Oleh: Lastrilimbong
Belakangan ini pemerintah sedang gencar melakukan kampanye salah satu program unggulan yaitu pencegahan stunting. Hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan generasi yang tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga menekan angka anak kurang gizi atau gangguan tumbuh pada anak.
Tapi gelontoran dana milyaran yang diberikan oleh pemerintah nyatanya masih saja tidak tersalurkan dengan baik. Buruknya pengelolaan anggaran dari pusat sampai desa dalam penanganan stunting membuat alokasi penyaluran dana kerap tidak tepat sasaran.
Dalam satu pidatonya beberapa bulan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku geram karena anggaran penanganan stunting di suatu daerah tidak tepat sasaran. Meski tidak menyebutkan nama daerah, dalam pidatonya menyebutkan bahwa dari alokasi dana Rp10 miliar untuk mengatasi stunting, tak kurang dari Rp6 miliar malah digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas, dan hanya Rp2 miliar yang digunakan untuk membeli telur, susu, daging dan sayur. (CNN Indonesia)
Bukan hanya masalah rasua, menu yang tidak layak untuk anak dalam program penanganan stunting juga banyak ditemui di beberapa daerah.
Menu untuk penanganan stunting di Kota Depok misalnya, beberapa waktu lalu menjadi perbincangan hangat karena komposisinya tidak memenuhi gizi dan jauh dari anggaran yang ditetapkan. Foto viral di media sosial menunjukkan menu pencegah stunting yang diberikan hanya berupa nasi, kuah sup, tahu, dan sawi.
Agustus lalu viral sebuah video yang memperlihatkan pengakuan seorang warga Desa Matang Payang Kecamatan Paya Bakong, Kabupaten Aceh Utara yang menerima menu pencegahan stunting dari Posyandu berupa jajanan Rp500an perak, mie instan hingga roti-rotian saja. Wanita yang bernama Yulia itu menyebut bahwa jajanan yang diberikan Posyandu tersebut adalah bentuk pencegahan stunting pada anak.
Penyelewengan dana stunting ini terkait dengan perilaku korup di kalangan pejabat yang menjadi salah satu penyebab lambatnya penurunan kasus stunting di Indonesia. Yang mana sebenarnya tindak penyelewengan ataupun perbuatan korup dilakukan setidaknya karena 3 alasan, needs (kebutuhan), greedy (keserakahan) dan system (sistemik).
Pelaku korup yang melakukan penyelewengan dana karena tertekan kebutuhan hidup dapat diselesaikan dengan cara memenuhi kebutuhan mereka. Pelaku korup yang melakukan penyelewengan dana karena sifat atau tabiatnya yang serakah bisa diselesaikan dengan hukuman yang berat sebagai tindakan untuk menekan rasa keserakahan manusia.
Tapi manusia-manusia saat ini melakukan tindakan korupsi bukan hanya karena tekanan kebutuhan, atau keserakahan. Tapi karena memang didukung oleh sistem kotor yang memberikan keleluasaan bagi para koruptor untuk melakukan penyelewengan dana.
Cara kerja sistem kapitalisme yang hanya mementingkan maksimalisasi keuntungan oleh tiap individu, membuat manusia terus mencari celah untuk mencari keuntungan. Sedangkan cara yang paling mudah untuk mendapatkan keuntungan adalah dengan melakukan tindakan penyelewengan ataupun rasua.
Apa yang dilakukan selama ini hanyalah berfokus pada penguatan pengawasan yang sebenarnya juga tidak menjamin hilangnya penyelewengan dana sepenuhnya. Padahal permasalahannya bukan hanya diranah pengawasan, tapi celah korupsi juga bisa dilihat dari aspek anggaran dan pengadaan.
Pengalokasian dana untuk pencegahan stunting yang cukup besar haruslah diikuti pengelolaan dana yang baik. Tapi karena sistem kapitalisme mendorong manusia untuk melakukan tindakan korup demi mendapatkan keuntungan pribadi, maka akan banyak ditemui titik rawan terjadinya korupsi sangat besar.
Contohnya, penggunaan dana untuk kepentingan pribadi melalui praktik 'perjalanan dinas' atau mark up dalam anggaran pengadaan makanan pencegah stunting. Belum lagi kemungkinan nota-nota fiktif yang diada-adakan demi kepentingan individu maupun kepentingan 'bersama'.
"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." - (QS. Al-Baqarah : 188).
Allah mengharamkan perbuatan suap dan mengambil harta orang lain untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Mencari harta melalui jalan yang bathil adalah perbuatan keji yang sangat dilarang oleh Allah secara tegas. Dalam islam, pemerintah bukan hanya melakukan pengawasan ketat dan memberikan sanksi hukum yang berat bagi para pelaku penyelewengan dana umat. Tapi juga memastikan perjalanan dan optimalisasi dana untuk kepentingan masyarakat luas melalui pembinaan manusia yang berkualitas dan bertanggungjawab.
Sistem yang lemah tidak akan pernah mampu menyelesaikan upaya tindakan korupsi, berbeda dengan Islam yang membangun manusia menjadi pribadi yang jujur dan berintegrasi. Menciptakan iklim pemerintahan yang bersih dan jauh dari hedonisme yang memancing tindakan korupsi. Sehingga berlangsunglah kehidupan manusia yang berkesinambungan dan menjadi rahmat lil alam. Wallahualam bissawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google