Oleh: Rima Septiani, S.Pd
Dunia Islam kembali bersedih. Kezaliman yang terjadi di Palestina, cukup menyita perhatian di seluruh dunia. Selain mengiris hati kaum Muslim, penderitaan dan genosida yang dilakukan Israel kepada penduduk Gaza menuai banyak reaksi masyarakat dunia, baik dari para pemimpin dunia, ulama, politikus, kalangan aktivis hingga masyarakat biasa pun turut memberikan respon.
Di Indonesia sendiri, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa baru terkait membeli produk dari produsen yang mendukung agresi Israel ke Palestina. Fatwa Nomor 83 tahun 2023, berisi tentang hukum dukungan terhadap Palestina. Dalam Fatwa ini tertuang bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung Israel dan mendukung produk yang medukung Israel hukumnya haram.(cnbcindonesia/11/11/2023)
Aksi Boikot, Efektifkah?
Aksi boikot yang sedang viral ini muncul di semua kalangan, menyebar di berbagai platform media sosial. Beragam tindakan protes dan boikot dilakukan di berbagai negara. Muslim di Indonesia pun melakukan aksi boikot ini sebagai upaya untuk membantu melemahkan bantuan dana dari para pengusaha untuk Israel. Hal ini sebagai wujud kepedulian atas saudara seiman. Kecaman dan ancaman juga dilontakan oleh penguasa di berbagai negeri kaum Muslim sebagai bentuk pembelaan terhadap penjahahan Muslim Palestina.
Meskipun aksi boikot ini dilakukan besar-besaran di seluruh dunia, dan terlihat dampak positif dan signifikan terhadap anjloknya saham produk pro Israel, namun aksi boikot bukanlah solusi solutif untuk menghentikan penjajahan di Palestina. Sebab, boikot pada tataran individu saja itu tidak cukup. Perlu adanya langkah yang konkret dari kekuatan negara untuk melarang produk-produk pro Yahudi beredar di Indonesia bahkan seluruh negeri kaum Muslimin. Tidak hanya itu, negeri-negeri Muslim bisa memutus hubungan diplomatik dengan semua negara yang mendukung Yahudi.
Namun realitasnya, negara tidak melakukan boikot tersebut, meski sebenarnya bisa. Keengganan pemerintah memboikot produk pro Yahudi dikarenakan negara terjajah secara ekonomi oleh para kapitalis. Inilah yang menjadikan negeri ini tidak independen dan sulit berlepas dari cengkraman gurita kapitalis.
Bahkan hingga detik ini, Dewan Keamanan PBB nyatanya tidak bertindak apa-apa. Puluhan resolusi yang terus digaungkan untuk menyelesaikan persoalan Palestina faktanya tak ada satu pun yang menyelesaikan hingga tuntas permasalahan Palestina. Bahkan, tak memberikan pengaruh kekuatan apa-apa pada Israel. Alih-alih bisa memaksa Zionis untuk segera menghentikan kekejamannya atas warga Gaza Palestina, yang terjadi adalah penjajahan akan terus berlanjut dan semakin brutal.
Akar Masalah Palestina
Oleh karena itu, sudah seharusnya kaum Muslimin memahami hal mendasar yang menjadi akar masalah terjadinya penjajahan atas Palestina yang terus berulang.
Penjajahan Palestina yang berlarut-larut disebabkan karena tak ada kekuatan besar umat Islam yang mampu mengusir penjajah. Semua ini terjadi kerena ide nasionalisme sudah berakar di negeri Muslim.
Ide nasionalisme merupakan faham yang dihembuskan Barat dalam rangka memecah belah persatuan kaum Muslim. Ide inilah yang menjadi penyebab runtuhnya kekuatan kaum Muslimin. Terbukti, sekarang ini negeri-negeri Muslim di sekat-sekat menjadi 50 negara lebih. Menjadi sebuah negara bangsa atau Nation State, hal inilah yang memecah belah seluruh dunia. Padahal Allah SWT melarang berpecah belah, bahkan seharusnya umat Islam dunia itu wajib dalam satu negara saja.
Paham ini yang menjadikan sebagian orang berpikir bahwa persoalan Palestina hanyalah masalah bangsa Arab saja, kaum Muslimin yang berbeda wilayah tidak perlu untuk ikut campur dalam konflik yang terjadi di sana. Karena itu timbulah keenganan untuk memberikan bantuan kekuatan berupa militer. Penguasa Muslim lainnya pun hanya berani memberikan kecaman dan acaman bukan mengirimkan tentara. Yang sebenarnya itu menunjukan ketidakberdayaan kelemahan dunia Arab dan Islam dalam konstelasi politik internasional.
Solusi Tuntas Penjajahan Palestina
Sejak Khilafah Islam runtuh, kaum Muslim sekarang kini terpecah belah dan tak memiliki perisai yang melindunginya. Bak anak ayam kehilangan induknya, kaum Muslimin sekarang mengalami kesengsaraan dan kerusakan akibat dominasi kapitalisme.
Bulan Oktober 2023 ini, menjadi bulan paling sakit di hati kaum Muslimin. Darah puluhan ribu Muslimah dan anak-anak Gaza serta para syuhada kembali membasahi tanah kota yang suci itu.
Tercatat sudah lebih dari 11.800 warga sipil tewas dan lebih dari 27.000 jiwa luka-luka. Sebagian besar di antaranya adalah anak-anak dan wanita. Sementara itu, jutaan orang lainnya di Gaza, hidup terusir di tengah teror senjata yang membabi buta dan di tengah keterbatasan logistik, termasuk pasokan energi dan sarana prasarana kesehatan.
Ironis, para penguasa Muslim saat ini telah diaborsi rasa kemanusiannya untuk membela Palestina. Hanya karena batas-batas negara atau Nation State suara sumbang pun terdengar “Tidak perlu mengurusi rumah tetangga, mari urusi rumah kita dulu”. Pernyataan provokatif inilah yang membuat kita tak peduli akan problematika umat di luar sana.
Di sisi lain, kebiadaban Israel terhadap penduduk di Gaza, merupakan potret gelap penderitaan kaum Muslim yang tersebar luas, hal ini menunjukan, ada yang salah dengan tatanan kehidupan saat ini. Nilai-nilai HAM yang dijunjung tinggi sepertinya tidak berguna lagi bagi saudara kita di Palestina.
Semua yang terjadi mestinya menyadarkan umat Islam mengenai apa yang sedang terjadi pada kaum Muslimin. Kerusakan sistem kapitalisme dalam menata dunia sudah seharusnya diganti dengan sistem yang diridhai sang pencipta.
Yakinlah, selama sistem kapitalis masih memegang kendali dunia ini, maka penderitaan Umat Muhammad SAW di sepanjang dunia Islam niscaya tidak akan pernah berakhir, sebab pangkal masalah dari semua penderitaan ini tidak lain adalah tidak hadirnya institusi Islam yang merupakan junnah bagi umat Islam.
Umat Rasulullah saw. adalah umat yang satu. Umat Islam adalah satu tubuh, di mana ada tubuh yang terluka maka bagian lain pun akan merasakan perihnya luka tersebut. Rasulullah saw. mewariskan ukhuwah Islam di antara umat Islam agar kita semua dapat bersatu dalam satu naugan ikatan, yaitu ikatan akidah Islam.
Atas dasar ini, jelaslah bahwa Palestina hanya bisa dibebaskan secara tuntas jika ada peran dari institusi politik yang independen untuk melidungi sekaligus sebagai pemersatu seluruh negeri kaum Muslimin. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google