pun masyarakat harus melalui prosedur yang ribet.

Solusi paling tepat adalah dengan tidak menutup celah produksi hanya pada swasta, serta tidak membiarkan pihak swasta atau pemilik modal mengendalikan harga minyak goreng.

Ironisnya di sistem yang diterapkan saat ini, yakni sistem kapitalisme, sektor apapun legal untuk dikomersilkan. Termasuk sektor pangan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Faktanya sekarang, negara mencukupkan diri sebagai regulator yang melalui Undang-Undang  memuluskan swasta menjalankan bisnisnya. Dan ketika terjadi masalah, pemerintah hanya akan meredam dengan kebijakan-kebijakan absurd yang sama sekali tidak menyentuh persoalan.

Sehingga memang nyata bahwa persoalan utama negeri ini adalah karena diterapkannya sistem kapitalisme. Dimana dalam sistem  Kapitalisme, urusan negara dengan rakyat tak lebih sebatas urusan jual beli. Jika rakyat bisa disuruh beli, mengapa harus digratiskan? Selama rakyat masih mau beli yang mahal, mengapa harus disubsidi?

Sangat berbeda dengam sistem Islam yang pemenuhan kebutuhan rakyat merupakan kewajiban penuh negara. Misalnya terkait pangan dan minyak goreng. Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam memantau mulai dari proses produksi hingga konsumsi migor. Mendukung para petani sawit melalui pinjaman modal, edukasi, pelatihan, dan penyediaan sarana serta infrastruktur.

Kemudian pada distribusi, pemerintah mengawasi harga agar sesuai dengan mekanisme pasar. Juga mengawasi rantai tata niaga sehingga pasar tetap sehat dan kondusif. Dan tentunya memastikan setiap individu mampu memenuhi kebutuhan minyak dan pangannya secara layak.

Sudah saatnya negara ini berbenah. Mencampakkan sistem rusak yang hanya merugikan dan menghadirkan kesulitan demi kesulitan terhadap rakyat. Sungguh, hanya Islam dengan sistem ekonominya yang paripurna didukung oleh jajaran pemerintah yang amanah yang mampu menghadirkan solusi terhadap persoalan apapun dalam masyarakat. Wallahu a’lam bisshowab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version